Rabu, 23 Maret 2016

MODUL 4 TELAAH KURIKULUM DAN BUKU TEKS MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR KELAS RENDAH

Tags


MODUL 4
TELAAH KURIKULUM DAN BUKU TEKS MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR KELAS RENDAH


I.       HAKIKAT KURIKULUM
A.    PENGERTIAN KURIKULUM
1.      Kata kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang berarti jarak yang harus ditempuh. Dari dunia atletik istilah ini dipakai dalam dunia pendidikan dengan arti sejumlah mata pelajaran tertentu yang harus ditempuh atau sejumlah pengetahuan yang harus dikuasai untuk mencapai suatu tingkat atau ijazah (Nasution,1986)
2.      UU Pendidikan No 2 tahun 1989 menyebutkan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar
3.      Wiryokusumo mengungkapkan bahwa kurikulum disusun sedemikian rupa agar memungkinkan siswa melakukan berbagai ragam kegiatan. Kurikulum tidak terbatas hanya pada mata pelajaran mata pelajaran saja, tetapi meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, karyawan tata usaha, halaman sekolah dan lain lain
4.      Tentang ragam kurikulum, Goodlad (dalam Kaber,1988) membedakan lima jenis kurikulum, seperti berikut:
a.       Kurikulum ideal, yang diharapkan oleh ahli dan guru yang mencerminkan pengetahuan yang diakumulasikan berzaman-zaman
b.      Kurikulum formal, yaitu kurikulum yang direstui dan disahkan oleh pemerintah
c.       Kurikulum bayangan, kurikulum yang ada dalam pikiran yang diinginkan oleh orang tua dan guru
d.      Kurikulum operasional, yaitu kurikulum yang dilaksanakan di dalam kelas
e.       Kurikulum pengalaman, yaitu kurikulum yang dialami oleh anak didik
5.      Galthorn membedakan kurikulum menjadi tujuh jenis
a.       Kurikulum rekomendasi
b.      Kurikulum tertulis
c.       Kurikulum dukungan
d.      Kurikulum yang diajarkan
e.       Kurikulum yang diuji
f.       Kurikulum yang dipelajari
g.      Kurikulum tersembunyi

B.     FUNGSI DAN TUJUAN KURIKULUM
1.      Bagi sekolah fungsi kurikulum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
a)      bagi sekolah yang bersangkutan
kurikulum berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan, pedoman bagi guru dalam menyusun dan mengorganisasikan pengalaman belajar siswa serta sebagai pedoman mengevaluasi perkembangan siswa, pedoman supervsisi bagi kepala sekolah,
b)      bagi sekolah di tingkat atasnya
kurikulum berfungsi untuk keseimbangan proses pendidikan dan penyiapan tenaga baru
2.      Fungsi kurikulum bagi anak didik, diharapkan mereka akan mendapat sejumlah pengetahuan dan kecakapan yang baru yang dapat dikembangkan dan melengkapi bekal hidup mereka setelah terjun dalam masyarakat.
3.      Fungsi kurikulum bagi masyarakat, yaitu orang tua murid dan pemakai lulusan, adalah orang tua akan mengetahui program program apa saja yang akan dilaksanakan oleh sekolah sehingga bisa membantu sekolah dalam pengadaan sarana dan prasarana demi keberhasilan proses belajar anaknya. Sedangkan bagi pemakai lulusan, dengan memahami kurikulum, diharapkan bisa membantu memperlancar pelaksanaan program sekolah dan memberikan saran/kritik untuk menyempurnakan program sekolah.
4.      Fungsi kurikulum menurut Alexander Inglis yang dikutip oleh Iskandar Wiryokusuma (1996:8-12)
a)      The adjustive of adaptive function atau fungsi penyesuaian, yaitu penyesuaian bagi anak didik terhadap lingkungannya.
b)      The integrating function atau fungsi pemaduan, yaitu terciptanya kepaduan pribadi anak didik
c)      The differentiating function atau fungsi pembedaan, yaitu fungsi pembeda, maksudnya kurikulum harus mampu melayani perbedaan perbedaan individu anak didik
d)     The prapaedetic function atau fungsi penyiapan, yaitu kurikulum harus mampu menyiapkan anak didik untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi
e)      The selective function atau fungsi pemilihan yang berhubungan dengan pemilihan program
f)       The diagnostic function atau fungsi diagnostic yang berhubungan dengan pelayanan terhadap anak didik agar dia memahami akan dirinya sendiri
5.      Fungsi dan tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD/MI dalam kurikulum 2004:
a)        Fungsi mata pelajaran Bahasa Indonesia dikaitkan dengan kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa Negara serta sastra Indonesia adalah:
                                              i.            Sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa
                                            ii.            Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya
                                          iii.            Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan iptek dan seni
                                          iv.            Sarana penyebarluasan pemakaian Bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan
                                            v.            Sarana pengembangan penalaran
                                          vi.            Sarana pemahaman beragam budaya Indonesia melalui khazanah kesusasteraan Indonesia
b)        Tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia secara umum:
                                                   i.            Siswa menghargai dan membanggakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa Negara
                                                 ii.            Siswa memahami Bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna dan fungsi serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam macam tujuan, keperluan dan keadaan
                                               iii.            Siswa memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial
                                               iv.            Siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis)
                                                 v.            Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa
                                               vi.            Siswa meghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia

C.    KOMPONEN KOMPONEN KURIKULUM
Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan kerangka inti yang memiliki empat komponen yaitu pengelolaan kurikulum berbasis kompetensi, kegiatan belajar mengajar, penilaian berbasis kelas dan kurikulum hasil belajar

II.    Aspek aspek Pembelajaran Bahasa
1.      Dalam kurikulum 2004, dinyatakan bahwa ruang lingkup standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia SD dan MI terdiri atas empat aspek sebagai berikut:
a.       Mendengarkan
b.      Berbicara
c.       Membaca
d.      Menulis
2.      Dalam keempat aspek keterampilan diatas, terdapat aspek kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra
3.      Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan agar siswa terampil berkomunikasi, sedangkan pengajaran sastra ditujukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menikmati, menghayati, dan memahami karya sastra



III.  STANDAR KOMPETENSI MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA
Standar kompetensi untuk kelas rendah SD/MI diantaranya;
KELAS 1
A.    Mendengarkan
SK : mampu mendengarkan dan memahami ragam wacana lisan melalui mendengarkan berbagai bunyi/suara dan bunyi bahasa, mendengarkan dan melakukan sesuatu sesuai dengan perintah, dan mendengarkan deskripsi tentang benda benda disekitar serta mendengarkan dongeng
B.     Berbicara
SK: mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan dan perasaan secara lisan melalui memperkenalkan diri, menyapa, menjelaskan warna, nama dan fungsi anggota tubuh, dan benda benda di sekitar, menceritakan pengalaman, melakukan percakapan, dan menyampaikan rasa suka dan tidak suka serta mendeklamasikan puisi dan memerankan tokoh dongeng
C.     Membaca
SK : mampu membaca dan meamahami teks pendek dengan cara membaca lancer (bersuara) beberapa kalimat sederhana
D.    Menulis
SK : mampu menulis beberapa kalimat yang dibuat sendiri dengan huruf lepas dan huruf sambung, menulis kalimat yang didikte guru, dan menulis rapi menggunakan huruf sambung

KELAS 2
A.    Mendengarkan
SK : mampu mendengarkan dan memahami ragam wacana lisan melalui mendengarkan pembacaan teks pendek, dan menyimak pesan pendek serta mendengarkan dongeng
B.     Berbicara
SK: mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan dan perasaan secara lisan melalui kemampuan bertanya/menyapa, menceritakan kegiatan sehari hari, melakukan percakapan, menceritakan pengalaman, melaporkan dan mendeskripsikan sesuatu serta mendeklamasikan pantun, menceritakan kembali cerita dan bermain peran

C.     Membaca
SK : mampu membaca dan meamahami teks pendek dengan cara membaca lancer (bersuara) beberapa kalimat sederhana dan membaca puisi
D.    Menulis
SK : mampu menulis beberapa kalimat yang dibuat sendiri dengan huruf sambung, menulis kalimat yang didikte guru, dan menulis melengkapi cerita, menulis rapi menggunakan huruf sambung, dan menuliskan pengalaman tentang kesukaan dan ketidaksukaan

Dalam praktiknya, keempat keterampilan tersebut dilaksanakan secara terpadu.

