Rabu, 23 Maret 2016

PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS GURU (PSG LPTK RAYON 6 IAIN WALISONGO)

Tags


PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS GURU

(PSG LPTK RAYON 6 IAIN WALISONGO)





A.    PENGANTAR
Program setifikasi guru merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu dan kesejahteraan guru, serta berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran. Dengan terlaksanaanya sertifikasi guru, diharapkan akan berdampak pada meningkatnya mutu pembelajaran dan mutu pendidikan secara berkelanjutan. Pelaksanaan sertifikasi guru telah ditunggu-tunggu oleh para guru, dan menjadi topik pembicaraan utama setelah disahkannya UUGD N0.20 Tahun 2005,  beberapa even dan kesempatan, pembicaraan tentang guru menjadi topik yang hangat dan aktual seiring dengan diberlakukannya kebijakan pendidikan nasional, baik yang tertuang dalam undang-undang maupun peraturan pemerintah Republik Indonesia. Guru merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. (UU No. 20 th. 2003: Sisdiknas, Bab XI, ps. 39 ayat 2e). Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (UU No. 14 th 2005 Tentang Guru & Dosen, Bab I Pasal 1 ayat 1).  Agar tugas tersebut dapat ditunaikan dengan baik guru berkewajiban: (a) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; (b) mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan (c) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. (UU No. 20 th. 2003: Sisdiknas, Bab XI, ps. 40 ayat 2)
Sebagai imbal balik dari tugas dan kewajiban guru yang berat tersebut guru berhak memperoleh: (a) penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadahi; (b) penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; (c) pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas; (d) perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual; (e) kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas. (UU No. 20 th. 2003: Sisdiknas, Bab XI, ps. 40 ayat 1)
Agar hak dan kewajiban guru dapat dipenuhi secara seimbang, maka pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksudkan adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan kompetensi sebagai agen pembelajaran adalah kemampuan yang harus dimiliki untuk mengelola pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini yang meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. (UU No. 14 th 2005, UUGD, Bab IV Pasal 8, 9 dan 10; lihat juga PP no. 19 th. 2005: Standar Nasional Pendidikan Bab VI).
Untuk memenuhi tuntutan yuridis tersebut di atas maka kegiatan sertifikasi guru sangat diperlukan. Kegiatan tersebut merupakan proses pembuktian bahwa seorang guru telah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Proses pembuktian tersebut diantaranya melalui suatu uji kompetensi. Dengan proses semacam itu maka akan banyak manfaat yang bisa diambil di anataranya: (1) melindungi guru dari praktek-praktek yang tidak kompeten yang dapat merusak citra profesi guru (2) melindungi masyarakat dari praktek pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional.


B.    TUJUAN
Peserta dapat :
  1. Menjelaskan kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki guru.
  2. Mengemukakan alasan mengapa guru harus memiliki kompetensi keguruan(pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial).
  3. Memiliki peresepsi awal yang positif tentang kompetensi keguruan.
  4. Dapat mengaktualisasikan kompetensi keguruan dalam kegiatan pembelajaran.
  5. Melakukan usaha usaha pengembangan profesionalitas guru.

