A. Kemampuan
Menghafal Al Quran
1. Pengertian
Kemampuan Menghafal Al Quran
Kemampuan
adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan, yang berasal dari kata mampu yang
berarti kuasa (sanggup untuk melakukan sesuatu).
Sumadi
Suryabrata mengutip dari Woodworth dan
Morgais mendefinisikan ability (kemampuan) pada tiga arti yaitu :
a.
Achievment,
yang merupakan actual ability, yang dapat diukur langsung dengan alat atau test
tertentu.
b.
Capacity,
yang merupakan potensial ability, yang dapat diukur secara tidak
langsung dengan melalui pengukuran terhadap kecakapan individu, di mana
kecakapan ini berkembang dengan berpaduan antara dasar dengan training yang
intensif dan pengalaman.
c.
Aptidute,
yaitu kualitas yang hanya dapat diungkap atau diukur dengan tes khusus yang
sengaja dibuat untuk itu.
Dari
pernyataan tersebut di atas dapat diambil pengertian bahwa kemampuan adalah
potensi yang dimiliki daya kecakapan
untuk melaksanakan suatu perbuatan, baik fisik maupun mental dan dalam
prosesnya diperlukan latihan yang intensif di samping dasar dan pengalaman yang
telah ada.
Adapun
menghafal al-Qur’an pada dasarnya merupakan proses panjang yang membutuhkan
waktu luang, kesungguhan dan keseriusan. Sebelum menjelaskan lebih banyak tentang
menghafal al-Qur’an alangkah baiknya jika dipahami terlebih dahulu definisi dan
pengertian menghafal al-Qur’an, karena dengan memahami pengertian menghafal
al-Qur’an, maka dapat dijadikan sebagai gambaran awal untuk mengetahui
sekaligus memahami kaidah dasar dalam menghafal al-Qur’an.
Menghafal
al-Qur’an adalah satu istilah terdiri dari dua suku kata yang masing-masing
berdiri sendiri serta memiliki makna yang berbeda. Pertama, “menghafal” berasal
dari bahasa Indonesia bentukan dari kata kerja “hafal”, mendapat awalan “me”
menjadi “menghafal” yang berarti ‘usaha untuk meresapkan sesuatu ke dalam
pikiran agar selalu ingat, sehingga dapat mengucapkannya kembali di luar kepala
dengan tanpa melihat buku atau catatan’.
Oleh karena itu, hafal berarti lawan dari lupa, yaitu selalu ingat dan sedikit
lupa.
James
Deese dan Stewart H. Hulse mendefinisikan menghafal adalah:
… retention refers to
the extent to which material originally learned is still retained, and for
getting to the portion lost.Artinya,
ingatan mengacu pada tingkat mempelajari materi yang pada awalnya masih ditahan
dan untuk mencapai porsi hilang.
Secara etimologis al-Qur’an berarti “bacaan”
atau yang dibaca. Kata
tersebut berasal qara’a (قرأ) yang berarti membaca.
Al-Qur’an
sendirimemiliki pengertian yang
sangat luas tergantung
sudut pandang para
ahli memahami kata al-Qur’an. Sa’id Abd al-‘Azim mendefinisikan
al-Qur’an sebagai berikut :
هوكلام الله أنزله على رسوله وتعبدنا بتلاوته
Artinya : “Al-Qur’an adalah kalam Allah yang
diturunkan kepada utusannya dan menjadi ibadah bagi yang membacanya.
Definisi yang lain
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang bernilai mukjizat, yang diturunkan kepada
penutup para nabi dan rasul dengan perantara malaikat jibril, diriwayatkan
kepada kita dengan mutawatir, membaca terhitung sebagai ibadah dan tidak akan
ditolak kebenarannya.
Dari
pengertian “menghafal” dan “al-Qur’an” tersebut dapat diambil pengertian, bahwa
menghafal al-Qur’an adalah suatu proses untuk mengjaga dan memelihara al-Qur’an
diluar kepala (mengingat) dengan baik dan benar dengan syarat dan tata cara
telah ditentukan.
2. Dasar
Menghafal al-Qur’an
Menghafal
al-Qur’an memiliki nilai penting dalam upaya melestarikan dan
menjaga kemurniaan al-Qur’an. Oleh karena
itu, al-Qur’an sendiri telah menjamin dan memberikan imbalan bagi orang
yang hafal al-Qur’an.
Diantara yang menjadi dasar menghafal al Quran
adalah :
a. Al
Quran diturunkan kepada nabi Muhammad melalui hafalan
Al-Qur’an
diterima Nabi Muhammad saw. melalui malaikat Jibril tidak berupa tulisan
(teks), namun berupa suara yang harus dilafalkan kembali. Hal ini sebagaimana
Firman Allah SWT. dalam surat al-Syu’ara’ ayat 192-195 sebagai berikut:
نَزَلَ
بِهِ الرُّوحُ الأمِينُ وَإِنَّهُ
لَتَنْزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ
بِلِسَانٍ
عَرَبِيٍّ مُبِينٍ عَلَى
قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِين
(192) Dan sesungguhnya
Al Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam; (193) dia dibawa
turun oleh Ar-Ruh Al Amin (Jibril); (194) ke dalam
hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang
memberi peringatan,(195) dengan bahasa Arab yang jelas.
b. Hikmah diturunkan al-Qur’an secara berangsur-angsur merupakan
isyarat dan dorongan untuk menghafal al-Qur’an.
