Rabu, 23 Maret 2016

PEMBELAJARAN MAKNA DEMOKRASI

Tags



PEMBELAJARAN MAKNA DEMOKRASI
BAB I
PENDAHULUAN


I.I Latar Belakang
Asumsi tentang pendidikan sebagai sarana dan instrumen untuk mengalihkan ilmu pengetahuan bukan hanya telah mereduksi makna hakiki dan fungsi pendidikan, tetapi juga menyepelekan warga didik dan arah ke depan.Pendidikan sejatinya adalah untuk membangun dan mengembangkan potensi manusia agar memiliki karakter, integritas, dan kompetensi yang bermakna dalam kehidupan. Namun yang terjadi selama ini pendidikan masih terjebak pada pandangan dan praktek yang tidak membangun ruang pembelajaran yang bisa memperkaya nilai-nilai kemanusiaan, keluhuran, kejujuran, dan keadaban. Dengan demikian, sistem dan praktek pendidikan di negeri kita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa gagal dalam membangun karakter bangsa dan kemuliaan hidup.
Pendidikan dewasa ini harus bisa berfungsi ikut membangun kapasitas bangsa sebagai manusia pembelajar, sehingga bisa andal dan percaya diri dalam percaturan global sekarang serta rancangan ke masa depan. Dalam konteks ini, bukan hanya kukuh dan lumintu dalam visi serta cita etis pendidikan yang humanis dan religius, melainkan juga pendidikan mempunyai daya dan tata kelola untuk memperkaya kehidupan yang demokratis.
Pengembangan nilai-nilai demokratis di dekolah juga perlu diterapkan untuk menghadapi era globalisasi yang kini diyakini akan menghadirkan banyak perubahan global seiring dengan akselerasi keluar masuknya berbagai kultur dan peradaban baru dari berbagai bangsa di dunia. Itu artinya, dunia pendidikan dalam mencetak sumberdaya manusia yang bermutu dan profesional harus menyiapkan generasi yang demokratis, sehingga memiliki resistence yang kokoh di tengah-tengah konflik peradaban.
Langkah konkret yang menarik untuk direalisasi bersama, terutama oleh insan pendidik dan pihak-pihak yang berkecimpung di dunia pendidikan, adalah menciptakan ruang hidup dan praktek pendidikan sebagai sebuah kehidupan yang nyata.
I.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini yang akan dibahas adalah sebagai berikut.
  1. Apakah pengertian demokrasi itu?
  2. Apa sajakah nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi?
  3. Apakah pengertian Demokrasi Pancasila?
  4. Apa sajakah asas, prinsip, dan unsur Demokrasi Pancasila?
  5. Apakah tujuan pelaksanaan demokrasi di sekolah?
  6. Bagaimanakah pengembangan nilai-nilai demokrasi di sekolah?

I.3 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini agar pembaca.
  1. Dapat mengetahui  pengertian demokrasi.
  2. Dapat mengetahui apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi.
  3. Dapat mengetahui pengertian Demokrasi Pancasila.
  4. Dapat mengetahui apa saja asas, prinsip, dan unsur Demokrasi Pancasila.
  5. Dapat mengetahui apakah tujuan pelaksanaan demokrasi di sekolah.
  6. Dapat mengetahui bagaimana pengembangan nilai-nilai demokrasi di sekolah.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Demokrasi
2.1.1 Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah gabungan dari dua kata yaitu demos dan kratos yang diambil dari bahasa Yunani, demos berarti rakyat dan kratos berarti pemerintahan. Jadi demokrasi dapat diartikan sebagai suatu pemerintahan dimana rakyat memegang suatu peranan yang sangat menentukan (Wuryo, Kasmiran, dkk. 1980:112).
Menurut tahapannya dikenal dua tahap demokrasi, yaitu demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung ( tim penyusun,1993:118 ). Dalam demokrasi langsung rakyat ikut secara langsung dalam menentukan pemerintahan. Hal ini terjadi pada tipe-tipe Negara kota waktu zaman Yunani kuno, yakni ketika rakyat berkumpul pada tempat tertentu untuk membicarakan berbagai masalah kewarganegaraan. Pada masa modern ini cara demikian tentu tidak mungkin lagi karena selain negaranya semakin luas dan warganya semakin banyak, urusan-urusan kenegaraan juga semakin kompleks. Jadi rakyat tidak lagi ikut dalam urusan pemerintahan secara langsung melainkan melalui wakil-wakilnya yang ditentukan melalui pemilihan umum. Inilah yang disebut demokrasi tidak langsung.Yang melaksanakan kekuasaan Negara demokrasi adalah wakil-wakil rakyat yang terpilih, di mana rakyat yakin bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan diperhatikan oleh wakil rakyat dalam melaksanakan kekuasaan negara.