C.    BAHAN BACAAN UNTUK TOOLKITS PESERTA
Guru merupakan salah satu faktor penentu kualitas pendidikan. Bila Gurunya memiliki kualitas akademik, berkompeten dan profesional, maka diharapkan proses pendidikan yang berjalan dapat optimal dan menghasilkan out put lulusan yang kompetitif. Sebaliknya, bila Guru tersebut tidak memenuhi kualitas akademik, tidak berkompeten dan tidak profesional maka keseluruhan proses pendidikan tidak akan optimal. Untuk dapat menghasilkan Guru yang profesional maka upaya peningkatan dan pengembangan kompetensi Guru mutlak diperlukan. Sebelum membahas bagaimana mengembangkan kompetensi guru, perlu dikemukakan terlebih dahulu, sebenamya apa yang dimaksud dengan sebuah profesi dan Guru yang profesional itu?
Profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan atau jabatan yang sesuai dengan keahliannya (expertise). Ini berarti suatu pekerjaan/jabatan itu harus dikerjakan oleh orang yang sudah terlatih/disiapkan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Ciri-ciri profesi adalah: pertama, profesi merupakan seperangkat keterampilan yang dikembangkan secara khusus melalui seperangkat norma yang dianggap cocok dalam suatu masyarakat; kedua, seorang profesional dituntut untuk memiliki landasan pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan dalam waktu yang panjang selama pendidikan dan pelatihan, dan ketiga, seorang profesional harus berorientasi pada usaha memberikan layanan ahli serta dituntut untuk dapat mengevaluasi kerjanya sebagai balikan bagi upaya peningkatan (Nyoman Dentes, 1996).[1]
Nyoman Dentes menambahkan bahwa para ahli profesional di Indonesia merumuskan ciri-ciri utama profesi sebagai berikut: pertama, memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang krusial. Kedua, adanya tuntutan penguasaan keahlian keterampilan sampai tingkatan tertentu. Ketiga, memiliki perolehan keahlian/keterampilan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin, tetapi melalui pemecahan masalah atau penanganan situasi krisis melalui penggunaan metode ilmiah. Keempat, memiliki batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematis dan ekplisit, dan kelima, penguasaan profesi membutuhkan masa pendidikan yang relatif lama, pada jenjang perguruan tinggi.[2]
Menurut Encyclopedi Americana No. 28, disebutkan bahwa profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan profesional bila yang bersangkutan minimal mendapat pendidikan 1 tahun setelah SMA, dimana: pertama, proses pendidikan yang ditempuh merupakan wahana bagi sosialisasi nilai-nilai profesional di kalangan siswalsiswa yang mengikutinya. Kedua, dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat/klien, seorang profesional berpegang teguh kepada kode etik, yang pelaksanannya dikontrol oleh organisasi profesi, dan setiap pelanggaran kode etik dapat dikenakan sangsi.
Ketiga, anggota suatu profesi mempunyai kebebasan untuk menetapkan judgement sendiri dalam menghadapi atau memecahkan sesuatu dalam lingkup kerjanya. Keempat, tanggung jawab profesional adalah komitmen kepada profesi berupa pelayanan sebaik­baiknya kepada masyarakat/klien dan praktik profesional itu otonom dari campur tangan pakar luar, dan kelima, sebagai imbalan dari proses pendidikan dan latihannya yang lama dan komitmen pada seluruh jasaJpekerjaannya sehingga seorang profesional mempunyai prestise yang tinggi di masyarakat dan oleh karenanya berhak mendapatkan imbalan yang layak atau dengan kata lain "bertanda jasa".
Ciri-ciri pekerjaan yang berkualifikasi profesional adalah: memerlukan persiapan atau pendidikan khusus (ijazah, sertifikat, pelatihan, dan sebagainya), membutuhkan pendidikan pra-jabatan, dan memenuhi persyaratan (administratif, dan akademik).[3] Sedang kriteria pendidik profesional adalah: memberi pelayanan kepada masyarakat kampus, mengikuti pelatihan, memberi sumbangan bagi kode etik, tergabung dalam asosiasi profesi, melakukan publikasi karya ilmiah, mengikuti ujian dalam pendidikan tertentu dan pembatasan perilaku.
