Jumat, 06 Januari 2017

KEMAMPUAN MENGHAFAL ALQURAN SURAT-SURAT PENDEK

Tags




       A.    Kemampuan Menghafal Al Quran
1.      Pengertian Kemampuan Menghafal Al Quran
Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan, yang berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (sanggup untuk melakukan sesuatu).[1] Sumadi Suryabrata mengutip  dari Woodworth dan Morgais mendefinisikan ability (kemampuan) pada tiga arti yaitu :
a.         Achievment, yang merupakan actual ability, yang dapat diukur langsung dengan alat atau test tertentu.
b.         Capacity, yang merupakan  potensial  ability, yang dapat diukur secara tidak langsung dengan melalui pengukuran terhadap kecakapan individu, di mana kecakapan ini berkembang dengan berpaduan antara dasar dengan training yang intensif dan pengalaman.
c.         Aptidute, yaitu kualitas yang hanya dapat diungkap atau diukur dengan tes khusus yang sengaja dibuat untuk itu.[2]
Dari pernyataan tersebut di atas dapat diambil pengertian bahwa kemampuan adalah potensi yang  dimiliki daya kecakapan untuk melaksanakan suatu perbuatan, baik fisik maupun mental dan dalam prosesnya diperlukan latihan yang intensif di samping dasar dan pengalaman yang telah ada.
Adapun menghafal al-Qur’an pada dasarnya merupakan proses panjang yang membutuhkan waktu luang, kesungguhan dan keseriusan. Sebelum menjelaskan lebih banyak tentang menghafal al-Qur’an alangkah baiknya jika dipahami terlebih dahulu definisi dan pengertian menghafal al-Qur’an, karena dengan memahami pengertian menghafal al-Qur’an, maka dapat dijadikan sebagai gambaran awal untuk mengetahui sekaligus memahami kaidah dasar dalam menghafal al-Qur’an.
Menghafal al-Qur’an adalah satu istilah terdiri dari dua suku kata yang masing-masing berdiri sendiri serta memiliki makna yang berbeda. Pertama, “menghafal” berasal dari bahasa Indonesia bentukan dari kata kerja “hafal”, mendapat awalan “me” menjadi “menghafal” yang berarti ‘usaha untuk meresapkan sesuatu ke dalam pikiran agar selalu ingat, sehingga dapat mengucapkannya kembali di luar kepala dengan tanpa melihat buku atau catatan’.[3] Oleh karena itu, hafal berarti lawan dari lupa, yaitu selalu ingat dan sedikit lupa.[4]
James Deese dan Stewart H. Hulse mendefinisikan menghafal adalah:
… retention refers to the extent to which material originally learned is still retained, and for getting to the portion lost.[5]Artinya, ingatan mengacu pada tingkat mempelajari materi yang pada awalnya masih ditahan dan untuk mencapai porsi hilang.
 Secara etimologis al-Qur’an berarti “bacaan” atau yang dibaca.[6] Kata tersebut berasal qara’a (قرأ) yang berarti membaca.[7] Al-Qur’an sendirimemiliki pengertian yang   sangat   luas  tergantung  sudut  pandang  para  ahli  memahami  kata al-Qur’an. Sa’id Abd al-‘Azim mendefinisikan al-Qur’an sebagai berikut :
 هوكلام الله أنزله على رسوله وتعبدنا بتلاوته[8]
 Artinya : “Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada utusannya dan menjadi ibadah bagi yang membacanya.
Definisi yang lain Al-Qur’an adalah kalam Allah yang bernilai mukjizat, yang diturunkan kepada penutup para nabi dan rasul dengan perantara malaikat jibril, diriwayatkan kepada kita dengan mutawatir, membaca terhitung sebagai ibadah dan tidak akan ditolak kebenarannya.[9]
Dari pengertian “menghafal” dan “al-Qur’an” tersebut dapat diambil pengertian, bahwa menghafal al-Qur’an adalah suatu proses untuk mengjaga dan memelihara al-Qur’an diluar kepala (mengingat) dengan baik dan benar dengan syarat dan tata cara telah ditentukan.
2.      Dasar Menghafal al-Qur’an
Menghafal al-Qur’an memiliki nilai penting dalam upaya melestarikan   dan   menjaga   kemurniaan   al-Qur’an. Oleh  karena  itu, al-Qur’an sendiri telah menjamin dan memberikan imbalan bagi orang yang hafal al-Qur’an.
Diantara yang menjadi dasar menghafal al Quran adalah :
a.    Al Quran diturunkan kepada nabi Muhammad melalui hafalan
Al-Qur’an diterima Nabi Muhammad saw. melalui malaikat Jibril tidak berupa tulisan (teks), namun berupa suara yang harus dilafalkan kembali. Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT. dalam surat al-Syu’ara’ ayat 192-195 sebagai berikut:
نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الأمِينُ وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ
بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ  عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِين
(192) Dan sesungguhnya Al Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam; (193) dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al Amin (Jibril); (194) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan,(195) dengan bahasa Arab yang jelas.[10]
b.    Hikmah diturunkan al-Qur’an secara berangsur-angsur merupakan isyarat dan dorongan untuk menghafal al-Qur’an.
Turunnya al-Qur’an secara berangsur-angsur merupakan isyarat untuk menghafal al-Qur’an. Hal tersebut mungkin sebagai rahasia ilahi agar al-Qur’an mudah dihafal. Seandainya al-Qur’an turun secara keseluruhan (30 Juz), maka al-Qur’an akan sulit untuk dihafalkan, karena memori manusia sangat  terbatas. Hal ini secara jelas difirmankan dalam Surat al-Qamar ayat 17 sebagai berikut:
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?[11]
c.    Jaminan kemurniaan al-Qur’an dari usaha pemalsuan.
