Tulisan kali ini adalah lanjutan dari Meningkatkan Kemampuan Membaa Melalui Cerita Bergambar. Pada tulisan kali ini lebih membahas tentang kajian pustaka. Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menjadi salah satu sumber refrensi bagi yang sedang membuat tugas kuliah ataupun sedang membuat tugas akhir. selamat membaca!
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A. Hasil
Penenlitian yang Relevan
Hasil
penelitian dari Suparmi (2008) dalam Pemanfaatan Buku Cerita Bergambar
Terhadap Kemampuan Membaca Kelas II di
SD Suroloyo, yang peserta didiknya mengalami peningkatan kemampuan
membaca dengan hasil ketuntasan pembelajaran mencapai 89%.
Penelitian
dari Umi Saadah (2010) dalam Penggunaan Buku Cerita Bergambar Untuk
Meningkatkan Kemampuan Membaca Awal Anak Kelompok B di TK PGRI Sladi
Kejayan. Penelitian ini menunjukkan
bahwa ada peningkatan pada pelaksanaan pembelaajaran dari tahap pra tindakan
yang kurang baik atau mencapai 47, 65 %.
Siklus I cukup baik atau mencapai
69,9%, pada siklus II sangat baik yaitu mencapai 85,1 % dari jumlah siswa 20
anak.
Penelitian
dari Puji Lestari (2012) yang berjudul Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca
Siswa Kelas II Pada Tema Peristiwa Dengan Menggunakan Buku Cerita Bergambar di
Perpustakaan SDN 04 Getas Kaloran Temanggung Semester 2 Tahun 2011/2012. Penelitian
ini menunjukkan bahwa pada tahap pra siklus ketuntasan siswa mencapai 40% dan yang tidak tuntas
mencapai 60 %. Pada tahap siklus 1 siswa yang tuntas siswa mencapai 60% dan
yang tidak tuntas mencapai 40 %. Sedangkan pada siklus 2 ketuntasan siswa
mencapai 86,7 % dan yang tidak tuntas 13,3 %.
Dari
uraian di atas dapat dikaji bahwa penggunaan buku cerita bergambar untuk
belajar membaca terbukti efekti. Efektifitasnya
tersebut dapat dilihat dari penggunaan buku cerita bergambar dapat
memotivasi siswa untuk belajar dengan gembira dan aktif. Buku cerita bergambar
dalam pembelajaran memang layak digunakan sebagai salah satu upaya seorang guru
untuk meningkatkan kemampuan membaca para siswanya.
Dapat
disimpulkan bahwa buku cerita bergambar dapat memotivasi siswa untuk belajar
gembira, aktif, bebas dan produktif. Sehingga kendala malu, takut, minder yang
biasa muncul dapat teratasi. Kemampuan membaca mereka pun meningkatkan dan akan
meningkatkan hasil ketuntasan belajar mereka pula.
B. Kemampuan
Membaca
1. Pengertian
Membaca
Membaca merupakan suatu kesatuan
kegiatan yang terpadu yang mencakup beberapa kegiatan seperti mengenali huruf
dan kata, menghubungkannya dengan bunyi serta maknanya, serta menarik
kesimpulan mengenai maksud bacaan. Kemampuan membaca merupakan kemampuan yang
kompleks yang menuntut kerjasama antara sejumlah kemampuan. Untuk dapat membaca
suatu bacaan, seseorang harus dapat menggunakan pengetahuan yang sudah
dimilikinya.
Menurut Hodgson dalam Henry Guntur
Tarigan (1994:7) mengemukakan bahwa:
Membaca adalah
suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh
pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa
tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelmpok kata yang merupakan suatu
kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata
secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, maka
pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan
proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik.
Pada waktu membaca, mata mengenali
kata sementara pikiran menghubungkan dengan maknanya. Makna kata dihubungkan
satu sama lain menjadi makna frase, klausa, kalimat dan akhirnya makna seluruh
bacaan. Pemahaman akan makna bacaan ini tidak mungkin terjadi tanpa pengetahuan
yang telah dimiliki dahulu, misalnya tentang konsep-konsep yang terdapat di
dalam bacaan, tentang bentuk kata-kata, struktur kalimat, ungkapan dan
sebagainya. Dengan singkat, pada waktu membaca, pikiran sekaligus memproses
informasi grafonik, yang menyangkut hubungan antara tulisan dan bunyi bahasa,
informasi sintaksis, yaitu yang berhubungan dengan strukutur kalimat, serta
informasi semantik, dan menyangkut aspek makna. Ciri- ciri membaca, antara
lain:
1.