Berdasarkan uraian di atas, hal mendasar yang semestinya dipahami berkaitan dengan profesi adalah kepedulian yang didasari atas kearifan atau pengabdian berdasarkan keahlian demi kemaslahatan orang lain. Frank. H. Blackington menyatakan: a profession must satisfy an indispensable sosial need and be based upon well established and sosially acceptable scientific principles, yakni bahwa sebuah profesi harus memenuhi kebutuhan masyarakat yang sangat diperlukan dan didasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah yang diterima oleh masyarakat. Senada dengan itu, Nyron Lieberman menyatakan bahwa tekanan utama seorang profesional adalah terletak pada pengabdian yang harus dilaksanakan dari pada keuntungan ekonomi.[4] Berkaitan dengan karakteristik profesional tersebut, pertanyaan yang patut diajukan adalah sudah optimalkah tenaga kependidikan nasional kita dalam melaksanakan tugasnya sebagai profesi?
Dengan demikian, Guru yang profesional adalah mereka yang memiliki kemampuan profesional dengan berbagai kapasitasnya sebagai pendidik. Studi yang dilakukan oleh Ace Suryani menunjukkan bahwa Guru yang bermutu dapat diukur dengan lima indikator, yaitu: pertama, kemampuan profesional (professional capacity), sebagaimana terukur dari ijazah, jenjang pendidikan, jabatan dan golongan, serta pelatihan. Kedua, upaya profesional (professional efforts), sebagaimana terukur dari kegiatan mengajar, pengabdian dan penelitian. Ketiga, waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional (teacher's time), sebagaimana terukur dari masa jabatan, pengalaman mengajar serta lainnya. Keempat, kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya (link and match), sebagaimana terukur dari mata pelajaran yang diampu, apakah telah sesuai dengan spesialisasinya atau tidak, serta kelima, tingkat kesejahteraan (prosperiousity) sebagaimana terukur dari upah, honor atau penghasilan rutinnya. Tingkat kesejahteraan yang rendah bisa mendorong seorang pendidik untuk melakukan kerja sambilan, dan bilamana kerja sambilan ini sukses, bisa jadi profesi mengajarnya berubah menjadi sambilan.
Guru yang profesional amat berarti bagi pembentukan sekolah unggulan. Guru profesional memiliki pengalaman mengajar, kapasitas intelektual, moral, keimanan, ketaqwaan, disiplin, tanggungjawab, wawasan kependidikan yang luas, kemampuan manajerial, trampil, kreatif, memiliki keterbukaan profesional dalam memahami potensi, karakteristik dan masalah perkembangan peserta didik, mampu mengembangkan rencana studi dan karir peserta didik serta memiliki kemampuan meneliti dan mengembangkan kurikulum.
Khusus untuk Guru agama Islam, perlu diperhatikan penguasaan bidang agama Islam dan ketaatan dalam beribadah maupun amaliah sehingga ia mampu mengintegrasikan nilai-nilai Islam ke dalam setiap mata pelajaran yang diajarkannya (integrated curriculum) dan mampu menciptakan iklim pembelajaran dan lingkungan belajar yang Islami.
Selain berkepribadian terpadu, cakap, bertanggungjawab, teladan, dan kompeten di bidangnya, Guru agama Islam yang profesional dituntut untuk beriman, bertaqwa, ikhlas, dan berakhlak mulia.[5] Al-Abrasyi menambahkan, bahwa Guru dalam pendidikan Islam hendaklah memiliki sifat zuhud, bersih, ikhlas, pemaaf, berperilaku kasih sayang pada murid layaknya orang tua pada anak, mengetahui watak murid, dan menguasai pelajaran.[6] Al-Abrasyi memandang bahwa Guru adalah spiritual father atau bapak-rohani bagi seorang murid. Gurulah yang memberi santapan jiwa dengan ilmu dan akhlak. Pendek kata, Guru agama Islam dituntut untuk memiliki sifat-sifat utama (fadlilah) dan karakter positif sebagai pendidik (akhlak al-karimah). Seterusnya, Guru agama Islam hendaknya menuntut ilmu tidak sekedar thalabu al- 'ilmi li dzat al- 'ilmi atau science for science, melainkan thalabu al- 'ilmi li mardlatillah[7]. Memang, semakin detail kualifikasi seorang Guru agama Islam diuraikan, semakin sulit mendapatkan figure tersebut. Akan tetapi, sebagai acuan untuk merealisasikan pendidikan yang unggul, berbagai karakter dan tipologi Guru agama Islam yang profesional tadi, merupakan suatu keniscayaan untuk dapat dicapai, dan oleh karenanya perlu dilakukan pembinaan secara terus-menerus.
