Selasa, 22 Maret 2016

Meningkatkan Kemampuan Membaa Melalui Cerita Bergambar

Tags

Tulisan kali ini adalah lanjutan dari Meningkatkan Kemampuan Membaa Melalui Cerita Bergambar. Pada tulisan kali ini lebih membahas tentang kajian pustaka. Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menjadi salah satu sumber refrensi bagi yang sedang membuat tugas kuliah ataupun sedang membuat tugas akhir. selamat membaca!

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.      Hasil Penenlitian yang Relevan
Hasil penelitian dari Suparmi (2008) dalam Pemanfaatan Buku Cerita Bergambar Terhadap Kemampuan Membaca Kelas II di  SD Suroloyo, yang peserta didiknya mengalami peningkatan kemampuan membaca dengan hasil ketuntasan pembelajaran mencapai 89%.
Penelitian dari Umi Saadah (2010) dalam Penggunaan Buku Cerita Bergambar Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Awal Anak Kelompok B di TK PGRI Sladi Kejayan.  Penelitian ini menunjukkan bahwa ada peningkatan pada pelaksanaan pembelaajaran dari tahap pra tindakan yang kurang baik atau mencapai 47, 65 %.  Siklus I cukup baik  atau mencapai 69,9%, pada siklus II sangat baik yaitu mencapai 85,1 % dari jumlah siswa 20 anak.
Penelitian dari Puji Lestari (2012) yang berjudul Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Siswa Kelas II Pada Tema Peristiwa Dengan Menggunakan Buku Cerita Bergambar di Perpustakaan SDN 04 Getas Kaloran Temanggung Semester 2 Tahun 2011/2012. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahap pra siklus ketuntasan  siswa mencapai 40% dan yang tidak tuntas mencapai 60 %. Pada tahap siklus 1 siswa yang tuntas siswa mencapai 60% dan yang tidak tuntas mencapai 40 %. Sedangkan pada siklus 2 ketuntasan siswa mencapai 86,7 % dan yang tidak tuntas 13,3 %.
Dari uraian di atas dapat dikaji bahwa penggunaan buku cerita bergambar untuk belajar membaca terbukti efekti. Efektifitasnya  tersebut dapat dilihat dari penggunaan buku cerita bergambar dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan gembira dan aktif. Buku cerita bergambar dalam pembelajaran memang layak digunakan sebagai salah satu upaya seorang guru untuk meningkatkan kemampuan membaca para siswanya.
Dapat disimpulkan bahwa buku cerita bergambar dapat memotivasi siswa untuk belajar gembira, aktif, bebas dan produktif. Sehingga kendala malu, takut, minder yang biasa muncul dapat teratasi. Kemampuan membaca mereka pun meningkatkan dan akan meningkatkan hasil ketuntasan belajar mereka pula.
B.       Kemampuan Membaca
1.      Pengertian Membaca
Membaca merupakan suatu kesatuan kegiatan yang terpadu yang mencakup beberapa kegiatan seperti mengenali huruf dan kata, menghubungkannya dengan bunyi serta maknanya, serta menarik kesimpulan mengenai maksud bacaan. Kemampuan membaca merupakan kemampuan yang kompleks yang menuntut kerjasama antara sejumlah kemampuan. Untuk dapat membaca suatu bacaan, seseorang harus dapat menggunakan pengetahuan yang sudah dimilikinya.
Menurut Hodgson dalam Henry Guntur Tarigan (1994:7) mengemukakan  bahwa:
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelmpok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, maka pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik.