Membaca adalah proses konstruktif
Tak ada satu tulisan pun yang dapat dipahami dan
ditafsirkan tanpa bantuan latar belakang pengetahuan dan pengalaman pembaca.
Pengertian atau pemahaman pembaca mengenai suatu tulisan merupakan hasil
pengolahan berdasarkan informasi yang terdapat dalam tulisan dipadukan dengan
pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki.
2.
Membaca harus lancar
Kelancaran membaca ditentukan oleh kesanggupan pembaca
mengenali kata-kata. Artinya, pembaca harus dapat menghubungkan tulisan dengan
maknanya.
3.
Membaca harus dilakukan dengan strategi yang tepat
Pembaca yang terampil dengan sendirinya akan
menyesuaikan strategi membaca dengan taraf kesulitan tulisan, pengenalannya
tentang topik yang dibaca, serta tujuan membacanya. Ia akan memanfaatkan
pengetahuan yang dimilikinya berkenaan dengan topik itu dan memantau pemahannya
tentang bacaan yang dihadapinya, serta menyesuaikan strateginya bila ia tidak
berhasil memahaminya. Pembaca yang terampil dengan cepat akan dapat menangkap
jika ada kalimat atau informasi yang tidak relevan (sumbang) dalam bacaannya,
sedangkan pembaca yang belum terampil
tidak dapat melihatnya. Kemampuan menangkap butir- butir dalam bacaan merupakan
salah satu aspek yang membantu pembaca mengendalikan cara atau strategi
membacanya.
Aspek pengendalian lain dalam membaca ialah kemampuan
melakukan tindakan perbaikan jika pembaca mengalami kesulitan atau kegagalan
dalam memahami bacaan. Pembaca yang terampil tahu apa yang harus dilakukannya.
Ia dapat memilih salah satu cara untuk mengatasi kesulitan atau kegagalan itu,
yaitu (a) membiarkan masalahnya dengan harapan bahwa penjelasan tentang hal itu
akan diperoleh pada bagian selanjutnya, (b) membaca ulang bagian yang menjadi
masalah, atau (c) mencari informasi dan sumber lain.
4.
Membaca memerlukan motivasi
Motivasi merupakan kunci keberhasilan dalam belajar
membaca. Membaca pada dasarnya adalah sesuatu yang menyenangkan. Akan tetapi,
pengajaran membaca mungkin membosankan, lebih-lebih bagi siswa yang seringkali
menemui kegagalan.
5.
Membaca merupakan keterampilan yang harus dikembangkan secara
berkesinambungan
Keterampilan
itu tidak dapat diperoleh secara mendadak atau dalam waktu singkat dan untuk
selamanya. Keterampilan itu diperoleh mealui belajar, tahap demi tahap, dalam
waktu yang panjang secara terus-menerus. Broughton dalam Henry Guntur Tarigan
(1994:10-11) “membaca adalah suatu keterampilan yang kompleks, yang rumit, yang
mencakup atau melibatkan serangkaian keterampilan-keterampilan yang lebih
kecil”. Dengan perkataan lain, keterampilan membaca mencakup tiga komponen,
yaitu:
a.
Pengenalan terhadap aksara serta tanda tanda baca
b.
Korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang
formal
c.
Hubungan lebih lanjut dari a dan b dengan makna atau meaning
Dari uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan membaca itu merupakan suatu proses
yang kompleks atau banyak aspek dan melibatkan aktivitas fisik serta mental,
diperlukan pemanfaatan pengetahuan yang telah ada untuk menafsirkan makna,
membentuk makna baru dalam sistem pengetahuan atau pengalaman yang telah
dimiliki, kegiatan membaca juga dipengaruhi oleh banyak faktor. Dalam hal ini
indikator yang peneliti ambil adalah kelancaran dari teori ini adalah
Kelancaran membaca ditentukan oleh kesanggupan pembaca mengenali kata-kata.
Artinya, siswa harus dapat menghubungkan tulisan dengan maknanya.
2. Tujuan
Membaca
Bagi
lingkungan masyarakat tertentu, membaca merupakan sebagian kegiatan sehari-hari
yang dilakukan sebagai kebiasaan atau bahkan kebutuhan disamping kebutuhan
pokok lainnya seperti makan dan minum. Lingkungan tersebut adalah lingkungan
terpelajar seperti para cendekiawan, para pejabat pemerintah, pengusaha besar,
wartawan, guru, mahasiswa, penulis dan sebagainya.
Bagi
lingkungan masyarakat lain, kegiatan membaca mempunyai makna yang berbeda.