Adapun ciri khas demokrasi adalah sebagai berikut:
  1. Adanya pembagian kekuasaan.
  2. Adanya undang-undang yang demokratis.
  3. Adanya rule of law, bukan rule of  power.
  4. Partai politik lebih dari satu.
  5. Pers yang bebas.
  6. Pemilu yang bebas.
Sedangkan pokok-pokok dalam pelaksanaan demokrasi adalah sebagai berikut:
  1. Kedaulatan tertinggi di tangan rakyat.
  2. Adanya pemerintahan perwakilan.
  3. Bersumber pada persetujuan bebas mayoritas rakyat.
  4. Pelaksanaan hak-hak sosial dan politik.
  5. Kekuasan pemerintah yang terbatas dan diawasi.
  6. Penghargaan dan perlindungan  hak asasi manusia (HAM).
  7. Tegaknya hukum bersamaan dengan tegaknya keadilan.
2.1.2 Nilai-nilai Demokrasi
Henry B Mayo dalam bukunya “Introduction to Demokratic Theory” merinci beberapa nilai yang terdapat dalam demokrasi, yaitu:
  1. Menyelesaikan persoalan secara damai dan melembaga.
  2. Menjamin terselenggaaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah.
  3. Menyelenggarakan pergantian pemimpin secara teratur.
  4. Membatasi pemakaian kekerasan sampai taraf yang minimum.
  5. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman (diversity).
  6. Menjamin tegaknya keadilan.
Nilai-nilai demokrasi dipercaya akan membawa kehidupan berbangsa dan bernegara dalam semangat egalitarian dibandingkan dengan ideologi non-demokrasi. Menurut Dahl keuntungan pelaksanaan demokrasi sebagai berikut:
  1. Demokrasi menolong mencegah tumbuhnya pemerintahan oleh kaum otokrat yang kejam dan licik.
  2. Demokrasi menjamin bagi warga negaranya dengan sejumlah HAM yang tidak diberikan oleh sistem-sistem yang tidak demokratis.
  3. Demokrasi menjamin kebebasan yang lebih luas bagi warga negaranya.
  4. Demokrasi membantu rakyat untuk melindungi kepentingan dasarnya.
  5. Hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi orang-orang untuk menggunakan kebebasannya untuk menentukan nasibnya sendiri yaitu untuk hidup di bawah hukum yang mereka tentukan dan konsekwensikan sendiri.
  6. Hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat memberikan kesempatan sebesar-besarnya untuk menjalankan tanggung jawab moral.
  7. Demokrasi membantu perkembangan manusia lebih total.
  8. Hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat membantu perkembangan kadar persamaan politik yang relatif tinggi.
  9. Negara-negara demokrasi perwakilan modern tidak berperang satu sama lain.
  10. Negara-negara demokratis yang konsekuen terhadap kedemokratisannya cenderung lebih makmur daripada Negara-negara dengan pemerintahan yang tidak demokratis.
Untuk dapat menjamin tetap tegaknya nilai-nilai demokrasi tersebut maka perlu diselenggarakan lembaga-lembaga sebagai berikut:
  1. Pemerintah yang bertanggung jawab.
  2. Lembaga perwakilan rakyat yang menyalurkan aspirasi rakyat dan mengadakan pengawasan (kontrol) terhadap pemerintah.
  3. Pembentukan organisasi/partai politik.
  4. Pers dan media masa yang bebas untuk menyatukan pendapat.
  5. Sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak-hak asasi dan mempertahankan keadilan.
2.2 Demokrasi Pancasila
2.2.1 Pengertian Demokrasi Pancasila
Demokrasi yang dianut oleh bangsa Indonesia adalah Demokrasi Pancasila karena ideologi  negara atau dasar negara adalah Pancasila, jadi praktek demokrasi di bidang apapun harus sesuai dengan Demokrasi Pancasila.
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian Demokrasi Pancasila. Menurut Prof. Dr. Drs. Notonagoro, S.H, Demokrasi Pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab, yang mempersatukan Indonesia, dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Prof. Dardji Darmodiharjo, S.H, Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia, yang perwujudannya seperti dalam ketentuan-ketentuan Pembukaan UUD 1945 (Budiyanto, 2003: 171).
Pengertian Demokrasi Pancasila dapat dibedakan atas:
  1. Aspek material (segi substansi/isi), Demokrasi Pancasila harus dijiwai dan diintegrasikan oleh sila-sila lainnya. Karena itulah, pengertian Demokrasi Pancasila tidak hanya merupakan demokrasi politik, tetapi juga demokrasi ekonomi dan sosial.
  2. Aspek formal, Demokrasi Pancasila merupakan bentuk atau cara pengambilan keputusan (demokrasi politik) yang dicerminkan oleh sila keempat, yakni “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”.
2.2.2 Asas Demokrasi Pancasila
Bagi bangsa Indonesia, pilihan yang tepat dalam menerapkan paham demokrasi adalah dengan Demokrasi Pancasila. Paham Demokrasi Pancasila sangat sesuai dengan kepribadian bangsa yang digali dari tata nilai sosial budaya sendiri. Hal itu telah dipraktekkan secara turun temurun jauh sebelumIndonesiamerdeka. Kenyataan ini dapat kita lihat pada masyarakat desa yang menerapkan “musyawarah mufakat” dan “gotong royong” dalam menyelesaikan masalah-masalah bersama yang terjadi di desanya.