Allah SWT telah menjamin kemurnian al-Qur’an sampai hari kiamat melalui kemudahan bagi umat Islam untuk menghafalnya. Usaha memalsukan al-Qur’an tidak akan berhasil, karena al-Qur’an tidak hanya disimpan dan dilestarikan dalam bentuk teks (tulisan), namun juga disimpan dalam relung kalbu melalui hafalan. Pengubahan dan pemalsuan al-Qur’an dalam bentuk teks kemungkinan dapat dilakukan, namun mungkinkah itu berhasil jika masih banyak umat Islam yang hafal al-Qur’an?
Sisi kemukjizatan al-Qur’an akan selalu terjaga dan terpelihara kemurniannya sepanjang masa, sebab banyaknya umat Islam yang menghafal dan membudayakan menghafal al-Qur’an Hal ini itu, berbeda dengan kitab lainnya, semisal Taurat dan Injil yang hanya tertulis dan tidak dihafal umatnya, sehingga banyak dilakukan pemalsuan dan perubahan terhadap isinya.
Jaminan tersebut telah dijanjikan dalam Firman Allah SWT.
dalam surat al-Hijr ayat 9 sebagai berikut:
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. al-Hijr: 9)[12]
d.   Menghafal al-Qur’an adalah fardu kifayah
Para ulama sepakat, bahwa menghafal al-Qur’an hukumnya adalah fardu kifayah. Imam Badruddin bin Muhammad bin Abdullah al-Zarkasyi berpendapat bahwa menghafal al-Qur’an adalah fardhu kifayah. [13]
Ini berarti bahwa orang yang menghafal al-Qur’an tidak boleh kurang dari jumlah mutawatir, yaitu suatu bacaan al-Qur’an (qira’at) yang disampaikan oleh sejumlah perawi yang cukup, sehingga tidak akan ada kemungkinan terjadinya pemalsuan dan pengubahan terhadap ayat-ayat suci al-Qur’an dikarenakan sanadnya bersambung sampai Rasulullah saw.[14]
Jika kewajiban ini telah terpenuhi oleh sejumlah orang (yang mencapai tingkat mutawatir), maka gugurlah kewajiban tersebut dari yang lainnya. Sebaliknya jika kewajiban ini tidak terpenuhi maka semua umat Islam akan menanggung dosanya.[15] Demikian pula mengajarkannya. Mengajarkan membaca al-Qur’an adalah  fardu kifayah dan merupakan ibadah yang utama. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw.:
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْأَنَ وَعَلَّمَه (روه بخارى)[16]
Artinya: Orang yang paling baik di antara kamu ialah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya. (HR. Bukhari)
3.      Syarat-Syarat Menghafal Al-Qur’an
Dalam menghafal Al-Qur’an, sebelum seseorang memasuki periode menghafal harus memenuhi syarat-syarat dalam menghafal diantaranya:
Menurut Abdul Aziz Abdul Rauf dalam bukunya yang berjudul
kiat-kiat sukses menjadi  Hafidz Qur’an daiyah bahwa orang yang menghafal Al-Qur’an  harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 
a.    Merasakan keagungan  Al-Qur’an 
Mental ini perlu dimiliki sebagai  penguat saat menghafal. Yakinkan diri bahwa anda sedang melakukan sesuatu yang sangat agung dan mulia, sesuai dengan keagungan Al-Qur’an itu sendiri dan sanjungan-sanjungan Allah SWT dan Rasulnya bagi orang yang menghafal Al Qur’an. Dengan mental ini anda akan merasakan tidak ada keterpaksaan ketika melakukan Hifdzul Qur’an.
b.    Memiliki Ihtimam (perhatian) terhadap Al-Qur’an
Setiap calon penghafal Al-Qur’an perlu menanamkan mental ini. Sikap ihtimam yang tinggi akan mendorongnya untuk  Ihtimam di dalam menghafal walaupn ia menghadapi segudang cobaan. Indikasi suatu pekerjaan yang telah diberi  ihtimam yaitu apabila pekerjaan itu terasa sangat perlu sekali untuk dilakukan bagaimanapun konsdisinya. Seorang penghafal akan berusaha untuk sedekat mungkin dengan Al-Qur’an, tilawah satu juz setiap harinya. Begitulah sikap yang harus dimiliki setiap calon penghafal Al-Qur’an ketika berinteraksi dengan Al-Qur’an
c.    Pandai Mengatur Waktu 
Hal ini harus diperhatikan bagi setiap orang yang menghafal Al-Qur’an apalagi bagi yang memiliki banyak aktivitas. Namun dengan kesungguhan dalam mengatur waktu Insya Allah membuat anda mampu meluangkan waktu untuk  Hifdzul Qur’an.
d.   Tabah Menghadapi Masyaqat (kesulitan menghafal)
Tabah atau kesabaran merupakan faktor-faktor yang sangat penting bagi orang yang sedang dalam proses menghafal Al-Qur’an. Bagi orang yang bercita-cita tersebut tidaklah mudah karena pada hakikatnya kehidupan manusia tidak akan terlepas dari masyaqat (kesulitan) kalau ia lulus dari masyaqat yang satu ia akan menghadapi masyaqat yang lain.[17]
Sedangakan menurut Ahsin W. Al-Hafidz menyatakan bahwa diantara beberapa hal yang harus terpenuhi sebelum seseorang memasuki masa menghafal Al-Qur’an ialah: 
1.         Mampu mengosongkan benaknya dari pikiran-pikiran dan teori-teori, atau permasalahan-permasalahan yang sekiranya akan mengganggunya. Diantaranya mampu mengendalikan diri kita dari perbuatan-perbuatan yang tercela, seperti ujub, riya’, dengki, iri hati dan sebagainya.