Figur ideal Guru agama Islam adalah Nabi, sebab Nabi merupakan teladan bagi umatnya, sekaligus sosok Guru yang ideal, karena Nabi membina aspek material­-spritual manusia.[8] Maka, Guru agama Islam mengikuti pola pendidikan prophetic yang merefleksikan nilai-nilai ketuhanan (teo-sentris) dengan inti tauhid. Pendidikan yang tauhidik ini ketika diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, tidak bisa meremehkan aspek antropo-sentris, sehingga dimensi pendidikan Islam mencakup totalitas teo-antropo-sentris. Pembenaran terhadap aspek ketuhanan, atau teo-sentris tadi, diambil oleh Guru agama Islam dari sumber wahyu (revealed and perennial knowledge), sementara konsepsinya terhadap kealaman dan kemanusiaan dicapai melalui sumber rasional (acquired knowledge). Ringkasnya, seorang Guru agama Islam itu memadukan dimensi material dengan spiritual, jasmani dengan rohani, lahir dengan batin, ilmu dengan iman, dan duniawi dengan ukhrawi.
Jadi, seorang Guru agama Islam mempunyai nilai tambah (added value), bila dibandingkan dengan pendidik pada umumnya, dari aspek kapasitas keberagamaanya (religious competency). Untuk alasan inilah, Guru agama Islam dipersyaratkan tidak hanya berperan sebagai seorang sarjana, melainkan juga sebagai orang yang berkepribadian utama, yakni seorang yang perilakunya menjadi teladan bagi para muridnya. Soalnya bukan sekedar apa yang dia ajarkan, tetapi juga apa yang ia kerjakan, cara ia melakukan, dan sikapnya baik di dalam maupun di luar kelas, dimana semua itu mestilah bersesuaian dengan perilaku ideal yang dapat diterima oleh para muridnya tanpa ragu.[9]
Al-Ghazali cukup konprehensif dalam menjelaskan karakteristik ideal Guru agama Islam tersebut atas dasar kode etik yang patut dimilikinya. Bagi al-Ghazali, Guru agama Islam mestilah menerima segala problem anak didik dengan hati dan sikap yang terbuka lagi tabah, bersikap penyantun dan penyayang (QS. 3: 159),[10] tidak angkuh terhadap sesama (QS. 53:32),[11]tawadlu (QS. 15:88),[12]taqarrub (QS.98:5),[13]menghindari aktivitas yang sia-sia, lemah lembut pada anak, tidak pemarah, tidak menakutkan bagi anak, memperhatikan pertanyaan mereka, menerima kebenaran dari anak yang membantahnya, mencegah anak mempelajari ilmu yang berbahaya, serta mengaktualisasikan ilmu yang dipelajarinya.[14]
Sayangnya, konsepsi Guru agama Islam ideal seperti itu harus disepelekan akibat perubahan modernitas dan pergeseran sosial-budaya. Profesionalisme kadang kala dimaknai secara sempit dengan slogan ada upah ada kerja, padahal, pekerja keras dan berat belum tentu mendapat upah yang setimpal dan layak. Bisa jadi, pekerta tanpa keringat mendapat upah jauh lebih besar dari selainnya. Pekerja profesional juga terlanjur dilembagakan (institutionalized), akibatnya pendidik yang secara individual patut disebut profesional, tidak diakui. Upah dan pengakuan, sebagaimana diuraikan terdahulu, memang menjadi kriteria profesionalisme pendidik, namun implementasinya tidak hanya menekankan kedua hal tersebut secara sepihak dengan mengesampingkan kriteria lainnya, semisal professional capacity, professional efforts, link and match, dan bagi Guru agama Islam masih ada nilai tambah lagi, yaitu iman, taqwa, ikhlas, tawaddlu, taqarrub, dan lain sebagainya.