Keberhasilan nilai-nilai Demokrasi Pancasila dipraktekkan pada masyarakat desa diIndonesia, yang berasaskan pada sila keempat Pancasila yang berbunyi: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Berdasarkan asas ini maka rakyat ditempatkan sebagai subyek demokrasi, artinya rakyat sebagai keseluruhan berhak untuk ikut serta secara aktif menentukan keinginan-keinginannya sekaligus sebagai pelaksana dari keinginan-keinginan tersebut, dengan berperanserta dalam menentukan mandataris atau pimpinan nasional yang akan melaksanakan garis-garis besar haluan negara tersebut.
2.2.3 Prinsip Demokrasi Pancasila
Secara ideologi maupun konstitusional, asas Demokrsi Pancasila yang mencerminkan tata nilai sosial budaya bangsa, mengajarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
  1. Persamaan bagi seluruh rakyatIndonesia.
  2. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
  3. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, dan orang lain.
  4. Mewujudkan rasa keadilan sosial.
  5. Pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat.
  6. Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan.
  7. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.
2.2.4 Unsur-unsur Demokrasi Pancasila
Adapun penerapan unsur-unsur demokrasi diIndonesiaadalah sesuai dengan Demokrasi Pancasila yaitu:
  1. Demokrasi berdasarkan kedaulatan rakyat.
  2. Demokrasi berdasarkan kepentingan umum.
  3. Demokrasi menampilkan sosok negara hukum.
  4. Negara demokratis menggunakan pemerintahan yang terbatas kekuasaannya.
  5. Semua negara demokrasi menggunakan lembaga perwakilan.
  6. Di dalam negara demokrasi kepala negara adalah atas nama rakyat.
  7. Negara demokrasi mengakui hak asasi.
  8. Kelembagaan negara didasarkan pada pertimbangan yang bersumber pada kedaulatan rakyat.
  9. Setiap demokrasi memiliki tujuan dalam bernegara.
  10. Setiap demokrasi memiliki mekanisme pelestariannya.
  11. Setiap demokrasi memiliki lembaga legislatif.
  12. Setiap demokrasi memiliki lembaga eksekutif.
  13. Setiap demokrasi memiliki kekuasaan kehakiman.
  14. Setiap demokrasi kedudukan warga negaranya sama.
  15. Setiap demokrasi memberikan kebebasan dalam penyaluran aspirasi rakyat.
  16. Setiap demokrasi menggariskan tata cara menggerakkan negara yang demokratis sifatnya.
2.3 Demokrasi di Sekolah
2.3.1 Tujuan Pelaksanaan Demokrasi di Sekolah
Seperti sebuah negara, sekolah juga merupakan suatu organisasi, layaknya masyarakat mini yang memiliki warga dan peraturan. Sekolah merupakan sebuah organisasi, yakni unit sosial yang sengaja dibentuk oleh beberapa orang yang satu sama lain berkoordinasi dalam melaksanakan tujuannya untuk mencapai tujuan bersama. Tujuannya yaitu mendidik anak-anak dan mengantarkan mereka menuju fase kedewasaan, agar mereka mandiri baik secara psikologis, biologis, maupun sosial. Dalam pendidikan demokrasi menekankan pada pengembangan ketrampilan intelektual, ketrampilan pribadi dan sosial. Dalam dunia pendidikan haruslah ada tuntutan kepada sekolah untuk mentransfer pengajaran yang bersifat akademis ke dalam realitas kehidupan yang luas di masyarakat.
Demokrasi di sekolah dapat diartikan sebagai pelaksanaan seluruh kegiatan di sekolah yang sesuai dengan nilai-nilai demokrasi. Mekanisme berdemokrasi dalam politik tidak sepenuhnya sesuai dengan mekanisme dalam kepemimpinan lembaga pendidikan, namun secara substantif, sekolah demokratis adalah membawa semangat demokrasi tersebut dalam perencanaan, pengelolaan dan evaluasi penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai dengan nilai-nilai Demokrasi Pancasila. Beane dan Apple (1995: 7) dalam Rosyada (2004: 16) mengemukakan bahwa kondisi yang sangat perlu dikembangkan dalam upaya membangun sekolah demokratis adalah sebagai berikut.
  1. Keterbukaan saluran ide dan gagasan, sehingga semua orang bisa menerima informasi seoptimal mungkin.
  2. Memberikan kepercayaan kepada individu-individu dan kelompok dengan kapasitas yang mereka miliki untuk menyelesaikan berbagai persoalan sekolah.
  3. Menyampaikan kritik sebagai hasil analisis dalam proses penyampaian evaluasi terhadap ide-ide, problem-problem dan berbagai kebijakan yang dikeluarkan sekolah.
  4. Memperlihatkan kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain dan terhadap persoalan-persoalan publik.
  5. Adakepedulian terhadap harga diri, hak-hak individu dan hak-hak minoritas.
  6. Pemahaman bahwa demokrasi yang dikembangkan belumlah mencerminkan demokrasi yang diidealkan, sehingga demokrasi harus terus dikembangkan dan bisa membimbing keseluruhan hidup manusia.