Turunnya al-Qur’an secara
berangsur-angsur merupakan isyarat untuk menghafal al-Qur’an. Hal tersebut
mungkin sebagai rahasia ilahi agar al-Qur’an mudah dihafal. Seandainya
al-Qur’an turun secara keseluruhan (30 Juz), maka al-Qur’an akan sulit untuk
dihafalkan, karena memori manusia sangat
terbatas. Hal ini secara jelas difirmankan dalam Surat al-Qamar ayat 17
sebagai berikut:
وَلَقَدْ
يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ
Dan
sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang
yang mengambil pelajaran?
c. Jaminan kemurniaan al-Qur’an dari usaha pemalsuan.
Allah SWT telah menjamin
kemurnian al-Qur’an sampai hari kiamat melalui kemudahan bagi umat Islam untuk
menghafalnya. Usaha memalsukan al-Qur’an tidak akan berhasil, karena al-Qur’an
tidak hanya disimpan dan dilestarikan dalam bentuk teks (tulisan), namun juga
disimpan dalam relung kalbu melalui hafalan. Pengubahan dan pemalsuan al-Qur’an
dalam bentuk teks kemungkinan dapat dilakukan, namun mungkinkah itu berhasil
jika masih banyak umat Islam yang hafal al-Qur’an?
Sisi kemukjizatan al-Qur’an
akan selalu terjaga dan terpelihara kemurniannya sepanjang masa, sebab
banyaknya umat Islam yang menghafal dan membudayakan menghafal al-Qur’an Hal ini
itu, berbeda dengan kitab lainnya, semisal Taurat dan Injil yang hanya tertulis
dan tidak dihafal umatnya, sehingga banyak dilakukan pemalsuan dan perubahan
terhadap isinya.
Jaminan tersebut telah
dijanjikan dalam Firman Allah SWT.
dalam surat al-Hijr ayat 9 sebagai berikut:
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya. (QS. al-Hijr: 9)
d. Menghafal al-Qur’an adalah fardu kifayah
Para ulama sepakat, bahwa menghafal al-Qur’an hukumnya adalah fardu
kifayah. Imam Badruddin bin Muhammad bin Abdullah al-Zarkasyi berpendapat bahwa
menghafal al-Qur’an adalah fardhu kifayah.
Ini berarti bahwa orang yang menghafal al-Qur’an tidak boleh
kurang dari jumlah mutawatir, yaitu suatu bacaan al-Qur’an (qira’at)
yang disampaikan oleh sejumlah perawi yang cukup, sehingga tidak akan ada
kemungkinan terjadinya pemalsuan dan pengubahan terhadap ayat-ayat suci
al-Qur’an dikarenakan sanadnya bersambung sampai Rasulullah saw.
Jika kewajiban ini telah terpenuhi oleh sejumlah orang (yang
mencapai tingkat mutawatir), maka gugurlah kewajiban tersebut dari yang
lainnya. Sebaliknya jika kewajiban ini tidak terpenuhi maka semua umat Islam
akan menanggung dosanya. Demikian pula mengajarkannya. Mengajarkan membaca al-Qur’an
adalah fardu kifayah dan merupakan ibadah yang utama. Hal ini berdasarkan sabda
Rasulullah saw.:
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ
الْقُرْأَنَ وَعَلَّمَه (روه بخارى)
Artinya:
Orang yang paling baik di antara kamu ialah orang yang mempelajari al-Qur’an
dan mengajarkannya. (HR. Bukhari)
3.
Syarat-Syarat Menghafal
Al-Qur’an
Dalam menghafal Al-Qur’an, sebelum seseorang memasuki periode
menghafal harus memenuhi syarat-syarat dalam menghafal diantaranya:
Menurut Abdul Aziz Abdul Rauf dalam bukunya yang berjudul
kiat-kiat
sukses menjadi Hafidz Qur’an daiyah
bahwa orang yang menghafal Al-Qur’an
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Merasakan keagungan
Al-Qur’an
Mental ini perlu dimiliki sebagai
penguat saat menghafal. Yakinkan diri bahwa anda sedang melakukan
sesuatu yang sangat agung dan mulia, sesuai dengan keagungan Al-Qur’an itu
sendiri dan sanjungan-sanjungan Allah SWT dan Rasulnya bagi orang yang menghafal
Al Qur’an. Dengan mental ini anda akan merasakan tidak ada keterpaksaan ketika
melakukan Hifdzul Qur’an.
b. Memiliki Ihtimam (perhatian) terhadap Al-Qur’an
Setiap calon penghafal Al-Qur’an perlu menanamkan mental ini.