2.         Niat yang Ikhlas
Ikhlas adalah kaidah yang paling penting dan paling utama dalam masalah ini, sebab apabila seseorang melakukan sebuah perbuatan tanpa dasar mencari keridhoan Allah semata, amalannya
hanya akan sia-sia belaka.[18] Para Pengkaji dan Penghafal Al-Qur’an harus mengikhlaskan niatnya dan mencari keridhaan Allah. Demikian juga dalam mempelajari dan mengajarkan Al-Qur’an harus mengikhlaskan niatnya dan mencari keridhaan allah semata bukan untuk pamer dihadapan manusia dan juga untuk mencari dunia.[19]
3.         Memiliki keteguhan dan kesabaran
Untuk senantiasa dapat melestarikan hafalan perlu keteguhan dan kesabaran, kunci utama keberhasilan menghafal Al-Qur’an adalah ketekunan menghafal dan mengulang ayat-ayat yang dihafalkan
4.         Istiqomah
Istiqomah disini adalah konsisten, yakni tetap menjaga keajegan dalam prosesnya menghafal Al-Qur’an. Dengan perkataan lain, seseorang penghafal Al-Qur’an senantiasa menjaga kontinuitas dan efisiensi terhadap waktu. Kapan saja dan dimana saja ada waktu luang, intuisinya segera mendorong untuk kembali kepada Al-Qur’an .[20]
5.         Menjauhkan Diri dari Maksiat dan Sifat-Sifat Tercela
Perbuatan maksiat dan perbuatan yang tercela harus disingkirkan oleh seorang yang sedang dalam proses menghafal Al-Qur’an, karena sifat-sifat tersebut merupakan penyakit hati yang akan mengganggu kelancaran menghafal Al-Qur’an, dengan demikian maka akan terdapat keselarasan antara sikap penghafal dengan kesucian Al-Qur’an.
 6.         Mampu Membaca Dengan Baik dan Menguasai Ilmu Tajwid
Sebelum Seorang Penghafal melangkah pada periode menghafal, seharusnya ia terlebih dahulu meluruskan dan memperlancar bacaannya. Ini dimaksudkan, agar calon penghafal benar-benar lurus dan lancar membacanya, serta lisannya untuk mengucapkan fonetik Arab. Dalam hal ini akan lebih baik seseorang yang hendak menghafalkan Al-Qur’an terlebih dahulu;
a.       Meluruskan bacaannya sesuai dengan kaidah-kaidah Ilmu Tajwid.[21]
b.      Memperlancar bacaannya.
c.       Membiasakan lisan dengan fonetik Arab.
Menguasai ilmu tajwid akan membantu dan mempermudah dalam menghafal Al-Qur’an. Karena kunikan-keunikan teknik membaca Al-Qur’an bisa mengekalnya di dalam hati.[22]
7.         Izin orang tua, wali atau suami
Adanya izin dari orang tua, wali atau suami memberikan
pengertian bahwa:
a.       Orang tua, wali atau suami telah merelakan waktu kepada anak, istri atau orang yang dibawah perwaliannya untuk menghafal Al-Qur’an.
b.      Merupakan dorongan moral yang amat besar bagi tercapainya
tujuan menghafal Al-Qur’an.
c.       Penghafal mempunyai kebebasan dan kelonggaran waktu sehingga ia merasa bebas dari tekanan yang menyesakkan dadanya, dengan pengertian yang besar dari orang tua, wali atau suami maka proses menghafal menjadi lancer.

4.      Faktor-Faktor Pendukung Menghafal Al-Qur’an
Sama halnya dengan mengahal materi pelajaran, menghafal al-Qur’an juga ditemukan banyak hambatan dan kendala. Diantara  faktor-faktor mendukung dalam menghafal al-Qur’an adalah :
a.         Persiapan yang matang
Persiapan yang matang merupakan syarat penting bagi seseorang menghafal al-Qur’an. Faktor persiapan sangat berkaitan dengan minat seseorang dalam menghafal al-Qur’an. Minat yang tinggi sebagai usaha menghafal al-Qur’an adalah modal awal seseorang mempersiapkan diri secara matang.[23]
Persiapan personal ditunjang dengan minat yang tinggi secara tidak langsung akan mewujudkan konsentrasi, sehingga dapat memperlancar proses menghafal al-Qur’an secara cepat.
b.         Motivasi dan stimulus
Selain minat, motivasi dan stimulus juga harus diperharikan bagi seseorang yang menghafal al-Qur’an. Menghafal al-Qur’an dituntut kesungguhan khusus, pekerjaan yang berkesinambungan dan kemauan keras tanpa mengenal bosan dan putus asa. Karena itulah motivasi yang tinggi untuk menghafal al-Qur’an harus selalu dipupuk.[24]
c.         Faktor usia
Menghafal al-Qur’an pada dasarnya tidak dibatasi dengan usia, namun setidaknya usia yang ideal untuk menghafal al-Qur’an harus tetap dipertimbangkan. Seorang yang menghafal al-Qur’an dalam usia produktif (5-20 tahun) lebih baik daripada menghafal al-Qur’an  dalam usia 30-40 .