Performance Guru
Perilaku Guru dirancang untuk menentukan seberapa baik para Guru dapat melaksanakan keterampilan mengajar minimum tertentu yang dipandang secara umum penting bagi pembelajaran efektif. Untuk mengukur efektifitas kemampuan perilaku Guru tersebut disusunlah instrumen uji kompetensi yang disebut dengan Teacher Performance Assessment Instruments atau TPAI. Sebagai sebuah pengukuran langsung bagi Guru yang sedang mengajar, TPAI ini berangkat lebih dari sekedar tes tertulis (paper and pen test), dimana dari situ kesimpulan dapat dibuat tentang bagaimana kualitas mengajarnya melalui pengetahuan Guru tentang konsep pendidikan pada umumnya. Sementara instrumen lainnya digunakan untuk mengukur apa yang diketahui oleh Guru tentang mata pelajaran, siswa, dan bagaimana perkuliahan tersebut dilaksanakan. Di sini TPAI menjadi sarana yang tepat untuk mengukur kemampuan Guru yang sedang mengajar.
TPAI ini dirancang untuk pemberian sertifikasi mengajar guru dan dapat digunakan melalui berbagai cara, baik secara in-service educational development maupun pre-service teacher educational program. Sebenarnya apa isi instrumen TPAI tersebut? Secara singkat akan dijelaskan berikut ini.
Instrumen TPAI meliputi lima komponen, yaitu: pertama, rencana mengajar dan materi pelajaran guru (Teacher Plans and Materials atau TPM). Fokusnya adalah keterampilan mengajar yang berkaitan dengan persiapan mengajar. Guru yang diuji kompetensinya diminta untuk menyiapkan portofolio untuk satuan pembelajaran. Setelah mempelajari portofolio tersebut dan mewancarainya, para pengumpul data menilai seluruh item komponen yang terkait dengan perencanaan, pemilihan tujuan, dan penentuan bahan dan alat yang dipakai dalam pembelajaran.
Kedua, langkah-Iangkah yang dilakukan oleh Guru di ruang kelas (The Classroom Procedures atau CP). Fokusnya adalah praktik pengajaran langsung di ruang kelas. Para pengumpul data menggunakan instrumen ini untuk mengidentifikasi praktik mengajar guru dalam setting ruang kelas yang sedang berjalan. Karenanya, pengamatan secara langsung di ruang kelas ketika Guru sedang mengajar menjadi sumber penilaian yang utama. Uji kompetensinya menyangkut metode dan teknik mengajar.
Ketiga, kemampuan kepribadian (The Interpersonal Skills atau IS) yang menyatakan kompetensi dalam menciptakan iklim sosial yang menyenangkan, berupa sikap hangat dan bersahabat dalam mengelola interaksi di ruang kelas. Skor uji kompetensi ini juga didasarkan pada pengamatan langsung pada perilaku Guru selama proses pembelajaran di ruang kelas sedang berjalan.
Keempat, standar profesional (The Professional Standards atau PS). Uji kompetensi ini tidak membutuhkan portofolio maupun observasi langsung, sebab tes ini menguji perilaku profesional Guru menyangkut kebijakan dan prosedur sekolah, serta keterlibatannya dalam berbagai kegiatan. Uji kompetensi ini dilakukan melalui interview dengan Guru tersebut, kolega, serta atasannya sebagai sumber utama penelilaian.
Kelima, persepsi siswa (The Student Perceptions atau SP). Uji kompetensi ini menilai persepsi siswa terhadap perilaku mengajar gurunya di ruang kelas. Alat penilaiannya meliputi berbagai item yang ada dalam CP dan IS yang disusun sedemikian rupa mudah dipahami oleh siswa. Misalnya saja, siswa ditanya apakah mereka berpendapat bahwa gurunya bersahabat, memahami mereka, atau memotivasi perbuatan siswa. Jawaban siswa bisa berjenjang dari "tidak pernah", "kadang-kadang", sampai pada "sering".
Sedangkan komponen kelima, yaitu Studens Perceptions (SP) instrumen dan indikatomya merupakan perpaduan antara Classroom Procedures (CP) dengan Interpersonal Skills (IS) di atas. Hal itu dilakukan untuk tujuan validasi dan trianggulasi dari hasil penilaian guru tersebut. Seluruh komponen, intrumen dan indikator guru di atas bisa dijadikan sebagai salah satu model pemberian sertifikasi.
Beranjak dari seluruh uraian di atas, dapat dipahami bahwa dalam rangka mewujudkan profesionalisme guru diperlukan serangkaian upaya dan proses peningkatan kualitas akademik, pengembangan kompetensi, pemberian pengakuan dalam bentuk sertifikasi, pemberian insentif yang layak, kesiapan SDM, dukungan politik, hukum, sosial, budaya, serta faktor terkait lainnya.