Sikap ihtimam yang tinggi akan mendorongnya untuk Ihtimam di dalam menghafal walaupn ia
menghadapi segudang cobaan. Indikasi suatu pekerjaan yang telah diberi ihtimam yaitu apabila pekerjaan itu terasa
sangat perlu sekali untuk dilakukan bagaimanapun konsdisinya. Seorang penghafal
akan berusaha untuk sedekat mungkin dengan Al-Qur’an, tilawah satu juz setiap
harinya. Begitulah sikap yang harus dimiliki
setiap calon penghafal Al-Qur’an ketika berinteraksi dengan Al-Qur’an
c. Pandai Mengatur Waktu
Hal ini harus diperhatikan bagi setiap orang yang menghafal
Al-Qur’an apalagi bagi yang memiliki banyak aktivitas. Namun dengan kesungguhan
dalam mengatur waktu Insya Allah membuat anda mampu meluangkan waktu untuk Hifdzul Qur’an.
d. Tabah Menghadapi Masyaqat (kesulitan menghafal)
Tabah atau kesabaran merupakan faktor-faktor yang sangat penting
bagi orang yang sedang dalam proses menghafal Al-Qur’an. Bagi orang yang
bercita-cita tersebut tidaklah mudah karena pada hakikatnya kehidupan manusia
tidak akan terlepas dari masyaqat (kesulitan) kalau ia lulus dari masyaqat yang
satu ia akan menghadapi masyaqat yang lain.
Sedangakan menurut Ahsin W. Al-Hafidz menyatakan bahwa diantara
beberapa hal yang harus terpenuhi sebelum seseorang memasuki masa menghafal
Al-Qur’an ialah:
1.
Mampu mengosongkan benaknya
dari pikiran-pikiran dan teori-teori, atau permasalahan-permasalahan yang
sekiranya akan mengganggunya. Diantaranya mampu mengendalikan diri kita dari
perbuatan-perbuatan yang tercela, seperti ujub, riya’, dengki, iri hati dan
sebagainya.
2.
Niat yang Ikhlas
Ikhlas adalah kaidah yang paling penting dan paling utama dalam
masalah ini, sebab apabila seseorang melakukan sebuah perbuatan tanpa dasar
mencari keridhoan Allah semata, amalannya
hanya akan
sia-sia belaka.
Para Pengkaji dan Penghafal Al-Qur’an harus mengikhlaskan niatnya
dan mencari keridhaan Allah. Demikian juga dalam mempelajari dan mengajarkan
Al-Qur’an harus mengikhlaskan niatnya dan mencari keridhaan allah semata bukan
untuk pamer dihadapan manusia dan juga untuk mencari dunia.
3.
Memiliki keteguhan dan
kesabaran
Untuk senantiasa dapat melestarikan hafalan perlu keteguhan dan
kesabaran, kunci utama keberhasilan menghafal Al-Qur’an adalah ketekunan menghafal
dan mengulang ayat-ayat yang dihafalkan
4.
Istiqomah
Istiqomah disini adalah konsisten, yakni tetap menjaga keajegan
dalam prosesnya menghafal Al-Qur’an. Dengan perkataan lain, seseorang penghafal
Al-Qur’an senantiasa menjaga kontinuitas dan efisiensi terhadap waktu. Kapan
saja dan dimana saja ada waktu luang, intuisinya
segera mendorong untuk kembali kepada Al-Qur’an .
5.
Menjauhkan Diri dari Maksiat
dan Sifat-Sifat Tercela
Perbuatan maksiat dan perbuatan yang tercela harus disingkirkan
oleh seorang yang sedang dalam proses menghafal Al-Qur’an, karena sifat-sifat
tersebut merupakan penyakit hati yang akan mengganggu kelancaran menghafal
Al-Qur’an, dengan demikian maka akan terdapat keselarasan antara sikap
penghafal dengan kesucian Al-Qur’an.
6.
Mampu Membaca Dengan Baik
dan Menguasai Ilmu Tajwid
Sebelum Seorang Penghafal melangkah pada periode menghafal,
seharusnya ia terlebih dahulu meluruskan dan memperlancar bacaannya. Ini
dimaksudkan, agar calon penghafal benar-benar lurus dan lancar membacanya,
serta lisannya untuk mengucapkan fonetik Arab. Dalam hal ini akan lebih baik
seseorang yang hendak menghafalkan Al-Qur’an terlebih dahulu;
a.
Meluruskan bacaannya sesuai
dengan kaidah-kaidah Ilmu Tajwid.
b.
Memperlancar bacaannya.
c.
Membiasakan lisan dengan
fonetik Arab.
Menguasai ilmu tajwid akan membantu dan mempermudah dalam
menghafal Al-Qur’an. Karena kunikan-keunikan teknik membaca Al-Qur’an bisa
mengekalnya di dalam hati.
7.
Izin orang tua, wali atau
suami
Adanya izin dari orang tua, wali atau suami memberikan
pengertian
bahwa:
a.
Orang tua, wali atau suami
telah merelakan waktu kepada anak, istri atau orang yang dibawah perwaliannya
untuk menghafal Al-Qur’an.
b.
Merupakan dorongan moral
yang amat besar bagi tercapainya
tujuan
menghafal Al-Qur’an.
c.
Penghafal mempunyai
kebebasan dan kelonggaran waktu sehingga ia merasa bebas dari tekanan yang
menyesakkan dadanya, dengan pengertian yang besar dari orang tua, wali atau
suami maka proses menghafal menjadi lancer.
4.