Faktor usia tetap harus diperhitungkan karena berkaitan dengan daya rekam  (memori)  seseroang. Oleh  karena itu, lebih baik usia menghafal al-Qur’an adalah usia dini (masa anak dan remaja), karena daya rekam yang dihasilkan sangat kuat dan daya ingat yang cukup tajam. Hal ini adalah wajar sebab pepatah Arab sendiri menyatakan:
التّعلم فى الصغار كالنّقش على الحجر والتّعلم فى الكبر كالنّقش على الماء
 “Belajar di masa kecil  bagaikan mengukir di atas batu, sedangkan belajar di masa tua bagaikan mengukir di atas air”[25]
d.        Manajemen waktu
Pengelolaan dan pengaturan waktu sangat penting dalam menunjang keberhasilan menghafal al-Qur’an. Seseorang yang menghafal al-Qur’an harus dapat memanfaatkan waktu yang dimiliki dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, seseorang yang menghafal al-Qur’an harus dapat memilah kapan ia harus menghafal dan kapan  ia harus melakukan aktivitas dan kegiatan lainnya. 
Sehubungan dengan manajemen waktu, Ahsin W. Al-Hafidh dalam bukunya Bimbingan Praktis Menghafal al-Qur’an telah menginventarisir waktu-waktu yang dianggap ideal  untuk menghafal al-Qur’an sebagai berikut:
a.  Waktu sebelum fajar
b.  Setelah fajar, sehingga terbit matahari
c.  Setelah bangun dari tidur siang
d.  Setelah shalat
e.  Waktu di antara Maghrib dan Isya’[26]
e.         Intellegensi dan potensi ingatan
Faktor intellegensi dan potensi ingatan lebih menyangkut faktor psikologis. Seseorang yang memiliki kecerdasan dan daya ingat yang tinggi akan lebih cepat menghafal al-Qur’an daripada seseorang yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata. Namun demikian, bukan berarti berarti kecerdasan satu-satunya faktor menentukan kemampuan seseorang menghafal al-Qur’an. Realitas menunjukkan, bahwa banyak orang yang memiliki kecerdasan cukup tinggi tidak dapat menghafal al-Qur’an, sedangkan banyak orang yang memiliki kecerdasan rata-rata berhasil menghafal al-Qur’an dengan baik karena motivasi yang tinggi dan bersungguh-sungguh.
f.          Tempat menghafal
Faktor tempat merupakan faktor penentu kecepatan seseorang dalam menghafal al-Qur’an. Faktor tempat berkaitan dengan situasi dan kondisi seseorang dalam menghafal al-Qur’an. Menghafalkan al-Qur’an di tempat bising dan kumuh serta penerangan yang kurang akan sulit untuk dilakukan daripada menghafal al-Qur’an di tempat yang tenang, nyaman dan penerangan yang cukup. Hal ini dikarenakan, faktor tempat menghafal sangat erat kaitannya dengan konsentrasi seseorang.[27]
g.         Panjang dan pendek surat atau ayat
Panjang dan pendek surat atau ayat sangat berpengaruh terhadap kecepatan menghafal al-Qur’an. Surat atau ayat yang panjang lebih sulit untuk dihafalkan daripada surat atau yang pendek lebih dapat dihafalkan. Namun demikian, Abdurrahman Abdul Khaliq bahwa menghafal al-Qur’an harus menggunakan satu mushaf, sebab penggunaan lebih dari satu mushaf akan membingungkan pola hafalan dalam bayangannya.[28]
5.      Strategi Menghafal Al quran
Ada beberapa strategi atau tekhnik menghafal Al-Qur’an yang
sering dilakukan oleh Para Penghafal, diantaranya:

a.    Memahami ayat-ayat yang akan dihafal
Orang yang memahami makna dan kandungan ayat-ayat yang akan dihafal, maka lebih mudah untuk menghafalkannya. Khususnya, ketika menghafal surat-surat yang mengandung kisah atau ayat-ayat yang mempunyai Asbabun Nuzul  (sebab turun) yang sudah sangat populer.[29] Memahami pengertian, kisah atau Asbabun
nuzul yang terkandung dalam ayat yang dihafal merupakan unsur yang sangat mendukung dalam mempercepat proses menghafal Al-Qur’an. Apalagi bila didukung dengan pemahaman terhadap makna kalimat, tata bahasa, dan struktur kalimat dalam suatu ayat.[30]
b.    Sering mengulang-ulang bacaan atau ayat yang telah dihafal
Menghafal Al-Qur’an berbeda sekali dengan menghafal hafalan-hafalan lain, seperti bait-bait, syair, natsar (prosa) dan karya-karya sastra lainnya. Hal itu disebabkan hafalan Al-Qur’an cenderung lepas hilang dari hati.  Sebentar saja seorang Hafidz membiarkan hafalannya, maka ia akan cepat hilang dan terlupa. Oleh
karena itu harus selalu ada upaya mempraktekkan dan menjaganya
terus secara kontinyu. Sebaliknya tanpa itu hafalan akan gampang
hilang dan terlupakan.[31]
c.    Tidak berpindah hafalan, sebelum benar-benar hafal
Orang yang menghafal Al-Qur’an, tidak boleh beralih pada hafalan yang baru kecuali kalau hafalan sebelumnya benar-benar sempurna. Hal ini dimaksudkan supaya apa yang telah dia hafal betul-betul sempurna.[32]
d.   Memulai hafalan dari Juz atau Surat yang mudah dihafal
Hal ini dilakukan agar bisa menghafalnya dengan cepat serta menghasilkan hafalan yang baik dalam waktu yang relatif singkat. Para penghafal Al-Qur’an bersepakat bahwa beberapa surat dari Al-Qur’an yang mudah untuk dihafal diantaranya:
1.    Juz 30 (juz ‘Amma)
2.    Juz 29 (Tabaraka)
3.    Surat Al-Baqarah
4.    Surat Ali Imran
Secara umum umum, surat-surat tersebut adalah yang biasa kita dengarkan dan juga banyak mengandung kisah-kisah.[33]
e.    Menggunakan Satu Mushaf
Diantara hal-hal yang benar-benar dapat membantu menghafal adalah menggunakan satu Mushaf khusus. Karena sesungguhnya bentuk dan letak-letak ayat dalam Mushaf itu akan dapat terpatri dalam hati disebabkan orang sering mambaca dan melihat dalam Mushaf. Kalau seseorang yang sedang menghafal Al-Qur’an mengubah atau mengganti mushaf yang biasa digunakan untuk menghafal, maka akan membingungkan pola hafalan dalam bayangannya dan akan mempersulit hafalannya.[34]
f.     Membatasi Porsi Hafalan Setiap Harinya.