Peningkatan Kompetensi Guru
Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Guru memiliki kesempatan meningkatkan kompetensinya melalui akses sumber belajar dan informasi, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, pendidikan lanjut, pelatihan, seminar dan lokakarya, serta kegiatan lain yang sejenis.
Dalam penjelasan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan tentang empat kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap pendidik, meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial. Adapun definisi dari masing-masing kompetensi tersebut ádalah :

1.     Kompetensi Pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
2.     Kompetensi Personal/Kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang  mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
3.     Kompetensi Profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
4.     Kompetensi Sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Dalam kerangka menjabarkan empat kompetensi tersebut berdasar dalam konteks UU SISDIKNAS No.20 Tahun 2003,  UUGD No. 14 Tahun 2005 dan PP.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), telah diterbitkan PERMEN no. 16 tahun 2007 tentang Standar Kompetensi bagi pendidik.Uraian sebagaimana terlampir :

RUMUSAN STANDAR KOMPETENSI GURU
(Permen no. 16 tahun 2007)

Rumusan dari empat kompetensi guru beserta indikatornya tersebut, selanjutnya menjadi standar dalam mengukur kinerja guru yang profesional. Sebagaimana dijadikan dasar penilaian sertifikasi guru dalam jabatan dalam bentuk portofolio yang terdiri 10 (sepuluh) komponen.
1.     Kualifikasi Akademik
2.     Pendidikan & Pelatihan
3.     Pengalaman Mengajar
4.     Perencanaan & Pelaksanaan Pembelajaran
5.     Penilaian dari Atasan
6.     Prestaqsi Akademik
7.     Karya Pengembangan Profesi
8.     Keikutsertaan dalam Forum Ilmiah
9.     Pengalaman menjadi Pengurus di idang Pendidikan dan Sosial
10.  Penghargaan yang relevan di bidang Pendidikan

Guru ke depan menghadapi berbagai tantangan yang berat, bukan hanya dalam level lokal, melainkan nasional dan global. Terlebih setelah diundangkannya UU RI NO.20 Tahun 2003, UUGD No. 14 Tahun 2005,PP NO. 19 Tahun 2005 tentang Stándar Nasional Pendidikan, PP No.74 Tahun 2008 tentang guru ,Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang Stándar Kualifikasi pendidik dan kompetensi pendidik serta Permendiknas No. 10 Tahun 2009 tentang sertifikasi Guru dalam Jabatan maka tuntutan terhadap profesionalisme guru semakin besar. Program sertifikasi guru merupakan amanah undang-undang yang harus dilaksanakan dan diharapkan akan mampu menjadikan guru yang bermutu tinggi dan profesional.

Guru sebagai Profesi
Guru adalah pendidik profsional dengan tugas utama mendidik, mengajar dan membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menegah.
Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 7 ayat 1, profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut[15]:
1.      Memiliki bakat, minat, panggilan, dan idealisme.
2.      Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia.
3.      Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
4.      Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
5.      Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
6.      Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
7.      Memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesi berkelanjutan.
8.      Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan keprofesionalan.
9.      Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan keprofesian.

     Bagi guru profesional, pekerjaan sebagai seorang guru merupakan sebuah pilihan dan keinginan kuatnya bukan karena keterpaksaan. Pekerjaan sebagai guru merupakan  panggilan jiwa, minat dan cita-citanya. Dengan demikian seorang guru akan melaksanakan pekerjaan ini penuh dengan kerja keras dan dedikasi yang tinggi. Sikap seperti ini dapat lahir dari sebuah pengetahuan bahwa pekerjaan sebagai guru merupakan pekerjaan yang sangat mulia, Pekerjaan guru akan memberikan  investasi pahala pasca kematiannya dan pengetahuan-pegetahuan normatif lainnya. Terdapat sebuah hadits yang bisa dijadikan inspirasi sesorang untuk menjadi guru, misalnya:
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَه  (رواه البخاري)

Dari Nabi s.a.w. bersabda,” Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar al-Qur`an dan mengajarkannya". (HR. al-Bukhari)

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِه (رواه مسلم )