Faktor-Faktor Pendukung
Menghafal Al-Qur’an
Sama halnya dengan mengahal materi pelajaran, menghafal al-Qur’an juga
ditemukan banyak hambatan dan kendala. Diantara
faktor-faktor mendukung dalam menghafal al-Qur’an adalah :
a.
Persiapan yang matang
Persiapan yang matang merupakan syarat penting bagi seseorang
menghafal al-Qur’an. Faktor persiapan sangat berkaitan dengan minat seseorang
dalam menghafal al-Qur’an. Minat yang tinggi sebagai usaha menghafal al-Qur’an
adalah modal awal seseorang mempersiapkan diri secara matang.
Persiapan personal ditunjang dengan minat yang tinggi secara tidak
langsung akan mewujudkan konsentrasi, sehingga dapat memperlancar proses
menghafal al-Qur’an secara cepat.
b.
Motivasi dan stimulus
Selain minat, motivasi dan stimulus juga harus diperharikan bagi
seseorang yang menghafal al-Qur’an. Menghafal al-Qur’an dituntut kesungguhan
khusus, pekerjaan yang berkesinambungan dan kemauan keras tanpa mengenal bosan
dan putus asa. Karena itulah motivasi yang tinggi untuk menghafal al-Qur’an
harus selalu dipupuk.
c.
Faktor usia
Menghafal al-Qur’an pada dasarnya tidak dibatasi dengan usia,
namun setidaknya usia yang ideal untuk menghafal al-Qur’an harus tetap
dipertimbangkan. Seorang yang menghafal al-Qur’an dalam usia produktif (5-20
tahun) lebih baik daripada menghafal al-Qur’an
dalam usia 30-40 .
Faktor usia
tetap harus diperhitungkan karena berkaitan dengan daya rekam (memori)
seseroang. Oleh karena itu, lebih
baik usia menghafal al-Qur’an adalah usia dini (masa anak dan remaja), karena
daya rekam yang dihasilkan sangat kuat dan daya ingat yang cukup tajam. Hal ini
adalah wajar sebab pepatah Arab sendiri menyatakan:
التّعلم
فى الصغار كالنّقش على الحجر والتّعلم فى الكبر كالنّقش على الماء
“Belajar di masa kecil bagaikan mengukir di atas batu, sedangkan belajar
di masa tua bagaikan mengukir di atas air”
d.
Manajemen waktu
Pengelolaan dan pengaturan waktu sangat penting dalam menunjang
keberhasilan menghafal al-Qur’an. Seseorang yang menghafal al-Qur’an harus
dapat memanfaatkan waktu yang dimiliki dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu,
seseorang yang menghafal al-Qur’an harus dapat memilah kapan ia harus menghafal
dan kapan ia harus melakukan aktivitas
dan kegiatan lainnya.
Sehubungan dengan manajemen waktu, Ahsin W. Al-Hafidh dalam
bukunya Bimbingan Praktis Menghafal al-Qur’an telah menginventarisir
waktu-waktu yang dianggap ideal untuk
menghafal al-Qur’an sebagai berikut:
a. Waktu sebelum fajar
b. Setelah fajar, sehingga
terbit matahari
c. Setelah bangun dari
tidur siang
d. Setelah shalat
e. Waktu di antara Maghrib
dan Isya’
e.
Intellegensi dan potensi
ingatan
Faktor intellegensi dan potensi ingatan lebih menyangkut faktor
psikologis. Seseorang yang memiliki kecerdasan dan daya ingat yang tinggi akan
lebih cepat menghafal al-Qur’an daripada seseorang yang memiliki kecerdasan di
bawah rata-rata. Namun demikian, bukan berarti berarti kecerdasan satu-satunya
faktor menentukan kemampuan seseorang menghafal al-Qur’an. Realitas
menunjukkan, bahwa banyak orang yang memiliki kecerdasan cukup tinggi tidak
dapat menghafal al-Qur’an, sedangkan banyak orang yang memiliki kecerdasan
rata-rata berhasil menghafal al-Qur’an dengan baik karena motivasi yang tinggi
dan bersungguh-sungguh.
f.
Tempat menghafal
Faktor tempat merupakan faktor penentu kecepatan seseorang dalam
menghafal al-Qur’an. Faktor tempat berkaitan dengan situasi dan kondisi
seseorang dalam menghafal al-Qur’an. Menghafalkan al-Qur’an di tempat bising
dan kumuh serta penerangan yang kurang akan sulit untuk dilakukan daripada
menghafal al-Qur’an di tempat yang tenang, nyaman dan penerangan yang cukup.
Hal ini dikarenakan, faktor tempat menghafal sangat erat kaitannya dengan
konsentrasi seseorang.
g.
Panjang dan pendek surat
atau ayat
Panjang dan pendek surat atau ayat sangat berpengaruh terhadap
kecepatan menghafal al-Qur’an. Surat atau ayat yang panjang lebih sulit untuk
dihafalkan daripada surat atau yang pendek lebih dapat dihafalkan. Namun
demikian, Abdurrahman Abdul Khaliq bahwa menghafal al-Qur’an harus menggunakan
satu mushaf, sebab penggunaan lebih dari satu mushaf akan membingungkan pola
hafalan dalam bayangannya.