Wajib bagi seseorang yang hendak menghafal Al-Qur’an untuk membatasi hafalannya dalam setiap harinya. Misalnya, hanya beberapa ayat saja, satu halaman  atau dua halaman dari Al-Qur’an, atau seperdelapan Juz dan seterusnya. Lalu setelah membatasi hafalan dan membenarkan bacaan, mulailah dengan melakukan pengulangan (muraja’ah)[35]
g.    Memperhatikan ayat yang serupa
Ditinjau dari aspek makna, lafal dan susunan atau struktur bahasanya diantara ayat-ayat dalam Al-Qur’an banyak yang terdapat keserupaan atau kemiripan, antara satu dengan yang lainnya[36] Misalkan di dalam Al-Qur’an ada sekitar enam ribu ayat lebih, maka dua ribu diantaranya adalah ayat-ayat yang serupa dari segi apapun bahkan kadang kala ada yang persis sama atau hanya ada perbedaan satu, dua atau tiga huruf atau kalimat saja.[37] Firman Allah SWT.

اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ 
 يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ
“Allah akan menurunkan perkataan yang baik (yaitu) Al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya)  lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada  Tuhannya. Kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka diwaktu mengigat
Allah (Azzumar:23).[38]
Oleh karena itu seorang penghafal Al-Qur’an harus memberikan perhatian khusus terhadap  ayat-ayat serupa (serupa dari
segi lafadznya). Dengan memperhatikan yang serupa tadi maka akan
dapat mewujudkan hafalan yang baik.
h.    Disetorkan pada Seorang yang mampu
Menghafal Al-Qur’an memerlukan adanya Pembimbing yang terus menerus dari seorang pengampu, baik untuk menambah setoran hafalan baru, atau  takrir, yakni mengulang kembali ayat-ayat yang
telah disetorkannya terdahulu.[39] Jadi menghafal Al-Qur’an dengan
sistem setoran, kepada Pengampu akan lebih baik dibanding dengan
menghafal sendiri, serta akan memberikan hasil yang berbeda.
i.      Membuat target hafalan
Untuk melihat seberapa banyak waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan program yang direncanakan, maka Penghafal perlu membuat target hafalan. Misalnya satu, dua halaman atau seperdelapan juz setiap harinya.[40] Yang paling penting bahwa target
itu ditentukan sesuai dengan kapasitas waktu dan kemampuan menghafal, karena setiap penghafal memiliki kemampuan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.
6.      Metode Menghafal Al-Qur’an
Penggunaan metode dalam menghafal haruslah sesuai dengan situasi dan kondisi. Artinya setiap penghafal haruslah menyesuaikan dengan kemampuan dalam memilih metode yang dipakai dalam menghafal. Begitu juga dengan menghafal Al-Qur’an. Sebelum memulai menghafal  Al-Qur’an, hendaknya memperbaiki bacaan terlebih dahulu dan memakai metode yang tepat sesuai dengan kemampuan.  Metode menghafal secara umum dibagi menjadi tiga macam:
a.    Menghafal terutama dengan melalui pandangan mata saja. Bahan pelajaran itu dipandang atau dibaca di dalam batin denan perhatian sambil otak bekerja untuk mengingatnya.
b.    Menghafal terutama dengan pendengaran telinganya. Dalam hal ini bahwa pelajaran itu dibaca dengan suara yang keras kemudian di dengarkan dengan telinga, kemudian otak mengolahnya untuk dihafalkan.
c.     Menghafal melalui gerak-gerik tangan, yaitu dengan jalan menulis diatas kertas dengan alat tulis atau dengan menggerakkan ujung jari ke atas sambil berusaha menanamkan pelajaran dikepala.[41]
Abdul Aziz Abdul Rouf dalam bukunya Kiat Sukses Menjadi Hafidz Al-Qur’an Da’iyah menjelaskan tentang metode atau teknik dalam menghafal Al-Qur’an diantaranya.[42]
a.         Teknik memahami ayat-ayat yang akan dihafal
Dengan teknik ini seorang penghafal Al-Qur’an dengan cara ayat yang akan dihafalkan dipahami terlebih dahulu, setelah paham kemudian dibaca berkali-kali sampai dapat mengingatnya.
b.        Teknik mengulang-ulang sebelum menghafal
Dalam hal ini, sebelum mulai menghafal, seorang penghafal terlebih dahulu membaca dengan berulang-ulang ayat-ayat yang akan dihafal. Jumlahnya sesuai dengan kebutuhan, sebagian penghafal melakukannya sebatas 35 kali pengulangan, setelah itu baru mulai menghafal.
c.         Teknik mendengar sebelum menghafal.
Dengan teknik ini, penghafal hanya memerlukan keseriusan mendengar ayat-ayat yang akan dihafal. Ayat-ayat yang akan dihafal dapat didengarkan melalui kaset-kaset tilawah  Al-Qur’an secara berulang-ulang setelah banyak mendengarkan kemudian memulai menghafal ayat-ayat tersebut.
d.        Teknik menulis sebelum menghafal
Sebelum menghafal Al-Qur’an ayat-ayat yang akan dibaca ditulis terlebih dahulu.