  7. Terdapat sebuah institusi yang dapat terus mempromosikan dan mengembangkan cara-cara hidup demokratis
Ciri-ciri organisasi sekolah demokratis, sebagaimana dituliskan Rosyada (2004: 228-289) dary buku karangan Tony Bush (48-50) adalah sebagai berkut:
  1. Sangat beorientasi negatif, yakni bahwa manajemen harus didasarkan pada kesepakatan, apapun progam yang hendak dikembangkan dan iimpementasikan harus didasarkan pada kesepakatan, dan tidak hanya menjadi values tapi juga sebagai sebuah keyakinan, bahwa model nilah yang terbaik.
  2. Pendekatan demokratis sangat layak untuk organisasi dengan para anggota dari kalangan professional, yakni mereka yang memiliki kemampuan teknis dan keterampilan, mereka memiliki otoritas dalam keahliannya. Organisasi sekolah harus dikelola oleh kalangan-kalangan profesional karena siswa memerlukan pembinaan dan pelayanan dari mereka yang memiliki otoritas dalam bidangnya.
  3. Penanaman nila, kultur dan kebiasaan-kebiasaan dalam organisasi dilakukan oleh anggota organisasi itu sendiri, yang sudah dimulai sejak dalam fase pendidikan dan tahun-tahun pertama mereka bekerja.
  4. Pengambilan putusan tentang berbagai kebijakan penting dilakukan oleh sebuah komite dan tidak dilakukan secara individual oleh seorang kepala dengan menggunakan otoritas kepimpinannya. Dan semua unsur memiliki wakil dalam komite tersebut, yang harus mempertanggungjawabkan keterlibatannya dalam komite terhadap konstituennya.
  5. Semua putusan ditetapkan dengan cara konsensus atau kompromi dan sedapat mungkin dhindari polarisasi organisasi karena perbedaan pendapat dan pandangan. Perbedaan dalam proses harus diakhiri dengan konsensus dan atau kompromi, walaupun terkadang harus menghargai kecenderungan masyarakat.
Secara prinsip demokrasi tercipta karena adanya saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Keadaan ini menciptakan suasana kesetaraan tanpa sekat-sekat kesukuan, agama, derajat atau status ekonomi. Dengan demikian manusia mempunyai ruang untuk mengekspresikan diri secara bertanggung jawab. Situasi seperti inilah yang seharusnya dibangun dalam dunia pendidikan, anak diajak untuk mengembangkan potensi diri.
2.3.2 Pengembangan Nilai-nilai Demokrasi di Sekolah
Membangun pribadi yang demokratis merupakan salah satu fungsi pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam pasal 3 UU Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas. Di tengah-tengah gencarnya tuntutan dan suara untuk membangun Indonesia baru yang lebih demokratis di bawah pemerintahan yang bersih, berwibawa dan reformatif  justru banyak politisi yang berkarakter oportunis, arogan dan mau menang sendiri, yang sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang mengembangkan nilai kebebasan, kesamaan, persaudaraan, kejujuran, dan keadilan. Padahal harus diakui, mereka memiliki kualifikasi pendidikan formal yang tinggi. Fenomena ini tentu sangat menarik untuk disimak, sebab ada kecenderungan asumsi, tinggi-rendahnya tingkat pendidikan kurang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tumbuhnya iklim demokrasi yang sehat.
Diperlukan upaya agar dunia pendidikan mampu menaburkan benih-benih demokrasi kepada peserta didik dan melahirkan demokrat-demokrat yang ulung, cerdas, dan andal.  Beratnya beban kurikulum yang harus dituntaskan telah membuat proses belajar mengajar menjadi kehilangan ruang berdiskusi, berdialog dan berdebat, guru menjadi satu-satunya sumber belajar. Akibatnya setelah lulus mereka menjadi asing di tengah-tengah rakyat. Tidak mungkin out-put dari dunia pendidikan mampu menginternalisasi dan mengapresiasi nilai-nilai demokrasi kalau otak dan emosi mereka dijauhkan dari ruang berdialog. Mustahil mereka bisa menghargai pendapat sebagai salah satu esensi demokrasi kalau iklim belajarnya berlangsung monoton. Sehingga dunia pendidikan perlu diberi ruang yang cukup untuk membangun budaya demokrasi bagi peserta didik, sehingga kelak mereka sanggup menjadi demokrat sejati yang rendah hati, berjiwa besar, toleran, memiliki landasan etik moral dan spiritual. Apalagi di era millennium ketiga yang kini diyakini akan menghadirkan banyak perubahan global seiring dengan akselerasi keluar masuknya berbagai kultur dan peradaban baru dari berbagai bangsa di dunia, ranah demokrasi tentu akan menjadi penentu citra, kredibilitas, dan akseptibilitas bangsa kita sebagai salah satu komunitas masyarakat dunia. Itu artinya, dunia pendidikan dalam mencetak sumberdaya manusia yang bermutu dan profesional harus menyiapkan generasi yang demokratis, sehingga memiliki resistence yang kokoh di tengah-tengah konflik peradaban.