5.
Strategi Menghafal Al
quran
Ada beberapa strategi atau tekhnik menghafal Al-Qur’an yang
sering
dilakukan oleh Para Penghafal, diantaranya:
a. Memahami ayat-ayat yang akan dihafal
Orang yang memahami makna dan kandungan ayat-ayat yang akan
dihafal, maka lebih mudah untuk menghafalkannya. Khususnya, ketika menghafal
surat-surat yang mengandung kisah atau ayat-ayat yang mempunyai Asbabun
Nuzul (sebab turun) yang sudah sangat
populer.
Memahami pengertian, kisah atau Asbabun
nuzul yang
terkandung dalam ayat yang dihafal merupakan unsur yang sangat mendukung dalam
mempercepat proses menghafal Al-Qur’an. Apalagi bila didukung dengan pemahaman
terhadap makna kalimat, tata bahasa, dan struktur kalimat dalam suatu ayat.
b. Sering mengulang-ulang bacaan atau ayat yang telah dihafal
Menghafal Al-Qur’an berbeda sekali dengan menghafal
hafalan-hafalan lain, seperti bait-bait, syair, natsar (prosa) dan karya-karya
sastra lainnya. Hal itu disebabkan hafalan Al-Qur’an cenderung lepas hilang
dari hati. Sebentar saja seorang Hafidz
membiarkan hafalannya, maka ia akan cepat hilang dan terlupa. Oleh
karena itu
harus selalu ada upaya mempraktekkan dan menjaganya
terus
secara kontinyu. Sebaliknya tanpa itu hafalan akan gampang
c. Tidak berpindah hafalan, sebelum benar-benar hafal
Orang yang menghafal Al-Qur’an, tidak boleh beralih pada hafalan
yang baru kecuali kalau hafalan sebelumnya benar-benar sempurna. Hal ini
dimaksudkan supaya apa yang telah dia hafal betul-betul sempurna.
d. Memulai hafalan dari Juz atau Surat yang mudah dihafal
Hal ini dilakukan agar bisa menghafalnya dengan cepat serta
menghasilkan hafalan yang baik dalam waktu yang relatif singkat. Para penghafal
Al-Qur’an bersepakat bahwa beberapa surat dari Al-Qur’an yang mudah untuk
dihafal diantaranya:
1. Juz 30 (juz ‘Amma)
2. Juz 29 (Tabaraka)
3. Surat Al-Baqarah
4. Surat Ali Imran
Secara umum umum, surat-surat tersebut adalah yang biasa kita
dengarkan dan juga banyak mengandung kisah-kisah.
e. Menggunakan Satu Mushaf
Diantara hal-hal yang benar-benar dapat membantu menghafal adalah
menggunakan satu Mushaf khusus. Karena sesungguhnya bentuk dan letak-letak ayat
dalam Mushaf itu akan dapat terpatri dalam hati disebabkan orang sering mambaca
dan melihat dalam Mushaf. Kalau seseorang yang sedang menghafal Al-Qur’an
mengubah atau mengganti mushaf yang biasa digunakan untuk menghafal, maka akan
membingungkan pola hafalan dalam bayangannya dan akan mempersulit hafalannya.
f. Membatasi Porsi Hafalan Setiap Harinya.
Wajib bagi seseorang yang hendak menghafal Al-Qur’an untuk
membatasi hafalannya dalam setiap harinya. Misalnya, hanya beberapa ayat saja,
satu halaman atau dua halaman dari
Al-Qur’an, atau seperdelapan Juz dan seterusnya. Lalu setelah membatasi hafalan
dan membenarkan bacaan, mulailah dengan melakukan pengulangan (muraja’ah)
g. Memperhatikan ayat yang serupa
Ditinjau dari aspek makna, lafal dan susunan atau struktur
bahasanya diantara ayat-ayat dalam Al-Qur’an banyak yang terdapat keserupaan
atau kemiripan, antara satu dengan yang lainnya Misalkan di dalam
Al-Qur’an ada sekitar enam ribu ayat lebih, maka dua ribu diantaranya adalah
ayat-ayat yang serupa dari segi apapun bahkan kadang kala ada yang persis sama
atau hanya ada perbedaan satu, dua atau tiga huruf atau kalimat saja. Firman Allah SWT.
اللَّهُ
نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ
جُلُودُ الَّذِينَ
يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ
تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ
يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ
“Allah akan
menurunkan perkataan yang baik (yaitu) Al-Qur’an yang serupa (mutu
ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang,
gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya. Kemudian menjadi tenang kulit dan
hati mereka diwaktu mengigat
Oleh karena itu seorang penghafal Al-Qur’an harus memberikan
perhatian khusus terhadap ayat-ayat
serupa (serupa dari
segi
lafadznya). Dengan memperhatikan yang serupa tadi maka akan
dapat
mewujudkan hafalan yang baik.
h. Disetorkan pada Seorang yang mampu
Menghafal Al-Qur’an memerlukan adanya Pembimbing yang terus
menerus dari seorang pengampu, baik untuk menambah setoran hafalan baru,
atau takrir, yakni mengulang kembali
ayat-ayat yang
telah
disetorkannya terdahulu. Jadi menghafal Al-Qur’an dengan
sistem
setoran, kepada Pengampu akan lebih baik dibanding dengan
menghafal
sendiri, serta akan memberikan hasil yang berbeda.
i.