Sedangakan Ahsin W. Menyebutkan 5 metode menghafalkan Al-Qur’an meliputi :
1.          Metode Wahdah
Yaitu menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang hendak dihafalkannya. Dimana setiap ayat yang akan dihafal dibaca berulang-ulang hingga tercapai atau terbentuk gerak reflek pada lisan, setelah benar-benar hafal kemudian dilanjutkan ayat berikutnya.
2.         Metode Kitabah
Yaitu orang yang menghafal terlebih dahulu menulis ayat-ayat yang akan dihafalkan kemudian ayat-ayat itu dibaca hingga lancar dan benar bacaannya, lalu dihafalkan dengan metode ini akan sangat membantu dalam mempercepat terbentuknya pola hafalan dalam bayangan.
3.         Metode Sama’i
Yaitu seorang Penghafal mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya. Metode ini dapat dilakukan dengan dua alternatif yaitu dengan mendengarkan dari guru yang membimbingnya dan mendengarkan kaset secara seksama sambil mengikutinya secara perlahan-lahan.
4.         Metode Gabungan
Yaitu gabungan antara metode Wahdah dan Kitabah. Yaitu dengan cara setelah selesai menghafal ayat yang dihafalkan, kemudian mencoba menuslikannya di atas kertas yang telah disediakan.
5.         Metode Jami’
Yaitu cara menghafal yang dilakukan secara kolektif, ayat-ayat yang dihafal dibaca secara kolektif atau bersama-sama, dipimpin seorang Instruktur. Dimana instruktur itu membacakan satu atau beberapa ayat, dan Santri menirukan secara bersama-sama.[43]
Dengan melihat metode-metode diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa sebenarnya teknik atau metode apapun yang digunakan oleh penghafal Al-Qur’an, tidak akan terlepas dari pembacaan yang diulang-ulang sampai dapat mengucapkan tanpa melihat mushaf. Metode-metode di atas hanyalah langkah awal yang sering dilakukan para penghafal Al-Qur’an ketika memulai menghafal agar mendapat kemudahan. Sedangkan cara yang paling efektif, hampir tidak dapat dipastikan karena semua metode di atas sesuai dengan selera penghafal sendiri. Jadi yang paling efektif adalah membuat betah dan merasakan kenikmatan ketika menghafal. Tetapi dari metode-metode itu yang paling banyak digunakan oleh penghafal Al-Qur’an di pesantren-pesantren adalah mengamalkan metode wahdah, karena menurut mereka metode ini adalah yang paling efektif. 

           B.     Surat-surat Pendek
1.         Pengertian Hafalan Surat Pendek
Hafalan adalah (sesuatu) yang dihafalkan.[44]Atau serangkaian kegiatan berupa membaca, memahami dan menghafal (belajar atau ingat di luar kepala). Sedangkan yang dimaksud dengan hafalan surat pendek disini adalah materi yang ada dalam pembelajaran BTA (Baca Tulis Al-Qur'an) yang ada di SD Negeri Karangasem Kecamatan Batang. Dengan kata lain, para siswa di SD Negeri Karangasem Kecamatan Batang  dalam pembelajaran BTA ada materi yang berisi hafalan surat pendek (biasanya  di sebut juz ‘amma atau juz ketiga puluh dari al-Qur'an al-Karim, yakni surat Ad Dhuha sampai dengan surat an-Nas).
Adapun yang dimaksud dengan hafalan surat pendek dalam penelitian ini adalah kemampuan para siswa SD Negeri Karangasem Kecamatan Batang, dimana aktifitas tersebut memuat materi-materi yang dapat meningkatkan kemampuan dalam membaca al-Qur’an dalam kehidupn sehari-hari maupun jenjang pendidikan selanjutnya ( SMP, SMA atau pun perguruan tinggi). Di samping itu juga bertujuan untuk meningkatkan pembacaan al-Qur’an mengembangkan ilmu-ilmu yang lain.
Keaktifan hafalan surat pendek ini sangat membantu sekali kepada para siswa untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan membaca al-Qur’an, karena dengan mengikuti kegiatan ini para siswa secara langsung maupun tidak langsung akan mengamalkan dan mempraktekkan apa yang diperolehnya dari kegiatan tersebut kedalam kehidupan mereka sehari-hari.
2.         Dasar dan Tujuan Hafalan Surat Pendek
Adapun dasar dari hafalan surat pendek yaitu, sebagaimana kita ketahui pengertian hafalan surat pendek yaitu menghafalkan surat-surat pendek yang telah ditentukan batasannya. Disamping itu Allah SWT berfirman di dalam al-Qur’an surat al-Alaq ayat 1-5:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ 
 خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَم الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
“Bacalah! dengan menyebut nama Tuhaanmu (Allah) yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! dan Tuhanmu yang Maha Pemurah yang telah mengajarkan manusia dengan qolam (melalui tulis baca). Dialah  yang mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak diketahuinya”. (QS. Al-Alaq: 1-5)[45]
Di dalam hadist, Nabi Muhammad SAW memerintahkan umatnya untuk memelihara al-Qur’an dengan cara membaca, tadarusan, memahami, menghayati, menghafalkan dan mengamalkan isi kandungannya.
Disamping anjuran dari al-Qur'an  dan hadits Nabi Muhammad SAW.
Dasar lain yang mendasari hafalan surat pendek adalah kurikulum yang ada di sekolah-sekolah formal, dalam pembelajaran BTA (baca tulis al-Qur'an) salah satu materinya adalah menghafal surat pendek (Juz ‘Amma), disamping qiro’ah, kitabah, menghafalkan do’a dan praktek ibadah. Jadi bisa dikatakan bahwa menghafal surat pendek di sekolah merupakan suatu keharusan, karena sudah menjadi kurikulum muatan lokal yang sudah ditetapkan.