Makna ini bersangkutan dengan latar belakang pendidikan, keadaan sosial
ekonomi, serta profesi. Tujuan membaca memang sangat beragam, tergantung pada
situasi dan berbagai kondisi pembaca. Secara umum tujuan ini dapat dibedakan
sebagai berikut:
a.
Mendapatkan informasi
Informasi yang dimaksud mencakup informasi tentang
fakta dan kejadian sehari-hari sampai informasi tingkat tinggi tentang teori-teori
serta penemuan dan temuan ilmiah yang canggih. Tujuan ini mungkin berkaitan
dengan keinginan pembaca untuk mengembangkan diri.
b.
Agar citra dirinya meningkat
Mereka ini mungkin membaca karya para penulis
kenamaan, bukan karena berminat terhadap karya tersebut melainkan agar orang
memberikan nilai positif terhadap diri mereka. Tentu saja kegiatan membaca bagi
orang-orang semacam ini sama sekali bukan merupakan kebiasaan, tetapi hanya dilakukan
sekali-kali di depan orang lain.
c.
Untuk melepaskan diri dari kenyataan
Misalnya, pada saat ia merasa jenuh, sedih, bahkan
putus asa. Dalam hal ini membaca dapat merupakan submilasi atau penyaluran yang
positif, apalagi jika bacaan yang dipilihnya adalah bacaan yang bermanfaat yang
sesuai dengan situasi yang sedang dihadapinya.
d.
Rekreatif
Untuk mendapatkan kesenangan atau hiburan, seperti
halnya menonton film atau bertamasya. Bacaan yang dipilih untuk tujuan ini
ialah bacaan-bacaan ringan atau jenis yang disukainya, misalnya cerita tentang
cinta, detektif, petulangan, dan sebagainya.
e.
Tanpa tujuan apa-apa
Kemungkinan lain, orang membaca hanya karena iseng,
tidak tahu apa yang akan dilakukan; jadi hanya untuk merintang waktu. Dalam
situasi iseng itu, orang tidak memilih atau menentukan bacaan; apa saja dibaca.
Kegiatan membaca seperti ini tentu lebih baik dilakukan dari pada pekerjaan
iseng yang merusak atau bersifat negatif.
f.
Tujuan membaca yang tinggi ialah untuk mencari nilai-nilai keindahan atau
pengalaman estetis dan nilai-nilai kehidupan lainnya.
Sedangkan
menurut Anderson dalam Henry Guntur Tarigan (1994:9-10) mengemukakan beberapa
tujuan membaca, yaitu:
1)
Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading
for details or facts).
2)
Membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas).
3)
Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita (reading
for sequence or organization).
4)
Membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for inference).
5)
Membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan (reading
to classify).
6)
Membaca menilai, membaca mengevaluasi (reading to evaluate).
7)
Membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan (reading to compare
or contrast).
Berdasar
uraian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa tujuan membaca antara lain:
untuk mendapatkan informasi berupa fakta, ide utama dan urutan cerita; agar
citra diri meningkat; melepaskan diri dari kenyataan; rekreatif dan tanpa tujuan. Sedangkan yang
penulis ambil dari teori ini adalah tujuan membaca untuk mendapatkan informasi,
artinya ketika siswa sudah membaca sebuah bacaan, mereka akan mendapat
informasi yang berguna untuk menjawab permasalahan mereka.
3. Jenis
Kegiatan Membaca
Menurut
Henry Guntur Tarigan ( 1990:13) Berkaitan
dengan jenis-jenis membaca ditinjau dari bersuara atau tidaknya si pembaca
ketika dia membaca dapat dibagi menjadi dua, yaitu membaca nyaring dan membaca
dalam hati. Penjelasan ini didasarkan pada perbedaan tujuan yang hendak
dicapai. yaitu
a. Membaca
nyaring
Membaca nyaring adalah suatu
aktivitas atau kegiatan yang merupakan alat bagi guru, siswa, ataupun pembaca
bersama-sama dengan orang lain atau pendengar untuk menangkap serta memahami
informasi, pikiran, dan perasaan seorang pengarang.
b. Membaca
dalam hati
Membaca dalam yaitu kegiatan
membaca yang hanya mengandalkan kemampuan visual, pemahaman, serta ingatan
dalam menghadapi bacaan, tanpa mengeluarkan suara atau menggerakkan bibir (Yeti
Mulyati) Selain dianggap mengganggu
orang lain, membaca dalam hati juga jauh lebih cepat dibandingkan dengan
membaca bersuara. Menurut Tarigan, secara garis besar membaca dalam hati
terbagi atas membaca intensif dan membaca ekstensif.