Selain pengembangan nilai-nilai demokrasi dalam pembentukan mental peserta didik sesuai nilai-nilai demokrasi, demokrasi di sekolah juga mencakup proses pembelajaran untuk meningkatkan kualitas hasil belajar. Hal ini diantaranya adalah untuk menyikapi persoalan yang tentunya tekait dengan nilai-nilai demokrasi dalam hal ilmu pengetahuan, mengenai industri saat ini yang sering menimbulkan pencemaran lingkungan. Banyak pihak industri yang selalu berhadapan dengan kelompok-kelompok humanis yang anti pencemaran dan pengrusakan lingkungan. sehingga pendidikan harus merancang perubahan-perubahan ke depan yang tetap ditandai dengan kemajuan sains dan teknologi, dengan peningkatan solidaritas internasional, dan keseimbangan komitmen antara produktivitas, kemajuan sains dan teknologi, yang pada gilirannya dapat mengembangkan sektor perekonomian, namun tetap memperhatikan pemeliharaan lingkungan, dan misi kemanusiaan, sehingga mampu menetralisir ketegangan-ketegangan sosial, dan mampu menjaga kelestarian alam yang tidak semata menjadi kebutuhan seluruh umat manusia dengan keseimbangan ekosistemnya, tapi juga akan diwariskan pada generasi mendatang.
2.3.2.1 Implementasi Pengembangan Nilai-nilai Demokrasi dalam Proses Pembelajaran di Kelas
Kelas merupakan forum yang strategis bagi guru dan murid untuk sama-sama belajar menegakkan pilar-pilar demokrasi. Prinsip kebebasan berpendapat, kesamaan hak dan kewajiban, misalnya siswa dan guru mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam menjaga kebersihan kelas, kenyamanan kelas, terlaksananya kegiatan belajar mengajar yang kondusif. Tumbuhnya semangat persaudaraan antara siswa dan guru harus menjadi iklim pembelajaran di kelas dalam mata pelajaran apapun. Interaksi guru dan siswa bukan sebagai subjek-objek, melainkan subjek-subjek yang sama-sama membangun karakter dan jatidiri. Profil guru yang demokratis tidak bisa terwujud dengan sendirinya tetapi membutuhkan proses pembelajaran. Kelas merupakan forum yang strategis bagi guru dan murid untuk sama-sama belajar menegakkan pilar-pilar demokrasi.
Bapak pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara mewariskan semangat “ing madya mangun karsa” yang intinya berporos pada proses pemberdayaan. Di sekolah guru senantiasa membangkitkan semangat bereksplorasi, berkreasi dan berprakarsa di kalangan siwa agar kelak tidak menjadi manusia-manusia yang hanya tunduk pada komando. Dengan cara demikian, kelas akan menjadi magnet demokrasi yang mampu menggerakkan gairah siswa untuk menginternalisasi nilai-nilai demokrasi dan keluhuran budi secara riil dalam kehidupan sehari-hari.
2.3.2.1.1 Peran Guru
Implementasi pengembangan nilai-nilai demokrasi dalam proses pembelajaran di kelas tentu tidak lepas dari peran guru. Terpenuhinya misi pendidikan sangat tergantung pada kemampuan guru untuk menanamkan seting demokrasi pada siswa, dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya pada siswa untuk belajar.  Menciptakan suasana yang hangat di sekolah sehingga menjadi tempat yang nyaman bagi siswa untuk semaksimal mungkin mereka belajar. Rosyada dalam bukunya Paradigma Pendidikan Demokratis (2004: 19) menyatakan bahwa sekolah bukan menjadi tempat pertunjukan bagi guru tetapi tempat bagi siswa untuk menambah dan memperkaya pengalaman belajarnya. Oleh sebab itu, guru harus mampu mengembangkan strategi pembelajaran yang memberi peluang bagi siswa untuk belajar. Inilah makna lain dari sekolah demokratis, yaitu sekolah itu untuk siswa bukan untuk guru dan kepala sekolahnya. Sekolah harus menjadi second home bagi siswa, mereka betah menghabiskan waktunya di sekolah, dengan belajar, berdiskusi, menyelesaikan tugas-tugas kelompok, membaca, dan melakukan aktivitas lainnya.
Untuk mewujudkan KBM yang kondusif secara umum guru harus memiliki capability dan loyality, yakni guru itu harus memiliki kemampuan dalam bidang ilmu yang diajarkannya, memiliki kemampuan teoritik tentang mengajar yang baik, dari mulai perencanaan, implementasi, sampai evaluasi. Memiliki loyalitas keguruan, yakni loyal terhadap tugas-tugas keguruan yang tidak hanya di dalam kelas. Seperti yang telah dikutip oleh Rosyada (2004: 113), dari Gilbert H. Hunt dalam bukunya Effective Teaching menyatakan bahwa guru yang baik itu harus memenuhi tujuh kriteria yaitu:
  1. Sifat; guru yang baik harus memiliki sifat-sifat antusias, stimulatif, mendorong siswa untuk maju, hangat, berorientasi pada tugas dan pekerja keras, toleran, sopan, dan bijaksana, bisa dipercaya/ fleksibel dan mudah menyesuaikan diri/ demokratis, penuh harapan bagi siswa, tidak semata mencari reputasi pribadi, mampu mengatasi stereotipe siswa, bertanggung jawab terhadap kegiatan belajar siswa, mampu menyampaikan perasaannya, dan memiliki pendengaran yang baik.