Dari pengertian dalil-dalil di atas dapat di ambil penjelasan bahwasanya membaca al-Qur’an itu merupakan keharusan bagi umat Islam, karena dengan membaca ayat-ayat Allah baik  yang tersurat maupun yang tersirat kita akan mengetahui sesuatu yang belum kita ketahui. Sedangkan berkumpul dengan membaca al-Qur’an dan mempelajarinya merupakan anjuran Nabi yang mempunyai keistimewaan dan keutamaan.  Disamping membaca dan mempelajarinya juga disunnahkan dan dianjurkan untuk menghafalkannya, karena begitu banyak manfaat dan fadhilah bagi orang yang hafal al-Qur'an. 
Sebagaimana halnya yang dilakukan oleh para siswa di sekolah formal seperti di SMP, SMU atau sederajat, mengadakan hafalan surat pendek yang bertujuan untuk membaca sura-surat pendek dari al-Qur’an (Juz ‘Amma), mempelajarinya dengan baik dan seksama kemudian menghafalkannya. 
Sedangkan tujuan menghafal surat pendek yang dilaksanakan oleh para siswa adalah untuk:
a.    Memelihara dan mempertahankan kemampuan membaca juz ‘amma yang didapat dari bangku sekolah.
b.    Meningkatkan dan memperdalam kemampuan membaca juz ‘amma dan menghafalkannya.
c.     Mempelajari ilmu pengetahuan yang lain seperti, belajar tahlil, dan belajar MC, dan lain-lain.
d.   Memberikan wadah atau sarana untuk kegiatan yang positif bagi para siswa.
e.    Membina perilaku agar para siswa mempunyai perilaku atau akhlak yang baik.
f.     Mempersiapkan generasi yang  siap menghadapi kehidupan di masyarakat
      C.    Indikator Kemampuan Menghafal Al Qur’an
Ada beberapa kriteria yang digunakan untuk menilai kemampuan menghafal  Al Qur’an, secara umum dapat dijelaskan bahwa kriteria kemampuan menghafal al-Quran adalah :
1.         Menguasai makharijul huruf, yaitu keluarnya bunyi huruf dari mulut.
2.         Menguasai tajwid, antara lain hukum  nun mati atau tanwin ( idzhar halqi, ikhfa haqiqi, idgham bighunnah, idgam bila ghunnah, iqlab ), hukum mim sukun ( idgham mimi, idzhar syafawi, ikhfa syafawi) ghunnah musyaddadah, mad, lafal jalalah, qalqalah, al qamariyah dan syamsiyah, dan hukum tajwid lainya.
3.         Benar dan lancar
4.         Tartil yaitu membaca dengan pelan-pelan per huruf.
Dari kriteria di atas peneliti menggunakan tiga indikator yaitu :
a.  Kelancaran
Kelancaran berasal dari kata lancar yang diberi imbuhan ke dan an yang berarti cepat, kencang (  tidak tersangkut-sangkut), tidak tersendat-sendat.[46] Maksudnya adalah dalam menghafal Al Qur’an anak dapat membaca lancar, tidak tersendat-sendat, tidak tersangku-sangkut, sehingga kelancaran dikatakan  sebagai salah satu indikator kemampuan menghafal Al Qur’an santri.
b.  Kafasihan
Fasih adalah susunan kata-kata  yang indah dan tidak terdapat kejanggalan dalam menyebutkan huruf.[47] Fasih sangat berkaitan dengan pengucapan lisan dan makharijul huruf, sebagaimana arti kata fasih itu berasal dari kata fashaha yang artinya berbicara dengan fasih, peta lidah.[48] Anak dikatakan mampu menghafal Al Qur’an apabila ia dapat berbicara dan membaca dengan fasih.
Tingkat kefasihan dalam membaca Al Qur’an ada empat macam, sebagaimana yang telah disepakati oleh ahli tajwid, antara lain:
1)  Tahqiq
Yaitu menghafal Al Qur’an dengan menempatkan hak-hak  huruf (makharijul huruf, sifatul huruf, mad, qosr, tarqiq, tahkim, dsb.) yang semestinya, sambil  mencermati/meresapi arti dan maknanya bagi yang telah mampu.
2)  Tartil
Menghafal Al Qur’an dengan berlahan-lahan (tidak tergesa-gesa) sambil mencermati/meresapi arti dan makna bagi yang telah mampu.
3)  Tadwir
Membaca Al Qur’an dengan sedang, antara cepat dan perlahan-lahan.
4)  Hadr
Membaca alquran dengan cepat
Keempat cara membaca atau menghafal Al Qur’an tersebut wajib menggunakan tajwid dengan menyesuaikan bacaanya (tahqiq, tartil, tadwir, dan hadr )
c.  Penguasaan Tajwid
Tajwid menurut bahasa ( etimologi ) adalah mendatangkan atau membaca dengan baik, sedang menurut Hasani Syaikh Usman ilmu tajwid adalah :
علم التّجويد هو علم يعرف به كيفية النّطق بالكلمة القرأنية
Ilmu untuk mengetahui cara mengucapkan kalimat-kalimat al Qur’an
Hukum mempelajarinya fardhu kifayah, artinya satu kelompok manusia/desa cukup beberapa orang yang mempelajarinya; apabila telah ada, maka gugurlah dosa dari seluruh warga kelompok/desa tersebut. Dan hukum mengamalkannya  fardhu ’ain,  artinya tiap-tiap kaum muslimin ketika membaca Al Qur’an wajib menggunakan tajwid.[49]
Sebagaimana yang dijelskan dalam kitab Jazariyah yang ditulis oleh Syeh Abil Khair Syamsuddin Muhammad bin Muhammad al Jaziry sebagai berikut :
Mengamalkan ilmu tajwid adalah merupakan kewajiban yang pasti (fardhu ‘ain), barang siapa yang  tidak menggunakan (tajwid) ketika membaca alquran, maka ia berdosa.[50]



[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka), hlm. 623.