1)
Membaca Ekstensif
Membaca ekstensif berarti membaca
secara luas. Tujuan membaca ekstensif adalah untuk memahami isi bacaan dengan
cepat.
Membaca ekstensif ini meliputi pula
:
a)
Membaca survei
Sebelum membaca biasanya kita
meneliti terlebih dahulu apa yang hendak kita telaah. Bahkan kita mensurvei
bahan bacaan yang akan dipelajari.
b)
Membaca sekilas
Membaca sekilas atau skinning adalah sejenis membaca yang
membuat mata kita bergerak dengan cepat melihat, memperhatikan bahan tertulis
untuk mendapatkan informasi.
c)
Membaca dangkal
Membaca dangkal atau seperficial reading bertujuan untuk
memperoleh pemahaman yang dangkal dan tidak bersifat mendalami suatu bacaan.
2)
Membaca Intensif
Membaca intensif atau intensive reading adalah membaca dengan penuh kesungguhan
agar memperoleh pemahaman pada suatu bacaan. Menurut Tarigan pada hakikatnya
memerlukan bahan bacaan yang singkat. Dalam membaca intensif dituntut adanya
suatu pemahaman yang mendalam serta terperinci terhadap suatu bahan bacaan.
Tingkat pemahaman ini berhubungan erat dengan kecepatan membaca. Kecepatan
membaca akan menurun kalau kedalaman serta keterperincian pemahaman semakin
bertambah atau meningkat.
Membaca intensif mempunyai beberapa
kelompok
a)
Membaca telaah isi
Membaca telaah isi merupakan
kegiatan pemahaman yang dilakukan setelah mendapatkan bahan bacaan yang
menarik.. membaca telaah isi juga menuntut ketelitian, pemahaman, kekritisan
berpikir, serta ketrampilan menangkap suatu ide pada bahan bacaan tersebut.
b)
Membaca telaah bahasa
Membaca telaah bahasa merupakan
kegiatan membaca yang menuntut adanya suatu pemahaman yang sangat mendalam pada
bahasa yang membangun bacaan yang terdiri dari isi dan bacaan.
C. Buku
Cerita Bergambar
1.
Pengertian Cerita Bergambar
Cerita bergambar sebagai media grafis yang
dipergunakan dalam pembelajaran,
memiliki pengertian praktis, yaitu dapat mengkomunikasikan fakta-fakta dan gagasan-gagasan
secara jelas dan kuat melalui perpaduan antara pengungkapan kata-kata dan
gambar. Mitchell dalam Faizah (2009: 252) mengatakan, “Picture storybooks
are books in which the picture and text are tightly intertwined. Neither the
pictures nor the words are selfsufficient; they need each other to tell the
story”. Pernyataan tersebut memiliki makna bahwa buku cerita bergambar
adalah buku yang di dalamnya terdapat gambar dan kata-kata, di mana gambar dan
kata-kata tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling bergantung agar
menjadi sebuah kesatuan cerita.
Rothlein dan Meinbach dalam Faizah (2009:252) mengemukakan bahwa “a picture storybooks
conveys its message through illustrations and written text; both elements are
equally important to the story”. Ungkapan ini mengandung pengertian bahwa
buku cerita bergambar adalah buku yang memuat pesan melalaui ilustrasi yang
berupa gambar dan tulisan. Gambar dan tulisan tersebut merupakan kesatuan. Beberapa karakteristik buku cerita bergambar
menurut Sutherland dalam Faizah (2009:252) antara lain adalah:
1)
buku cerita bergambar bersifat ringkas dan langsung;
2)
buku cerita bergambar berisi konsep-konsep yang berseri;
3)
konsep yang ditulis dapat difahami oleh anak-anak;
4)
gaya penulisannya sederhana;
5)
terdapat ilustrasi yang melengkapi teks.
Berdasarkan beberapa definisi di atas jelas bahwa
cerita bergambar adalah sebuah cerita ditulis dengan gaya bahasa ringan,
cenderung dengan gaya obrolan, dilengkapi dengan gambar yang merupakan kesatuan
dari cerita untuk menyampaikan fakta atau gagasan tertentu. Cerita dalam cerita
bergambar juga seringkali berkenaan dengan pribadi/pengalaman pribadi sehingga
pembaca mudah mengidentifikasikan dirinya melalui perasaan serta tindakan
dirinya melalui perwatakan tokoh-tokoh utamanya. Buku cerita bergambar memuat
pesan melalui ilustrasi dan teks tertulis. Kedua elemen ini merupakan elemen penting pada
cerita. Buku-buku ini memuat berbagai tema yang sering didasarkan pada
pengalaman kehidupan sehari-hari anak.