Membuat target hafalan
Untuk melihat seberapa banyak waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan
program yang direncanakan, maka Penghafal perlu membuat target hafalan.
Misalnya satu, dua halaman atau seperdelapan juz setiap harinya. Yang paling penting bahwa target
itu
ditentukan sesuai dengan kapasitas waktu dan kemampuan menghafal, karena setiap
penghafal memiliki kemampuan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.
6.
Metode Menghafal
Al-Qur’an
Penggunaan metode dalam menghafal haruslah sesuai dengan situasi
dan kondisi. Artinya setiap penghafal haruslah menyesuaikan dengan kemampuan
dalam memilih metode yang dipakai dalam menghafal. Begitu juga dengan menghafal
Al-Qur’an. Sebelum memulai menghafal
Al-Qur’an, hendaknya memperbaiki bacaan terlebih dahulu dan memakai
metode yang tepat sesuai dengan kemampuan.
Metode menghafal secara umum dibagi menjadi tiga macam:
a. Menghafal terutama dengan melalui pandangan mata saja. Bahan
pelajaran itu dipandang atau dibaca di dalam batin denan perhatian sambil otak
bekerja untuk mengingatnya.
b. Menghafal terutama dengan pendengaran telinganya. Dalam hal ini bahwa
pelajaran itu dibaca dengan suara yang keras kemudian di dengarkan dengan
telinga, kemudian otak mengolahnya untuk dihafalkan.
c. Menghafal melalui
gerak-gerik tangan, yaitu dengan jalan menulis diatas kertas dengan alat tulis
atau dengan menggerakkan ujung jari ke atas sambil berusaha menanamkan
pelajaran dikepala.
Abdul Aziz Abdul Rouf dalam bukunya Kiat Sukses Menjadi Hafidz
Al-Qur’an Da’iyah menjelaskan tentang metode atau teknik dalam menghafal
Al-Qur’an diantaranya.
a.
Teknik memahami ayat-ayat
yang akan dihafal
Dengan teknik ini seorang penghafal Al-Qur’an dengan cara ayat
yang akan dihafalkan dipahami terlebih dahulu, setelah paham kemudian dibaca
berkali-kali sampai dapat mengingatnya.
b.
Teknik mengulang-ulang
sebelum menghafal
Dalam hal ini, sebelum mulai menghafal, seorang penghafal terlebih
dahulu membaca dengan berulang-ulang ayat-ayat yang akan dihafal. Jumlahnya
sesuai dengan kebutuhan, sebagian penghafal melakukannya sebatas 35 kali
pengulangan, setelah itu baru mulai menghafal.
c.
Teknik mendengar sebelum
menghafal.
Dengan teknik ini, penghafal hanya memerlukan keseriusan mendengar
ayat-ayat yang akan dihafal. Ayat-ayat yang akan dihafal dapat didengarkan
melalui kaset-kaset tilawah Al-Qur’an
secara berulang-ulang setelah banyak mendengarkan kemudian memulai menghafal
ayat-ayat tersebut.
d.
Teknik menulis sebelum
menghafal
Sebelum menghafal Al-Qur’an ayat-ayat yang akan dibaca ditulis
terlebih dahulu.
Sedangakan Ahsin W. Menyebutkan 5 metode menghafalkan Al-Qur’an
meliputi :
1. Metode Wahdah
Yaitu menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang hendak
dihafalkannya. Dimana setiap ayat yang akan dihafal dibaca berulang-ulang
hingga tercapai atau terbentuk gerak reflek pada lisan, setelah benar-benar
hafal kemudian dilanjutkan ayat berikutnya.
2. Metode Kitabah
Yaitu orang yang menghafal terlebih dahulu menulis ayat-ayat yang
akan dihafalkan kemudian ayat-ayat itu dibaca hingga lancar dan benar
bacaannya, lalu dihafalkan dengan metode ini akan sangat membantu dalam
mempercepat terbentuknya pola hafalan dalam bayangan.
3. Metode Sama’i
Yaitu seorang Penghafal mendengarkan sesuatu bacaan untuk
dihafalkannya. Metode ini dapat dilakukan dengan dua alternatif yaitu dengan
mendengarkan dari guru yang membimbingnya dan mendengarkan kaset secara seksama
sambil mengikutinya secara perlahan-lahan.
4. Metode Gabungan
Yaitu gabungan antara metode Wahdah dan Kitabah. Yaitu dengan cara
setelah selesai menghafal ayat yang dihafalkan, kemudian mencoba menuslikannya
di atas kertas yang telah disediakan.
5.
Metode Jami’
Yaitu cara menghafal yang dilakukan secara kolektif, ayat-ayat
yang dihafal dibaca secara kolektif atau bersama-sama, dipimpin seorang
Instruktur. Dimana instruktur itu membacakan satu atau beberapa ayat, dan
Santri menirukan secara bersama-sama.