[2] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1984), hlm. 169
[3] Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia,  Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hlm. 333.
[4] Abdulrab Nawabuddin, Kaifa Tahfadzul Qur’an, terj. Bambang Saiful Ma’arif, “Teknik Menghafal al-Qur’an”, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1996), hlm. 23.
[5] James Deese dan Stewart H. Hulse, The Psychology of Learning, (USA: McGraw-Hill, 1967), hlm. 370-371.
[6] Muslim Nurdin dkk., Moral dan Kognisi Islam, (Jawa Barat: Alfabeta, 2001), hlm. 48.
[7] Lihat, QS. al-Qiyamah: 18
[8]
[9] Ahsin W., Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hal. 1
[10] Soenarjo, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 58.
[11] Ibid., hlm. 879.
[12] Ibid., hlm. 391.
[13] Imam Badruddin bin Muhammad bin Abdullah al-Zarkasyi,  al-Burhan fi Ulum al-
Qur’an, Juz I, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), hlm. 539.
[14] Menurut Jumhur ulama,  qira’ah al-sab’ah  (qira’at tujuh) adalah Mutawatir. Qira’at tujuh  adalah qiraat yang mashur, meliputi: 1) Imam Nafi’ al-Madani (w. 169 H); 2) Ibnu Kasir al-Makki (w. 120 H); 3) Abu Amr ibn al-Ala dan Ibnu Amir al-Dimisyqi (w. 118 H); 4) Asim ibn Abi Abi al-Hujud al-Kufi (w. 127 H); 5) Hamzah ibn Habib al-Zayyat (w. 156 H); 7) al-Kisa’i (w. 189 H). Lebih lengkap baca Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’I, Ulumul Qur’an I, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 227.
[15] Ahsin W. Al-Hafidz, op. cit., hlm. 24
[16] Ahmad Hasyimi Bik, Muhtar al-Ahadis al-Nabawi, (Indonesia: Dar Ihya’ al-Kutub al‘Arabiyah,t.th)., hlm. 250.
[17] Abdul Aziz Abdul Rouf,  Kiat Sukses Menjadi Hafidz Qur’an Daiyah, Bandung,
Syamil, 2004. hlm. 47.
[18] Raghib As-Sirjani dan Abdurrahman Abdul Khaliq,  Cara Cerdas Hafal Al-qur’an, Solo: Aqwam, 2007 hlm.55
[19] Yusuf Al-Qordawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, Jakarta : Gema Insani Press, 1999,
hlm. 208
[20] Ahsin W, Op.Cit., hlm. 51
[21] Ahsin W, Op. Cit.,  hlm. 54.
[22] Raghib Assirjani, Op.Cit., hlm 77.
[23] M. Ziyad Abbas, Op. Cit., hlm.  32.
[24] Abdulrab Nawabuddin, Op. Cit., hlm. 48-49.
[25] Ahsin W. Al-Hafidh, Op. Cit., hlm. 56-57. 
[26] Ibid., hlm. 60
[27] Ahsin W. Al-Hafidh, Op. Cit., hlm. 61.
[28] Abdurrahman Abdul Khaliq,  al-Qawaid al-Dzahabiyat li al-Hifz al-Qur’an al-Karim, terj. Abdul Rosyad Shiddiq, “Bagaimana Menghafal al-Qur’an”, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1991), hal. 18
[29] Raghib As-Sirjani dan Abdurrahman Abdul Khaliq,  Cara Cerdas Hafal Al-qur’an, Solo : Aqwam, 2007, hal. 75
[30] Ahsin W. Op.Cit., hlm. 69
[31] Abdurrahman Abdul Khaliq, Op.Cit., hlm. 31
[32]  Ibid.,hlm.24.
[33] Raghib Assirjani, Op.Cit.hlm.97
[34] Abdurrahman Abdul Khaliq, Op.Cit.,hlm. 25. 
[35] Raghib Assirjani, Op.Cit, hlm. 120
[36] Ahsin W., Op.Cit, hlm.70.
[37] Abdurrahman Abdul Khaliq, Op.Cit., hlm.32.
[38] Depag RI,Op.Cit. hlm.749
[39] Ahsin W , Op.Cit., hlm. 72
[40] Ibid.,hlm. 77
[41] The Lianggie, Cara Belajar Efisien, Yogyakarta; Pusat Kemajuan Studi, 1985, hlm..
135.
[42]  Abdul Rouf, Abdul Aziz,  Kiat Sukses Menjadi Hafidz Qur’an Daiyah, Bandung, Syamil,
2004.hlm. 50.
[43] Ahsin W. Op.Cit., hlm. 63-66.
[44] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka), hlm. 334.
[45] Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Op.Cit, hlm. 1079
[46] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan  Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, ( Jakarta : Balai Pustaka, 2005), 465
[47] Depdikbud, Op. Cit., hlm. 465
[48] Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab Indonesia, ( Jakarta : Hardika Agung, 1990 ), hlm. 318
[49] Hasani Syaikh Usman, Haq at-Tilawah, ( Jeddah: Daar al Munaarah Linnatsri  wa at Tauzi’, tt ), hlm. 9
[50] Syeh Abil Khoir Syamsuddin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al Jaziry, Jazariyah, (Surabaya : tt ) 


EmoticonEmoticon