PERKEMBANGAN ANAK USIA SATU SAMPAI DENGAN EMPAT TAHUN

Tags


USIA SATU SAMPAI DENGAN EMPAT TAHUN
A.      Perkembangan Sesudah Tahun Pertama
Delapan  tanda esensial perkembangan anak akhir tahun pertama dan awal 4 tahun.
1.    Awal periode anak bisa duduk, berdiri dan berjalan dengan bantuan. Usia 4 tahun dapat meloncat, memanjat, merangkak di bawah meja dan kursi, melakukan gerakan kasar dan halus dengan tangan, kaki, dan jarinya.
2.    Usia 4 tahun tangan dan mata berkoordinasi baik, berorientasi dalam situasi yang tidak asing. Tangan anak alat untuk bereksplorasi keliling melalui manipulasi benda.
3.    Anak 4 tahun dapat berbahasa secara aktif.
4.    Akhir pe riode tahu pengertian benda menurut warna dan bentuk, membedakan suara keras dan lembut, tahu nama benda dan menanyakan yang belum diketahui.
5.    Usia 4 tahun mengerti ruang dan waktu. Mampu menguasai tugas-tugas yang ada.
6.    Pengertian norma pada usia 4 tahun sudah ada.
7.    Kebutuhan untuk berbuat sesuatu makin lama makin ditentukan secara kognitif.
8.    Anak tidak hanya ingin bersama orang dewasa, tapi bergaul secara aktif dengan mereka. Akhir periode mampu bermain bersama anak sebaya dan memperhatikan aturan yang ada.

Permanensi Objek dan Konstansi Besar dan Bentuk
Kemampuan elementer bayi minggu pertama, mengamati realitas secara akurat adalah konstansi besar dan bentuk. Objek sama besar, pengertiannya konstansi besar. Penting bagi anak tetek, tidak perlu mengkonstruksi gambaran objek yang sama dilihat dari jarak dan sudut yang berbeda.
Hal yang nampak sama tapi tidak boleh dikacaukan konstansi besar dan bentuk, yaitu permanensi objek. Kecakapan psikis suatu objek tetap ada meski tidak nampak dan tidak bersangkutan dengan aktivitas waktu itu. Piaget mengemukakan permanensi objek terjadi pada sub stadium ke 4 (8-12 bulan) periode sensori-motorik. Tapi belum sempurna. Sub stadium ke 5 (12-18 bulan) objek tidak hanya sebagai hal yang ada, melainkan benda unik dan berdiri sendiri.

B.       Perkembangan Fisik dan Psikomotorik
Umur kerangka (skelet) dilihat dari pergeseran tulang tangan anak. Tahun ke 5 mulai disebut “Gestaltwandel” pertama. Anak mempunyai kepala relatif besar dan anggota badan pendek mulai mempunyai proporsi badan seimbang. Gestaltwandel kedua mulai umur 10 tahun, ketika mulai pubertas atau perkembangan seksualitas. Usia 3 tahun otomatis dapat berjalan. 4 tahun hampir berjalan seperti orang dewasa. Tapi belum dapat menyandarkan berat badannya pada satu kaki. Perkembangan mekanisme keseimbangan untuk berjalan tegak.