  2. Pengetahuan; guru yang baik juga memiliki pengetahuan yang memadai dalam mata pelajaran yang diampunya, dan terus mengikuti kemajuan dalam bidang ilmunya itu.
  3. Apa yang disampaikan; guru yang baik juga mampu memberikan jaminan bahwa materi yang disampaikannya mencakup semua unit bahasan yang diharapkan siswa secara maksimal.
  4. Bagaimana Mengajar; guru yang baik mampu menjelaskan berbagai informasi secara jelas, dan terang, memberikan layanan yang variatif, menciptakan dan memelihara momentum, menggunakan kelompok kecil secara efektif, mendorong semua siswa untuk berpartisipasi, memonitor dan bahkan sering mendatangi siswa, memonitor tempat duduk siswa, melibatkan siswa dalam tutorial atau pengajaran sebaya, menghindari kesukaran yang kompleks dengan menyederhanakan sajian informasi, menggunakan beberapa bahan tradisional, menunjukkan pada siswa tentang pentingnya bahan-bahan yang mereka pelajari, menunjukkan proses berpikir yang penting untuk belajar/ berpartisipasi dan mampu memberikan perbaikan terhadap kesalahan konsepsi yang dilakukan siswa.
  5. Harapan; guru yang baik mampu memberikan harapan pada siswa, mampu membuat siswa akuntabel, dan mendorong partisipasi orang tua dalam memajukan kemampuan akademik siswanya.
  6. Reaksi guru terhadap siswa; guru yang baik biasa menerima berbagai masukan, risiko, dan tantangan, selalu memberikan dukungan pada siswanya, konsisten dalam kesepakatan-kesepakatan dengan siswa, bijaksana terhadap kritik siswa, menyesuaikan diri dengan kemajuan-kemajuan siswa, pengajaran yang memperhatikan individu, mampu mem­berikan jaminan atas kesetaraan partisipasi siswa, mampu menyediakan waktu yang pantas untuk siswa bertanya, cepat dalam memberikan feed back bagi siswa dalam membantu mereka belajar, peduli dan sensitif terhadap perbedaan-perbedaan latar belakang sosial ekonomi dan kultur siswa, dan menyesuaikannya pada kebijakan-kebijakan menghadapi berbagai perbedaan.
  7. Management; Guru yang baik juga harus mampu menunjukkan keahlian dalam perencanaan, memiliki kemampuan mengorganisasi kelas sejak hari pertama dia bertugas, cepat memulai kelas, melewati masa transisi dengan baik, memiliki kemampuan dalam mengatasi dua atau lebih aktivitas kelas dalam satu waktu yang sama, mampu memelihara waktu bekerja serta menggunakannya secara efisien dan konsisten, dapat meminimalisasi gangguan, dapat menerima suasana kelas yang ribut dengan kegiatan pembelajaran, memiliki teknik untuk mengontrol kelas, memberi hukuman dengan bentuk yang paling ringan, dapat memelihara suasana tenang dalam belajar, dan tetap dapat menjaga siswa untuk tetap belajar menuju sukses.
Guru sebaiknya juga menggunakan model active learning atau belajar aktif, yaitu model pembelajaran yang memberi peluang sangat luas bagi siswa untuk belajar dengan mengurangi porsi guru untuk ceramah. Guru harus dapat memberikan penugasan yang bermakna bagi siswa, baik untuk diskusi, penyelasaian tugas, menyelasaikan masalah atau lainnya. Serta model cooperate learning (belajar secara kooperatif yang tidak hanya belajar bersama, namun saling membantu) melalui diskusi dalam kelompok-kelompok kecil, debat atau bermain peran. Biarkan siswa saling membantu satu sama lain serta saling bertukar informasi yang mereka dapatkan dari hasil akses informasinya. Melalui sebuah diskusi akan terpupuk nilai-nilai demokrasi karena pelaksanaan diskusi sangat memungkinkan siswa berinteraksi dengan siswa yang lain, belajar mengemukakan pendapatnya, menghargai setiap pendapat dan tidak memaksakan pendapatnya kepada orang lain.
Selain itu guru juga harus dapat membantu siswa befikir. Siswa perlu diajak kritis terhadap bahan pelajaran dan juga masalah yang dihadapi. Pikiran kritis ini sangat penting adlam membangun suasana demokratis di sekolah dan di masyarakat sekarang ini. Seperti yang dikutip Suparno (36-37) dari Raths dalam bukunya Teaching for Thinking yang memberikan beberapa cara konkrit yang dapat dibuat guru dalam membantu siswa berfikir kritis antara lain:
  1. Guru hendaklah mendengarkan gagasan dan pemikiran siswa
  2. Guru memajukan diskusi terbuka dimana siswa bebas mengungkapkan pikirannya
  3. Guru perlu memberikan waktu bagi siswa untuk berfikir terlebih dahulu, apalagi bila mengajukan pertanyaan kepada siswa
  4. Guru memnupuk keyakinan sswa untuk berani tampil dengan gagasannya yang otentik
  5. Guru perlu memberikan umpan balik yang memajukan pemikiran siswa, bukan yang mematikan
  6. Ruang majalah dinding yang dapat diisi dengan macam-macam gagasan siswa perlu dibuat
  7. Siswa diberi kebebasan untuk mencari data dan masukan dari sumber-sumber lain seperti perpustakaan atau internet.
Kadang ada guru yang merasa rugi bila memberikan waktu berfkir bagi siswa karena akan memperlambat penyelesaian bahan. Memeng secara sepintas sepertinya guru kehilangan banyak waktu, tetapi sebenarnya guru untung besar. Karena dengan membiasakan siswa berfikir dan memperoleh informasi sendiri, mereka selanjutnya mereka akan dapat belajar sendiri tanpa harus dipaksa oleh guru. Apalgi pemikiran-pemikiran kritis mereka yang dikembangkan itu dikemudian hari akan menjadi pemikiran dan kreativitas yang besar.