Pada waktu membaca, mata mengenali kata sementara pikiran menghubungkan dengan maknanya. Makna kata dihubungkan satu sama lain menjadi makna frase, klausa, kalimat dan akhirnya makna seluruh bacaan. Pemahaman akan makna bacaan ini tidak mungkin terjadi tanpa pengetahuan yang telah dimiliki dahulu, misalnya tentang konsep-konsep yang terdapat di dalam bacaan, tentang bentuk kata-kata, struktur kalimat, ungkapan dan sebagainya. Dengan singkat, pada waktu membaca, pikiran sekaligus memproses informasi grafonik, yang menyangkut hubungan antara tulisan dan bunyi bahasa, informasi sintaksis, yaitu yang berhubungan dengan strukutur kalimat, serta informasi semantik, dan menyangkut aspek makna. Ciri- ciri membaca, antara lain:
1.             Membaca adalah proses konstruktif
Tak ada satu tulisan pun yang dapat dipahami dan ditafsirkan tanpa bantuan latar belakang pengetahuan dan pengalaman pembaca. Pengertian atau pemahaman pembaca mengenai suatu tulisan merupakan hasil pengolahan berdasarkan informasi yang terdapat dalam tulisan dipadukan dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki.
2.             Membaca harus lancar
Kelancaran membaca ditentukan oleh kesanggupan pembaca mengenali kata-kata. Artinya, pembaca harus dapat menghubungkan tulisan dengan maknanya.
3.             Membaca harus dilakukan dengan strategi yang tepat
Pembaca yang terampil dengan sendirinya akan menyesuaikan strategi membaca dengan taraf kesulitan tulisan, pengenalannya tentang topik yang dibaca, serta tujuan membacanya. Ia akan memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya berkenaan dengan topik itu dan memantau pemahannya tentang bacaan yang dihadapinya, serta menyesuaikan strateginya bila ia tidak berhasil memahaminya. Pembaca yang terampil dengan cepat akan dapat menangkap jika ada kalimat atau informasi yang tidak relevan (sumbang) dalam bacaannya, sedangkan pembaca yang belum  terampil tidak dapat melihatnya. Kemampuan menangkap butir- butir dalam bacaan merupakan salah satu aspek yang membantu pembaca mengendalikan cara atau strategi membacanya.
Aspek pengendalian lain dalam membaca ialah kemampuan melakukan tindakan perbaikan jika pembaca mengalami kesulitan atau kegagalan dalam memahami bacaan. Pembaca yang terampil tahu apa yang harus dilakukannya. Ia dapat memilih salah satu cara untuk mengatasi kesulitan atau kegagalan itu, yaitu (a) membiarkan masalahnya dengan harapan bahwa penjelasan tentang hal itu akan diperoleh pada bagian selanjutnya, (b) membaca ulang bagian yang menjadi masalah, atau (c) mencari informasi dan sumber lain.
4.             Membaca memerlukan motivasi
Motivasi merupakan kunci keberhasilan dalam belajar membaca. Membaca pada dasarnya adalah sesuatu yang menyenangkan. Akan tetapi, pengajaran membaca mungkin membosankan, lebih-lebih bagi siswa yang seringkali menemui kegagalan.
5.             Membaca merupakan keterampilan yang harus dikembangkan secara berkesinambungan
Keterampilan itu tidak dapat diperoleh secara mendadak atau dalam waktu singkat dan untuk selamanya. Keterampilan itu diperoleh mealui belajar, tahap demi tahap, dalam waktu yang panjang secara terus-menerus. Broughton dalam Henry Guntur Tarigan (1994:10-11) “membaca adalah suatu keterampilan yang kompleks, yang rumit, yang mencakup atau melibatkan serangkaian keterampilan-keterampilan yang lebih kecil”. Dengan perkataan lain, keterampilan membaca mencakup tiga komponen, yaitu:
 a.              Pengenalan terhadap aksara serta tanda tanda baca
b.             Korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang formal
c.              Hubungan lebih lanjut dari a dan b dengan makna atau meaning
 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan membaca itu merupakan suatu proses yang kompleks atau banyak aspek dan melibatkan aktivitas fisik serta mental, diperlukan pemanfaatan pengetahuan yang telah ada untuk menafsirkan makna, membentuk makna baru dalam sistem pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki, kegiatan membaca juga dipengaruhi oleh banyak faktor. Dalam hal ini indikator yang peneliti ambil adalah kelancaran dari teori ini adalah Kelancaran membaca ditentukan oleh kesanggupan pembaca mengenali kata-kata. Artinya, siswa harus dapat menghubungkan tulisan dengan maknanya.