 Bila anak dapat berjalan ia akan mencoba berbagai variasi. Usia 2 atau 3 tahun dapat lari, tapi belum mampu berhenti dengan cepat atau membalik. Usia 4-5 tahun dapat berhenti dan berbalik. 5 atau 6 tahun dapat berlari seperti orang dewasa dan menggunakan kemampuan dalam aktivitas bermain. 18 atau 20 bulan dapat memanjat tangga dengan bantuan. Usia 6 tahun menjadi pemanjat yang baik. Usia 2 atau 3 tahun anak belajar meloncat, berjingkat, dan variasi berjalan. 29 bulan dapat berdiri di atas sebelah kaki. Usia 3 tahun sukar menangkap bola atau memukul bola dengan tongkat. Usia 4 tahun belajar berbagai macam koordinasi visio motorik. Aktivitas sonco-motorik diintegrasi menjadi aktivitas yang dikoordinasi. Tahun ke 4 pola lokomotorik dapat dikuasai.
Perkembangan persepsual dipengaruhi faktor keliling, yang terjadi adalah perkembangan pengamatan bentuk. Usia 5 atau 6 tahun anak dapat melihat benda secara khusus. Kern berpendapat anak tidak dapat melihat terperinci, dianggap tidak mampu membeda-bedakan, sehingga tidak mampu pergi sekolah. Membaca dan menulis berarti dapat memisahkan hal khusus. Schenk, kelemahan membaca atau legasteni, yaitu kesukaran memisahkan huruf dari kata-kata. Anak mampu melakukan tindakan kebersihan kurang lebih usia 15 bulan. Bila dilatih sebelum 15 bulan dapat menimbulkan pengalaman traumatis. Akibatnya anak sering “ngompol” saat ia sudah dapat bersih atau menunjukkan gangguan tingkah laku lain.