Rasul Allah s.a.w. bersabda, “ Barang siapa yang menunjukan pada kebaikan maka baginya adalah seperti pahala orang yang melaksanakan kebaikan itu (HR. Muslim)

            Guru profesional harus mempunyai komitmen yang kuat komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia. Oleh karena itu, guru harus orang yang mempunyai iman yang kuat dan taqwa yang tinggi serta berakhlak mulia.
Sebagai seorang guru yang profesional, guru harus memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas. Sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
Guru harus memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan. Di samping bertanggung jawab kepada Allah dalam pelaksanaan tugas, guru juga bertanggungjawa terhadap masyarakat sebagai pengguna. Pablic Trust (kepercayaan masyarakat) akan terjaga manakala guru bertanggungjawab dalam pelaksanaan tugasnya. Guru harus ingat bahwa profesi guru adalah profesi berupa pelayanan sebaik ­baiknya kepada masyarakat atau klien.
Seorang guru profesional berhak mendapatkan  penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja. Dengan penghasilan itu diharapkan guru dapat melaksananakan tugas dengan penuh konsentrasi dan terfokus.
Guru profesional berhak memperoleh kesempatan untuk mengembangkan profesi berkelanjutan serta meningkatkan kompetensi baik melalui pelatihan maupun pendidikan. Dengan demikian bahwa guru yang profesional senantiasa mempunyai semangat untuk mengembangkan diri. Guru profesional harus senatiasa belajar menyesuaikan tuntutan-tuntutan baik yang bersifat lokal maupun global dengan tetap memegang teguh kode etik dan norma-orma keagamaan maupun kemasyarakatan. Ia berkuwajiban meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Guru profesional berhak memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan keprofesionalan. Perlindungan hukum ini mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. Guru profesional juga berhak mendapat perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi dan pembatasan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas. Di samping itu, guru profesional berhak juga mendapat perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kesehatan lingungan kerja dan resiko lain.

Guru profesional wajib menjadi anggota organisasi profesi. Guru dapat membentuk organisasi profesi yang bersifat independent. Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan untuk menetapkan dan menegakkan kode etik guru yang berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, memberikan bantuan hukum kepada guru, memberikan perlidungan profesi guru, melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru dan memajukan pendidikan nasional. Organisasi profesi guru dapat membentuk dewan kehormatan guru. Dewan kehormatan guru ini dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan sanksi atas pelanggaran kode etik guru. Rekomendasi dewan kehormatan guru harus objektif, tidak diskriminatif dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan. Dan organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan.

D.    LEMBAR KERJA

Tugas kelompok Guru
Petunjuk  A :
  1. Para peserta PLPG dibagi menjadi 4 (empat) kelompok.
  2. Tunjuk perwakilan kelompok untuk mewakili  presentasi hasil diskusi kelompok.

Berkaitan dengan pengembangan profesionalitas guru dalam memenuhi kriteria kompetensi keguruan (pedagogik, profesional, personal dan sosial).  Diskusikanlah dengan kelompok Bapak dan Ibu mengenai permasalahan/isu/fakta dilapangan terkait dengan pengembangan 2 (dua) dari 4 (empat) kompetensi guru yakni: KOMPETENSI PERSONAL DAN SOSIAL.  Nyatakan dengan hati yang tulus, paparkan sebanyak mungkin kendala yang dihadapi guru.
a.     .......................................................................................................................
.......................................................................................................................
b.    .......................................................................................................................
.......................................................................................................................
c.     .......................................................................................................................
.......................................................................................................................
d.    .......................................................................................................................
.......................................................................................................................
e.     .......................................................................................................................

Petunjuk  B :
  1. Para peserta PLPG dibagi menjadi 4 (empat) kelompok.
  2. Tunjuk perwakilan kelompok untuk mewakili  presentasi hasil diskusi kelompok.