Dalam menginternalisasikan nilai-nilai demokrasi guru dapat menjadi sosok pemodelan, dimana segala perilakunya dapat menjadi tauladan bagi siswa dalam pembentukan karakter demokratis dalam dirinya. Jika dalam KBM di dalam kelas tidak beriklimkan demokrasi, maka dalam diri siswa tidak akan tertanam sikap-sikap yang mencerminkan nilai-nilai demokrasi.
2.3.2.1.2 Peran Kurikulum (Mata Pelajaran)
Selain itu internalisasi nilai-nilai demokrasi dapat disisipkan dalam kegiatan KBM misalnya pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dan juga tidak menutup kemungkinan menanamkan materi demokrasi pada mata pelajaran yang lain. Contohnya, SAINS dengan memberikan pegetahuan berbasis lingkungan, sehingga tertanam sikap kecintaan terhadap alam. Praktek pembelajaran dilakukan dengan materi yang substansial (konsep teori yang sangat selektif) tetapi kaya dalam implementasi.
Di masa lalu pendidikan demokrasi tidak berkembang. Hal ini dapat dicontohkan pada kasus PPKn/PKn yang sebelumnya dikembangkan secara indoktrinasi, mengakumulasi pengetahuan yang kurang bermakna, bersifat hegemonik, tidak partisipatoris, dan sering dikritik anti realitas. Seharusnya PKn memuat nilai-nilai pluralisme dan membentuk karakter bangsa, sehingga PKn harus menerapkan pendidikan multikultural (proses transformasi cara hidup menghormati, toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup dalam masyarakatnya yang plural, tanpa diskriminasi). (Azra, 2002: 159)
2.3.1.2 Implementasi Pengembangan Nilai-nilai Demokrasi di luar KBM
Menanamkan pengetahuan demokrasi perlu disertai pengalaman hidup berdemokrasi yang tidak hanya dilakukan dalam KBM, tetapi juga d luar KBM. Misalnya saja dalam bergaul dengan teman sebaya. Pergaulan hidup dengan teman sebayapun perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Tata cara pergaulan yang baik dapat meningkatkan kerukunan hidup bersama. Oleh karena itu perlu dikembangkan sikap saling menghormati, menghargai, tolong-menolong, tenggang rasa dan sikap positif lainnya. Dengan bersikap demikian dapat dihindari terjadinya pertengkaran, percekcokan yang membawa atau mengakibatkan timbulnya perkelahian atau sikap negatif lainnya, sehingga dengan demikian terwujud pergaulan yang harmonis.
Saling menghargai dan menghormati antarsesama manusia merupakan suatu keharusan karena manusia telah diciptakan Tuhan dengan harkat dan derajat  yang sama.Sifat saling menghormati ini sangat sesuai dengan keadaan bangsaIndonesiayang beraneka ragam dan ini juga sesuai dengan nilai-nilai Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa. Budaya menghormati ini perlu ditanamkan sejak kecil di dalam lingkungan keluarga yang selanjutnya peran sekolahlah yang bertugas untuk mengembangkannya.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai tugas yang banyak, yang salah satunya adalah mewariskan budaya-budaya bangsa kepada geberasi muda seperti budaya saling menghormati antarsesama. Budaya menghormati perlu disisipkan dan dikembangkan dalam setiap kegiatan di sekolah baik dalam kegiatan belajar mengajar maupun di luar kegiatan belajar mengajar.Untuk pengembangan sikap menghormati di dalam kegiatan belajar mengajar telah dijelaskan di bagian depan selanjutnya di bagian ini akan diberikan contoh menghormati di luar kegiatan belajar mengajar.
  1. Menyapa guru dan teman saat berpapasan.
  2. Mengikuti upacara bendera dengan khidmat.
  3. Menggunakan tutur bahasa yang baik, benar dan sopan.
  4. Memprioritaskan musyawarah kelas untuk memutuskan kebijakan-kebijakan berhubungan dengan kepentingan kelas.
  5. Tidak membedakan teman.
Selain menghormati, sikap demokratis yang perlu dimiliki adalah rasa tanggung jawab. Dalam hal pengambilan keputusan, siswa harus dilatih memutuskan dan melaksanakan keputusan secara bertanggung jawab. Dalam mengajarkan hal ini kepada siswa guru sebaiknya memberikan contoh dalam kehidupan sehari-hari di dalam kelas, misalnya dalam pemilhan ketua kelas. Setelah terpilih menjadi ketua kelas, selanjutnya ketua kelas itu mengatur kelasnya masing-masing, misalnya:
  1. Ketua kelas: mengadakan rapat kelas yang dipimpin ketua kelas. Dalam rapat ketua kelas akan mendapat banyak saran, pendapat, dan tidak tertutup kemungkinan pendapat tadi ada yang bertentangan dengan pendapatnya. Pendapat tadi kemudian dibicarakan dalam rapat secara musyawarah, dengan peretimbangan yang disepakati sejujur-jujurnya dan penuh tanggung jawab melaksanakan keputusan yang diambil secara bersama itu.