C.       Perkembangan Kepribadian dan Perkembangan Sosial
1. Tingkah Laku Lekat Sesudah Umur Satu Tahun
Terjadinya tingkah laku lekat dapat ditinjau dari dua segi, yaitu karena proses belajar dan ciri khas manusia untuk bercakap-cakap, memanipulasi, dan eksplorasi benda. Tingkah laku lekat merupakan kecenderungan anak sebelum proses belajar terjadi. Hubungan yang dyadis merupakan sifat khas hubungan antara ibu dan anak, tingkah laku lekat dipandang sebagai “sifat structural dari hubungan ibu dan anak”. ada dua teori yang dipakai dalam hal ini, yaitu:
a.      Teori diferensiasi
Pendapat Bowlby. Anak mencari kontak sosial serta kehangatan dan kasih sayang. Anak mempunyai pilihan terhadap: ibu, ayah, atau anggota keluarga lain. Ketergantungan menjadi kecenderungan umum untuk mencari kontak sosial lepas dari identitas orangnya. Menurut Bowlby ibu dipandang sebagai figure sentral anak. Kasih sayang ibu adalah essensial untuk perkembangan psikis yang sehat. Menurut Rutter ibu tidak selalu menjadi objek kelekatan. Diferensiasi anak dianggap relatif punya kelekatan dengan ibu sampai ±6 tahun, kemudian mengadakan ikatan dengan orang dewasa lain. Bowlby mengemukakan sesudah 3 tahun anak merasa aman dalam situasi asing bersama objek lekat pengganti yang dikenal anak, saat dalam kondisi sehat, dan tahu posisi ibunya serta mudah mencari kontak dengannya.
b.      Teori parallel
Maccoby, Masters, dan Hartup berpendapat sesudah umur 1 tahun anak menunjukkan tingkah laku lekat terhadap orang dewasa maupun anak sebaya lain. Observasi keadaan Indonesia menunjukkan bayi mengalami pola asuh yang tergantung pada situasinya. Contoh hal ini dapat dikemukakan antara lain:
1.    Seorang penulis mendengar percakapan mengenai anak yang tidak ada pada. Hal itu membuktikan besarnya pengaruh tingkah laku anak terhadap anak lain sehingga menjadi objek percakapan.
2.    Hubungan fungsional antara anak dalam permainan mempunyai sifat yang berbeda hubungannya dengan orang dewasa. Dalam bermain dengan teman terlihat tingkah laku koperatif berubah menjadi tingkah laku agresif. Perubahan emosional ini dapat diketemukan suatu keseimbangan yang baik, tidak terjadi dalam hubungannya dengan orang dewasa.
3.    Harlow meneliti kera Rhesus dalam isolasi. Usia 6 bulan ada pertengkaran dan tingkah laku agresif sementara yang menghilang dalam beberapa waktu dan nampak lagi. Umur 1,5 tahun, keagresifan menunjukkan keinginan menyakiti dan merugikan makhluk lain yang bersifat permanen. Keagresifan pada sejumlah kera dalam isolasi tidak nampak pada kera yang berkelompok.
Tingkah laku koperatif, altruistis dan agresif dipengaruhi oleh“role taking” dan egosentrisme. Makin berkembang ambil alih peran makin kecil egosentrisme dan sebaliknya. Hal itu tetap ada sepanjang hidup tetapi bersifat saling menghambat.
c.       Egosentrisme
Pemusatan diri sendiri dan proses dasar tingkah laku anak; pengamatan anak ditentukan oleh pandangan sendiri;belum berorientasi mengenai pemisahan subjek-objek. Perasaan dan pandangan terpusat pada diri sendiri. Egoisme menunjukkan ketamakan. Berikut ini merupakan macam bentuk egosentrisme:
1.    Egosentrisme dalam stadium sensomotorik (0-18)
Ketidakmampuan berdiferensiasi antara diri sendiri dan dunia luar. Diferensiasi berkembang selama 18 bulan. Menurut Piaget dan Inhelder 18 bulan pertama perubahan kearah desentrasi umum, anak merupakan objek dalam hubungan dengan objek lain.
2.    Egosentrisme dalam stadium pra-operasional (±18 bulan - ±tahun ke 6)
Kemampuan anak bekerja dengan tanggapan. Mulai memakai simbol dan kata. Ia tidak dapat membedakan antara simbol dan artinya, antara permainan dan bayangan impian yang dibuat sendiri dengan kenyataan. Sering dibedakan antara socialized speech dan private speech yaitu tidak ada nilai komunikatif nya; anak bicara sendiri. Tidak ada anak normal dalam periode perkembangan yang menggunakan bahasa hanya untuk komunikasi dengan dirinya sendiri saja”. Mueller menunjukkan umur 3 tahun tidak terdapat egosentrisme dalam penggunaan bahasa, bahasa selalu mempunyai nilai komunikatif.
3.    Egosentrisme dalam stadium operasional konkrit (± 6- ± 11 tahun)