Dengan melihat metode-metode diatas, maka penulis menyimpulkan
bahwa sebenarnya teknik atau metode apapun yang digunakan oleh penghafal
Al-Qur’an, tidak akan terlepas dari pembacaan yang diulang-ulang sampai dapat
mengucapkan tanpa melihat mushaf. Metode-metode di atas hanyalah langkah awal
yang sering dilakukan para penghafal Al-Qur’an ketika memulai menghafal agar
mendapat kemudahan. Sedangkan cara yang paling efektif, hampir tidak dapat
dipastikan karena semua metode di atas sesuai dengan selera penghafal sendiri. Jadi
yang paling efektif adalah membuat betah dan merasakan kenikmatan ketika
menghafal. Tetapi dari metode-metode itu yang paling banyak digunakan oleh
penghafal Al-Qur’an di pesantren-pesantren adalah mengamalkan metode wahdah,
karena menurut mereka metode ini adalah yang paling efektif.
B. Surat-surat
Pendek
1.
Pengertian Hafalan Surat Pendek
Hafalan
adalah (sesuatu) yang dihafalkan.Atau
serangkaian kegiatan berupa membaca, memahami dan menghafal (belajar atau ingat
di luar kepala). Sedangkan yang dimaksud dengan hafalan surat pendek disini
adalah materi yang ada dalam pembelajaran BTA (Baca Tulis Al-Qur'an) yang ada
di SD Negeri Karangasem Kecamatan Batang. Dengan kata lain, para siswa di SD
Negeri Karangasem Kecamatan Batang dalam
pembelajaran BTA ada materi yang berisi hafalan surat pendek (biasanya di sebut juz ‘amma atau juz ketiga puluh dari
al-Qur'an al-Karim, yakni surat Ad Dhuha sampai dengan surat an-Nas).
Adapun
yang dimaksud dengan hafalan surat pendek dalam penelitian ini adalah kemampuan
para siswa SD Negeri Karangasem Kecamatan Batang, dimana aktifitas tersebut
memuat materi-materi yang dapat meningkatkan kemampuan dalam membaca al-Qur’an dalam
kehidupn sehari-hari maupun jenjang pendidikan selanjutnya ( SMP, SMA atau pun
perguruan tinggi). Di samping itu juga bertujuan untuk meningkatkan pembacaan
al-Qur’an mengembangkan ilmu-ilmu yang lain.
Keaktifan
hafalan surat pendek ini sangat membantu sekali kepada para siswa untuk
meningkatkan dan mengembangkan kemampuan membaca al-Qur’an, karena dengan
mengikuti kegiatan ini para siswa secara langsung maupun tidak langsung akan
mengamalkan dan mempraktekkan apa yang diperolehnya dari kegiatan tersebut
kedalam kehidupan mereka sehari-hari.
2.
Dasar dan Tujuan Hafalan Surat
Pendek
Adapun
dasar dari hafalan surat pendek yaitu, sebagaimana kita ketahui pengertian
hafalan surat pendek yaitu menghafalkan surat-surat pendek yang telah
ditentukan batasannya. Disamping itu Allah SWT berfirman di dalam al-Qur’an
surat al-Alaq ayat 1-5:
اقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
خَلَقَ
الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
اقْرَأْ
وَرَبُّكَ الأكْرَم الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ
يَعْلَمْ
“Bacalah! dengan
menyebut nama Tuhaanmu (Allah) yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah!
dan Tuhanmu yang Maha Pemurah yang telah mengajarkan manusia dengan qolam
(melalui tulis baca). Dialah yang
mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak diketahuinya”. (QS. Al-Alaq: 1-5)
Di
dalam hadist, Nabi Muhammad SAW memerintahkan umatnya untuk memelihara
al-Qur’an dengan cara membaca, tadarusan, memahami, menghayati, menghafalkan
dan mengamalkan isi kandungannya.
Disamping
anjuran dari al-Qur'an dan hadits Nabi
Muhammad SAW.
Dasar
lain yang mendasari hafalan surat pendek adalah kurikulum yang ada di
sekolah-sekolah formal, dalam pembelajaran BTA (baca tulis al-Qur'an) salah
satu materinya adalah menghafal surat pendek (Juz ‘Amma), disamping qiro’ah,
kitabah, menghafalkan do’a dan praktek ibadah. Jadi bisa dikatakan bahwa
menghafal surat pendek di sekolah merupakan suatu keharusan, karena sudah
menjadi kurikulum muatan lokal yang sudah ditetapkan.
Dari
pengertian dalil-dalil di atas dapat di ambil penjelasan bahwasanya membaca
al-Qur’an itu merupakan keharusan bagi umat Islam, karena dengan membaca
ayat-ayat Allah baik yang tersurat
maupun yang tersirat kita akan mengetahui sesuatu yang belum kita ketahui.
Sedangkan berkumpul dengan membaca al-Qur’an dan mempelajarinya merupakan
anjuran Nabi yang mempunyai keistimewaan dan keutamaan. Disamping membaca dan mempelajarinya juga
disunnahkan dan dianjurkan untuk menghafalkannya, karena begitu banyak manfaat
dan fadhilah bagi orang yang hafal al-Qur'an.