  2. Hasil keputusan tersebut harus dipatuhi dan ditaati oleh setiap siswa dan keputusan yang berupa peraturan itu harus dibuat secara tertulis, sehingga setiap siswa dapat mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Sehingga apabila siswa melanggar mereka akan melaksanakan sanksi tersebut secara konsekwen dan penuh kesadaran.
  3. Setiap siswa harus mengetaui tugasnya masing-masing, siapa yang bertugas merapikan meja, siapa yang bertugas mengambil dan menyiapkan kapur, penghapus, dan sebagainya.
Selain itu guru juga harus menjadi contoh dalam pengembangan sikap saling menghormati. Guru harus mampu menunjukkan sikap menghormati sekalipun pada orang yang lebih muda. Misalnya dalam menghadapi siswa yang melakukan kesalahan harus diberi kesempatan melakukan pembelaan diri. Jangan memposisikan siswa sebagai pihak yang paling bersalah sehingga harus menerima sanksi tanpa melakukan kontrak sosial bersama siswa.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1.  Demokrasi dapat diartikan sebagai suatu pemerintahan dimana rakyat memegang suatu peranan yang sangat menentukan.
2.   Nilai-nilai demokrasi perlu ditanamkan pada generasi muda agar terbentuk  generasi yang demokratis.
3.   Demokasi Pancasila merupakan demokrasi yang dijiwai dan diintegrasikan dengan nilai-nilai Pancasila.
4.   Asas Demokrasi Pancasila adalah sila ke empat Pancasila yaitu, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Prinsip Demokrasi Pancasila adalah persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia, keseimbangan antara hak dan kewajiban, pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, dan orang lain, mewujudkan rasa keadilan sosial, pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat, mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan, menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.
Unsur-unsur Demokrasi Pancasila adalah kedaulatan rakyat, kepentingan umum, sosok negara hukum, pemerintahan yang terbatas kekuasaannya, menggunakan lembaga perwakilan, kepala negara adalah atas nama rakyat, mengakui hak asasi, Kelembagaan negara didasarkan pada pertimbangan yang bersumber pada kedaulatan rakyat, memiliki tujuan dalam bernegara, memiliki mekanisme pelestarian, memiliki lembaga legislatif.
5.   Tujuan pelaksanaan Demokrasi Pancasila di sekolah yaitu mendidik anak-anak dan mengantarkan mereka menuju fase kedewasaan, agar mereka mandiri baik secara psikologis maupun sosial dengan menitik beratkan pada pengembangan ketrampilan intelektual, keterampilan pribadi dan sosial.
6.   Pengembangan nilai-nilai demokrasi di sekolah tidak akan lepas dari peran guru dan kurikulum. Untuk itu hendaknya guru lebih dahulu memahami tentang nilai-nilai demokrasi agar dapat menggunakan dan memanfaatkan kurikulum yang berlaku untuk proses pengembangan nilai-nilai demokrasi.
3.2 Saran
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya tentang pentingnya peranan guru dan kurikulum terhadap pengembangan nilai-nilai demokrasi, diharapkan seorang guru mempunyai wawasan serta kemampuan yang cukup kompeten dengan tujuan anak didiknya dapat memahami dan mampu menerapkan nilai-nilai demokrasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya di masyarakat.



















DAFTAR RUJUKAN
Widodo. 1998. Pendidikan Pancasila dan Filsafat Pancasila.Malang: Universitas Wisnuwardana. 
Azra, Azumardi. 2002. Paradigma Baru Pendidikan Nasional.Jakarta:
Rosyada, Dede. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis.Jakarta: Prenada Media
Suparno, Paul. 2004. Guru Demokratis di Era Reformasi.Jakarta: Gramedia
Tim Penyusun. 1993. Bahan Penataran P4, UUD 1945, GBHN.Jakarta: BP-7 Pusat
Tim Penyusun. 2004. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Blitar: Karya Muda
Tim Penyusun. 2005. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Blitar: Karya Muda












                        


                         TUGAS PKn
PEMBELAJARAN MAKNA DEMOKRASI
Dosen Pengampu : Syamsul Ma’arif, M.Ag.










Disusun Oleh:
1.      Mukhid                                         NIM : 123911313
2.      Norma Setyorini                         NIM  :  123911313

PROGRAM KUALIFIKASI S1 DMS PGMI

FAKULTAS  ILMU TARBIYAH  DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALI SONGO SEMARANG  TAHUN 2013


EmoticonEmoticon