Belum mampu membedakan hasil cipta mental dengan hal yang nyata. Menurut Elkind egosentrisme anak ditandai realitas asumtif, anak melihat kenyataan berdasar informasi terbatas. Memandang orangtua serba tahu. Ditarik konklusi umum, orang tua sebetulnya tidak mengerti apa-apa. Mereka lebih percaya pada teman sebaya atau pada guru. Elkind menamkan rasa superioritas kognitif ini sebagai keseimbangan kognitif.
4.    Egosentrisme pada remaja
Piaget, umur 11 tahun mampu beroperasi formal serta berfikir hipotetis-deduktif mampu menganalisis pikiran sendiri dan orang lain. Menurut Elkind hal itu merupakan inti egosentrisme remaja. Elkind menanamkan pengharapan dirinya yang akan dipikirkan orang lain tentang dirinya sebagai “public imajiner”. Egosentrisme yang spesifik hanya berlangsung sementara, namun juga lama.
5.    Egosentrisme pada orang dewasa
Belum dapat ditentukan umur yang tepat, karena belum adanya penelitian.
6.     Egosentrisme pada orang tua
a.          Regresi kognitif, kemajuan yang berkurang dalam bidang kognitif.
b.          Terjadi pelepasan tingkah laku lekat.
c.          Sikap fleksibel berkurang hingga timbul rigiditas.
d.      Tingkah laku ambil alih peran
Proses social dan proses kognitif bahwa orang dapat menempatkan diri pada motif, perasaan, pikiran, dan tingkah laku orang lain. Dapat menempatkan diri dalam keadaan orang lain berarti orang dapat membedakan dasar pandangan orang lain dari dasar pandangan sendiri disebut desentrasi social. Bentuk ambil alih peran:
1.                  Ambil alih peran persepsual
Meramalkan yang dilihat orang mengenai objek yang sama, dari pandangan perspektif yang berbeda.
2.                  Ambil alih peran konsepsual
Kecakapan menempatkan diri dalam pembentukan pengertian atau konsep orang lain.
3.                  Ambil alih peran emosional-motivasional
Kecakapan ikut merasakan secara konkrit alam perasaan dan motif orang lain. Makin berkurang egosentrisme, makin bertambah kemampuan ambil alih perannya. Ambil alih peran merupakan proses hidup meskipun kualitasnya berbeda.
Gambaran Mengenai Program Stimulasi Kognisi Sosial
Perkembangan social kognitif yang dikemukakan Selman terdapat 8 kecakapan: mengidentifikasi, mendiskriminasi, mendiferensiasi dan membandingkan, menempatkan diri pada tempat orang lain, bersikap relative, mengkoordinasi dan memasukkan dalam perhatian.
e.        Belajar Model
Proses menirukan tingkah laku orang lain yang dilihat, dilakukan secara sadar atau tidak. Model pribadi; menirukan demi sifat tingkah laku pribadi. Model posisional: menirukan demi posisi social, kesuksesan, umur, jenis sekse. Menurut Bandura tingkah laku orang terjadi karena pengamatan. Syarat untuk menirukan model dengan baik:perhatian, retensi, reproduksi motoris, reinforsemen dan motivasi.
f.       Periode Perkembangan Fase Kepala Batu
Menurut Hetzer dan Remplein hal ini dianggap sebagai proses inti perkembangan kemauan dan kepribadian. Reaksi pembangkangan berbeda dengan sikap tidak mau menurut, agresi, ingin punya pendapat sendiri, malu, terhambat dan mengadu kekuatan secara main-main. Reaksi ini berhubungan dengan sifat pendidikan orang tua. Inti penyebab reaksi pembakangan adalah berfungsinya dua hal yang diskrepan pada diri anak yaitu diskrepansi antara apa yang dikehendaki anak dengan apa yang dapat dimengerti secara intelektual.
g.      Periode permainan dan tingkah laku bermain
Anak dan permainan merupakan dua pengertian yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Pada awalnnya dunia anak dan dunia orang dewasa tidak dapat dipisahkan, namun dalam dunia yang sudah  maju dunia anak betul-betul sudah terpisah dengan dunia orang dewasa.
1)                Teori-teori permainan
Spencer menandaskan bahwa permainan merupakan kemungkinan penyaluran bagi manusia untuk melepaskan sisa-sisa energi. Seorang ahli spikologi Rusia Ljublinskaja (1961) memendang permainan sebagai pencerminan realitas, sebagai bentuk awal memperoleh pengetahuan.
2)                Struktur atau ciri-ciri esensial tingkah laku bermain
Berdasarkan analisa fenomenologis  maka Buytendijk (1887-1974) menemukan cirri-ciri permainan sebagai berikut
a)        Permainan adalah selalu bermain dengan sesuatu
b)        Dalam permainan selalu ada sifat timbale balik, sifat interaksi
c)        Permainan berkembang, tidak statis melainkan dinamis
d)       Permainan juga ditandai oleh pergantian yang tidak dapat diramalkan lebih dahulu.
e)        Orang bermain tidak hanya bermain dengan sesuatu atau dengan orang lain, melainkan yang lain tadi juga bermain dengan orang yang bermain itu.