Berkaitan dengan pengembangan profesionalitas guru dalam memenuhi kriteria kompetensi keguruan (pedagogik, profesional, personal dan sosial).  Diskusikanlah dengan kelompok Bapak dan Ibu mengenai permasalahan/isu/fakta dilapangan terkait dengan pengembangan 2 (dua) dari 4 (empat) kompetensi guru yakni: KOMPETENSI PROFESIONAL DAN KOMPETENSI PEDAGOGIK.  Nyatakan dengan hati yang tulus, paparkan sebanyak mungkin upaya pengembangan kedua kompetensi tersebut serta kendala yang dihadapi guru.
a.     .......................................................................................................................
.......................................................................................................................
b.    .......................................................................................................................
.......................................................................................................................
c.     .......................................................................................................................
.......................................................................................................................
d.    .......................................................................................................................
.......................................................................................................................
e.     .......................................................................................................................
.......................................................................................................................


E.    DAFTAR PUSTAKA
A. Samana, 1994, Profesionalisme Keguruan, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Ahmad Tafsir, 1994, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Jusuf Amir Feisal, 1995, Reorientasi Pendidikan Islam, Bandung: Gema Insani Pers.
Muhaimin, 1993, Pemikiran Pendidikan Islam:Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, Bandung: Trigenda Karya.
Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, 1993, “Al-Tarbiyah al-Islamiyah” dalam Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Permen no. 16 Tahun 2007 tentang Stándar Kualifikasi Pendidik dan Kompetensi Pendidik
Permendiknas No. 10 Tahun 2009 tentang sertifikasi Guru dalam Jabatan
Ramayulis, 1994, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia.
Subijanto, "Pemantauan Tenaga Kependidikan TK, SD, dan SDLB di Kabupaten Badung, Propinsi Bali" dalam Portal Informasi Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Balitbang Dikdasmen Dikti PLSP Kebudayaan, Departemen Pendidikan Nasional, h.5.) Sebagaimana diakses melalui www.depdiknas.go.id.
Syed Sajjad Husein dan Syed Ali Ashraf, 1979, Crisis in Muslim Education, Jeddah: Jodder and Stoughton, King Abdul Aziz University.
Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional




[1] Subijanto, "Pemantauan Tenaga Kependidikan TK, SD, dan SDLB di Kabupaten Badung, Propinsi Bali" dalam Portal Informasi Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Balitbang Dikdasmen Dikti PLSP Kebudayaan, Departemen Pendidikan Nasional), h.5. Sebagaimana diakses melalui www.depdiknas.go.id.
[2]lbid.
[3]A. Samana, Profesionalisme Keguruan, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1994), h.27-29.
[4]Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Bandung: Gema lnsani Pers, 1995), h.173-175.
[5] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), h. 37-45.
[6] Muhammad 'Athiyah al-Abrasyi, "al- Tarbiyah al-Islamiyah" dalam Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h.136-141. lihat juga Ahmad Tafsir, IImu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), h.77-85. lihat juha Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofik dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), h.176-177.
[7]Ibid. h. 136.
[8]QS. AI-Ahzab (33:21): "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah". Nabi sebagai teJadan yang patut ditiru oleh umatnya ini berlaku secara umum, tidak hanya Nabi Muhammad saja. Tiap umat meneladani Nabinya. Dalam ayat yang lain disebutkan bahwa Nabi lbrahim patut diteladani. Lihat QS. An-NahJ (16: 120): "Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapal dijadikan leladan lagi paluh kepada Allah dan hanif Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang­orang yang mempersekulukan (Tuhan)", juga QS. AJ-Mumtahanah (60:6): "Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umalnya) ada leladan yang baik bagimu; (yailu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamalan pada) Hari kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dia­lah Yang Maha Kaya lagi terpuji".
[9]Lihat Syed Sajjad Husein dan Syed Ali Ashraf, Crisis in Muslim Education, Jeddah: Hodder and Stoughton, Kin Abdu\ Aziz University, 1979), h.104.
[10]QS. Ali Imran (3: 159): "Maka disebabkan rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maajkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan ini. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya"
[11]QS. An-Najrn (53:32): "(Yaifu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu maha luas ampunan-Nya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masihjanin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa ".
[12]QS. AI-Hijr (15:88): "Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman".
[13]QS. AI-Bayyinah (98:5): "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat,' dan yang demikian ifulah agama yang lurus ".
[14]Muhaimin, Op. Cit., h.175.
[15] Lihat: UURI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen      


EmoticonEmoticon