Karakter dalam buku ini dapat berupa manusia dan binatang.
2.
Urgensi Cerita Pada Anak
Pengkajian anak secara saintifik dengan
distorsi minimal terhadap interpretasi penghayatannya memerlukan pendekatan
yang subjektif dalam arti: memahami anak sedemikian, sehingga dapat menerobos
ke dalam penghayatan pengalamannya. Satu-satunya jalan adalah “memasuki dunia
anak itu melalui cerita sesuai dengan dunia anak”, sehingga terjadi pertemuan
dan keterlibatan emosi, pemahaman dan keterlibatan mental antara yang bercerita
dengan anak. Dengan demikian, terwujudlah pengalaman dua sisi (two- sided experience) antara yang
bercerita dengan si anak.
Cerita merupakan wahana yang ampuh untuk mewujudkan
pertemuan (encounters) seperti itu. Keasyikan dalam meyelami substansi
cerita, apalagi si pencerita dapat demikian dalam menyelami materinya sehingga
memasuki dunia minat (center of interest) anak tersebut, dan
menghasilkan penghayatan pengalaman yang paling mendalam (peakexperience). Terjadinya
pertemuan tersebut merupakan peluang untuk menginporasikan segi- segi
paedagogis dalam ceritera tersebut. Sehingga tanpa disadari cerita tersebut
mempengaruhi perkembangan pribadinya,
membentuk sikap- sikap moral dan keteladanan.
Menurut Abdul Aziz Abdul Majid (2002 : 4-5) menyatakan
bahwa:
Dalam cerita terdapat ide, tujuan, imajinasi, bahasa, dan gaya bahasa. Unsur unsur tersebut berpengaruh dalam
pembentukan pribadi anak. Dari sinilah
tumbuh kepentingan untuk mengambil manfaat dari cerita di sekolah,
pentingnya cerita, dan bagaimana cara
menyampaikannya pada anak. Oleh karena itu, penetapan pelajaran bercerita pada
masa awal sekolah dasar adalah bagian terpenting dari pendidikan.
Sedangkan
menurut Kieran (2009:3) menyatakan bahwa:
Cerita merupakan salah satu alat kognisi paling ampuh yang dimiliki oleh
para siswa, yang tersedia untuk keterlibatan imajinatif dengan ilmu
pengetahuan. Cerita membentuk pemahaman emosional kita terhadap isi. Cerita
dapat membentuk isi dunia nyata dan juga materi fiksional. Pembentukan cerita dunia nyata inilah yang
menjanjikan nilai paling besar dari pengajaran.
Urgensi cerita pada anak, terutama cerita yang
bernilai tauhid dan akhlak anak mendekatkan anak pada nilai-nilai fitrahNya.
Sebaliknya, cerita asing dapat positif
dan negatif. Pengaruh positif terkait dengan perluasan wawasan pengetahuan,
sedangkan pengaruh negatif terjadi apabila mengandung unsur kekerasan serta
anti sosial yang akan meracuni kehidupan kejiwaan anak.
3.
Kelebihan dan Kekurangan Media Gambar
Buku cerita
bergambar mempunyai beberapa kelebihan diantaranya adalah
a. Peran pokok dari buku cerita bergambar dalam intruksional adalah kemampuan
dalam menciptakan minat peserta didik.
b. Membimbing minat membaca yang menarik pada peserta
didik.
c. Melalui bimbingan guru buku cerita bergambar dapat
berfungsi sebagai jembatan untuk menambah minat baca.
d. Mempermudahkan anak didik menangkap hal-hal atau
rumusan yang abstrak.
e. Dapat mengembangkan minat baca anak.
Sedangkan kelemahan menggunakan buku cerita bergambar
adalah
a.
Guru harus menggunakan motivasi pontensional dari buku cerita bergambar
apabila minat baca telah dibangkitkan dan buku cerita bergambar harus di
lengkapi.
b.
Banyak aksi-aksi yang menonjol kekerasan atau tingkah laku yang kurang baik
Dari uraiaan di atas jelas bahwa alasan kenapa buku
cerita bergambar digunakan dalam meningkatkan keterampilan membaca karena dalam
proses keterampilan membaca buku cerita bergambar dapat meningkatkan dan
memotivasi siswa dalam belajar membaca dengan gembira, bebas, aktif dan
produktif, dalam meningkatkan keterampilan membaca melalui buku cerita
bergambar ini sehingga siswa tertarik minat membacanya dalam melihat
gambar-gambar bercerita yang ditampilkan didalam buku cerita bergambar.
1 komentar so far
Trimakasih bermanfaat sekali
EmoticonEmoticon