f)         Bermain menuntut ruangan bermain dan menuntut  aturan-aturan permainan.
g)        Aturan-aturan permainan membatasi bidang permainan.
3)                Syarat-syarat permainan
a.    Perlindungan
b.    Stimulasi
c.    eksplorasi
4)                Konsekuensi permainan
Penelitian mengenai permainan pada anak-anak membuktikan bahwa permainan dapat memejukan aspek-aspek perkembangan seperti motorik,kreatifitas, kecakapan-kecakapan social dan kognitif dan juga perkembangan motifasional dan emosional.
5)                Bentuk-bentuk permainan
a.    Menurut Buhler permainan gerak dan permainan fungsi (dari lahir sampai ± 3 tahun) berbagai macam aktifitas motorik, vocal, dan penginderaan. Permainan peranan, permainan fantasi dan permainan fiksi (usia 2-5 tahun) semua aktivitas  mempunyai sifat “seakan-akan”. Permainan reseptif (ada sesudah tahun ke 2 dan tidak ada puncak yang terkait pada usia tertentu), permainan konstruksi (sudah ada mulai usia 2 tahun dan meningkat terutama mulai usia 5 tahun)
b.   Menurut Parten gerakan yang terarah : tidak berbuat apa-apa, jalan-jalan, melihat kesana-kesini, bermain-main dengan badan sendiri. Tingkah laku pengamat (onlooker beharvior): melihat anak-anak lain yang sedang bermain. Permainan solitair: bermain sendiri mencari kasibukan sendiri. Permainan parallel : bermain dengan permainan yang sama tanpa ada tukar-menukar alat permainan tanpa ada komunikasi. Permainan asosiatif : anak-anak bermain bersama-sama tetapi tanpa ada pemusatan terhadap suatu tujuan, tanpa ada pembagian peranan dan alat-alat permainan. Permainan kooperatif : kerjasama dan koordinasi dalam alat-alat dan peranan-peranan, ada perjanjian dan pembagian  “tugas-tugas”.
c.    Menurut Piaget permainan latihan (terutama selama 2 tahun pertama): latihan memperlakukan benda-benda untuk mengerti sifat-sifatnya,memperluas pengetahuannya. Permainan simbolis (terutama sesudah tahun ke 2) : banyak persamaan dengan permainan fiksi Buhler; anak belajar untuk menyesuaikan kebutuhan-kebutuhannya dan keinginan-keinginannya pada kenyataan (bandingkan asimilasi). Permainan aturan (antara 7 dan 11 tahun): mengerti aturan-aturan, yaitu aturan-aturan objektif lepas dari waktu dan orang-orang tertentu. Dipelajari melalui aktivitas-aktivitas permainan.
d.   Menurut Caillois : Agon (Yunani = permainan kompetisi); setiap orang mempunyai kebutuhan untuk menonjol dalam suatu bidang, pertandingan memberikan kesempatan untuk hal ini. Alea (Latin = dadu): tidak tergantung kekuatan sendiri tetapi karena sifat kebetulan; main judi; mengadu nasib dan ingin menguasai. Mimicry (Yunani = menirukan); lepas dari diri sendiri dengan menjadi orang orang lain, berbuat seakan-akan untuk melebihi keterbatasan sendiri. Ilin (Yunani = pusaran); permainan yang mengandung bahaya dan resiko, misalnya autocross, naik gunung (menaklukkan puncak gunung).
h.       Gambaran anak
Seperti halnya bernain, maka menggambar juga merupakan suatu aktivitas yang spontan. Anak menggambar segera sesudah mereka mampu memegang pensil atau alat tulis lainnya. Anak bias melakukan hal itu mulai berusia ± 52 minggu. Gambar anak merupakan tolok ukur perkembangan kecerdasan. Meskipun gambaran tidak sempurna, namun gambaran tadi dapat memberikan pengertian akan kualitas pengamatan kritis anak.
D.      Perkembangan Bahasa
1)             Perkembangan dalam sejarah
Pada abad-abad permulaan terdapat pengertian bahwa bahasa itu merupakan perjanjian yang disengaja antar manusia. Dalam bukunya Die krise der psychologie  Buhler mengajukan kritik untuk dapat mengatasi krisis dalam psikologi. Menurut  Buhler ada tiga macam factor yang menentukan dalam teori bahasa, yaitu
a.         Appell
Berarti bahwa bila kita ingin menyatakan sesuatu harus juga ada orang yang dapat dicapai oleh pernyataan tadi.
b.                                                         Ausdruck
c.                                                          Darstellung
Kedua aspek ini yaitu Appell dan Ausdruck juga ditemukan kembali  dalam komunikasi hewani, tetapi aspek yang ketiga yaitu aspek kemampuan untuk melukiskan sesuatu, meletakkan atau mengerti hubungan antara hal yang satu dengan yang lain, dapat menformulasi ide-ide, adalah sifat-sifat manusia yang spesifik, hanya manusia yang dapat mengatakan Darstellung.