Sebagaimana
halnya yang dilakukan oleh para siswa di sekolah formal seperti di SMP, SMU atau
sederajat, mengadakan hafalan surat pendek yang bertujuan untuk membaca
sura-surat pendek dari al-Qur’an (Juz ‘Amma), mempelajarinya dengan baik dan
seksama kemudian menghafalkannya.
Sedangkan
tujuan menghafal surat pendek yang dilaksanakan oleh para siswa adalah untuk:
a. Memelihara
dan mempertahankan kemampuan membaca juz ‘amma yang didapat dari bangku
sekolah.
b. Meningkatkan
dan memperdalam kemampuan membaca juz ‘amma dan menghafalkannya.
c. Mempelajari ilmu pengetahuan yang lain
seperti, belajar tahlil, dan belajar MC, dan lain-lain.
d. Memberikan
wadah atau sarana untuk kegiatan yang positif bagi para siswa.
e. Membina
perilaku agar para siswa mempunyai perilaku atau akhlak yang baik.
f. Mempersiapkan
generasi yang siap menghadapi kehidupan
di masyarakat
C. Indikator
Kemampuan Menghafal Al Qur’an
Ada beberapa kriteria yang digunakan untuk menilai
kemampuan menghafal Al Qur’an, secara
umum dapat dijelaskan bahwa kriteria kemampuan menghafal al-Quran adalah :
1.
Menguasai makharijul huruf, yaitu
keluarnya bunyi huruf dari mulut.
2.
Menguasai tajwid, antara lain hukum nun mati atau tanwin ( idzhar halqi, ikhfa
haqiqi, idgham bighunnah, idgam bila ghunnah, iqlab ), hukum mim sukun ( idgham
mimi, idzhar syafawi, ikhfa syafawi) ghunnah musyaddadah, mad, lafal
jalalah, qalqalah, al qamariyah dan syamsiyah, dan hukum tajwid lainya.
3.
Benar dan lancar
4.
Tartil yaitu membaca dengan pelan-pelan
per huruf.
Dari kriteria di atas peneliti menggunakan tiga
indikator yaitu :
a. Kelancaran
Kelancaran berasal dari kata lancar yang
diberi imbuhan ke dan an yang berarti cepat, kencang ( tidak tersangkut-sangkut), tidak
tersendat-sendat.
Maksudnya adalah dalam menghafal Al Qur’an anak dapat membaca lancar, tidak
tersendat-sendat, tidak tersangku-sangkut, sehingga kelancaran dikatakan sebagai salah satu indikator kemampuan
menghafal Al Qur’an santri.
b. Kafasihan
Fasih adalah susunan kata-kata yang indah dan tidak terdapat kejanggalan
dalam menyebutkan huruf.
Fasih sangat berkaitan dengan pengucapan lisan dan makharijul huruf, sebagaimana
arti kata fasih itu berasal dari kata fashaha yang artinya berbicara
dengan fasih, peta lidah.
Anak dikatakan mampu menghafal Al Qur’an apabila ia dapat berbicara dan membaca
dengan fasih.
Tingkat kefasihan dalam membaca Al
Qur’an ada empat macam, sebagaimana yang telah disepakati oleh ahli tajwid,
antara lain:
1) Tahqiq
Yaitu menghafal Al Qur’an dengan
menempatkan hak-hak huruf (makharijul
huruf, sifatul huruf, mad, qosr, tarqiq, tahkim, dsb.) yang semestinya,
sambil mencermati/meresapi arti dan
maknanya bagi yang telah mampu.
2) Tartil
Menghafal Al Qur’an dengan
berlahan-lahan (tidak tergesa-gesa) sambil mencermati/meresapi arti dan makna
bagi yang telah mampu.
3) Tadwir
Membaca Al Qur’an dengan sedang, antara
cepat dan perlahan-lahan.
4) Hadr
Membaca alquran dengan cepat
Keempat cara membaca atau menghafal Al
Qur’an tersebut wajib menggunakan tajwid dengan menyesuaikan bacaanya (tahqiq,
tartil, tadwir, dan hadr )
c. Penguasaan Tajwid
Tajwid menurut bahasa ( etimologi )
adalah mendatangkan atau membaca dengan baik, sedang menurut Hasani Syaikh
Usman ilmu tajwid adalah :
علم
التّجويد هو علم يعرف به كيفية النّطق بالكلمة القرأنية
Ilmu untuk mengetahui cara
mengucapkan kalimat-kalimat al Qur’an
Hukum
mempelajarinya fardhu kifayah, artinya satu kelompok manusia/desa cukup
beberapa orang yang mempelajarinya; apabila telah ada, maka gugurlah dosa dari
seluruh warga kelompok/desa tersebut. Dan hukum mengamalkannya fardhu ’ain,
artinya tiap-tiap kaum muslimin ketika membaca Al Qur’an wajib
menggunakan tajwid.
Sebagaimana
yang dijelskan dalam kitab Jazariyah yang ditulis oleh Syeh Abil Khair
Syamsuddin Muhammad bin Muhammad al Jaziry sebagai berikut :
Mengamalkan
ilmu tajwid adalah merupakan kewajiban yang pasti (fardhu ‘ain), barang siapa
yang tidak menggunakan (tajwid) ketika
membaca alquran, maka ia berdosa.