2)             Pandangan yang nativistis
Menurut pandangan yang nativisme atau organism maka struktur bahasa telah ditentukan secara biologis. Tokoh yang penting dari pandangan ini adalah ahli linguistic Chomsky. Anak sejak mula sudah mempunyai kemampuan untuk berkembang bahasanya.

3)             Pandangan yang empiri dan yang mendasarkan diri pada teori belajar.
Pandangan ini bertitik tolak pada pendapat bahwa anak dilahirkan tidak membawa apa-apa. Ia masih harus banyak belajar, juga belajar bahasa yang dilakukan anak melalui imitasi, belajar model dan belajar dengan reinforsmen. Tokohnya adalah Skinner (1972) dan Bandura (1969).

4)             Permulaan bicara: meraban(mengoceh)
Suara pertama anak yang dilakukan anak adalah jerit tangis pada waktu dilahirkan. Tangis pertama ini berguna untuk memungkinkan anah dapat bernafas, karena mulai saat itu anak harus bernafas sendiri. Meraban dimulai sekitar umur 3 bulan. Buhler menyebutnya sebagai monolog ocehan. Tingkah laku ini berlangsung sampai umur 9 atau 12 bulan. Sedangkan anak sudang mengungkapkan kata-kata pertama mulai usia 9 bulan.
Meraban atau mengoceh mempunyai variasi yang lebih banyak dari pada menangis. Dengan  ocehan dapat dinyatakan perasaan-perasaan positif, juga tedengar variasi banyak dalam suara-suara yang dikeluarkan. Mulai bulan ke 6  maka ocehan mempunyai fungsi komunikatif. Anak tidak sekedar mengoceh tetapi sudah jelas merupakan reaksi terhadap orang lain yang mencari kontak verbal dengan anak tersebut.1
5)             Kalimat satu kata dan kalimat dua kata.
Satu kata yang diucapkan oleh anak harus dianggap sebagai satu kalimat penuh. Misalnya anak mengatakan kursi maka hal itu dapat berarti saya mau duduk di kursi atau mama harus duduk dikursi, atau saya minta kursi untuk naik diatasnya untuk mengambil itu. Itulah sebabnya mengapa ucapan satu kata ank ini dipandang sebagai kalimat satu kata.

6)             Kalimat tiga kata
Dari kalimat dua kata berkembanglah lambat laun kalimat tiga kata yang didalam arti structural mula-mula masih mirip dengan kalimat dua kata. Perubahan ini terjadi kurang lebih antara bulan ke 24 dan bulan ke 30.

7)             Penelitian mengenai kecakapan berbahasa
Penelitian bahasa pada umumnya dibedakan antara :
a.         Perkembangan fonologi atau penguasaan system suara atau bunyi.
b.         Perkembangan morfologis atau penguasaan pembentukan kata-kata
c.         Perkembangan sintaksis atau penguasaan tata bahasa.
d.        Perkembangn leksikal atau penguasaan dan perluasan kekayaan kata-kata serta pengetahuan tentang arti kata.
e.         Perkembangan semantic atau penguasaan arti bahasa.

8)             Perkembangan semantic
Sangat sedikit diketahui mengenai perkembangan kemampuan sintaktis anak, lebih-lebih mengenai perkembangan semantisnya.(Dale, 1972)

E.       Anak Dalam Keluarga
Aries (1962) mengemukakan suatu tinjauan historis mengenai relasi antara anak dan keluarga yang lebih berhubungan dengan lingkungan social yang lebih rendah. Relasi tersebut jika dibandingkan dengan keadaan sekarang adalah sebagai berikut :
1.         Abad ke 17 anak dipercayakan pada orang lain, mereka dimasukkan kedalam asrama-asrama yang biasanya mempunyai sekolah-sekolahnya sendiri. Sekarang anak mempunyai kedudukan yang penting dalam keluarga dan pergi belajar ke sekolah biasa.
2.         Abad ke 18 anak laki-laki tertua sangatlah dinomersatukan, dia merupakan jaminan warisan keluarga. Sekarang semua anak mempunyai hak yang sama, mereka semua mendapatkan kasih saying dan berhak memperoleh pendikan yang sama.
3.         Abad ke 18 kehidupan keluarga serta aktivits-aktivitasnya dipusatkan pada kehidupan bersam dalam masyarakat. Sekarang di masyarakan Eropa,  terutama kepentingan keluarga yang menonjol. Titik berat diletakkan pada kesejahteraan anak. Di Indonesia meskipun kepentingan anak sebagai individu dipentingkan tetapi juga kegunaan mereka dalam pembangunan mesyarakat diperhatikan.
4.         Abad ke 18 dan ke 19  pendidikan formal bagi wanita sangat langka. Sekarang pendidikan formal bagi anak wanita merupakan suatu hal yang biasa dan umum, meskipun masih ada sedikit keterbelakngan terhadap laki-laki, tetapi hal itu segera dapat dikejar.