2.      Tujuan Membaca
Bagi lingkungan masyarakat tertentu, membaca merupakan sebagian kegiatan sehari-hari yang dilakukan sebagai kebiasaan atau bahkan kebutuhan disamping kebutuhan pokok lainnya seperti makan dan minum. Lingkungan tersebut adalah lingkungan terpelajar seperti para cendekiawan, para pejabat pemerintah, pengusaha besar, wartawan, guru, mahasiswa, penulis dan sebagainya.
Bagi lingkungan masyarakat lain, kegiatan membaca mempunyai makna yang berbeda. Makna ini bersangkutan dengan latar belakang pendidikan, keadaan sosial ekonomi, serta profesi. Tujuan membaca memang sangat beragam, tergantung pada situasi dan berbagai kondisi pembaca. Secara umum tujuan ini dapat dibedakan sebagai berikut:
a.         Mendapatkan informasi
Informasi yang dimaksud mencakup informasi tentang fakta dan kejadian sehari-hari sampai informasi tingkat tinggi tentang teori-teori serta penemuan dan temuan ilmiah yang canggih. Tujuan ini mungkin berkaitan dengan keinginan pembaca untuk mengembangkan diri.
b.        Agar citra dirinya meningkat
Mereka ini mungkin membaca karya para penulis kenamaan, bukan karena berminat terhadap karya tersebut melainkan agar orang memberikan nilai positif terhadap diri mereka. Tentu saja kegiatan membaca bagi orang-orang semacam ini sama sekali bukan merupakan kebiasaan, tetapi hanya dilakukan sekali-kali di depan orang lain.
c.         Untuk melepaskan diri dari kenyataan
Misalnya, pada saat ia merasa jenuh, sedih, bahkan putus asa. Dalam hal ini membaca dapat merupakan submilasi atau penyaluran yang positif, apalagi jika bacaan yang dipilihnya adalah bacaan yang bermanfaat yang sesuai dengan situasi yang sedang dihadapinya.
d.        Rekreatif
Untuk mendapatkan kesenangan atau hiburan, seperti halnya menonton film atau bertamasya. Bacaan yang dipilih untuk tujuan ini ialah bacaan-bacaan ringan atau jenis yang disukainya, misalnya cerita tentang cinta, detektif, petulangan, dan sebagainya.
e.         Tanpa tujuan apa-apa
Kemungkinan lain, orang membaca hanya karena iseng, tidak tahu apa yang akan dilakukan; jadi hanya untuk merintang waktu. Dalam situasi iseng itu, orang tidak memilih atau menentukan bacaan; apa saja dibaca. Kegiatan membaca seperti ini tentu lebih baik dilakukan dari pada pekerjaan iseng yang merusak atau bersifat negatif.
f.         Tujuan membaca yang tinggi ialah untuk mencari nilai-nilai keindahan atau pengalaman estetis dan nilai-nilai kehidupan lainnya.
Sedangkan menurut Anderson dalam Henry Guntur Tarigan (1994:9-10) mengemukakan beberapa tujuan membaca, yaitu:
1)             Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details or facts).
2)             Membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas).
3)             Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita (reading for sequence or organization).
4)             Membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for inference).
5)             Membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan (reading to classify).
6)             Membaca menilai, membaca mengevaluasi (reading to evaluate).
7)             Membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast).
Berdasar uraian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa tujuan membaca antara lain: untuk mendapatkan informasi berupa fakta, ide utama dan urutan cerita; agar citra diri meningkat; melepaskan diri dari kenyataan;  rekreatif dan tanpa tujuan. Sedangkan yang penulis ambil dari teori ini adalah tujuan membaca untuk mendapatkan informasi, artinya ketika siswa sudah membaca sebuah bacaan, mereka akan mendapat informasi yang berguna untuk menjawab permasalahan mereka.
3.      Jenis Kegiatan Membaca
Menurut Henry Guntur Tarigan ( 1990:13) Berkaitan dengan jenis-jenis membaca ditinjau dari bersuara atau tidaknya si pembaca ketika dia membaca dapat dibagi menjadi dua, yaitu membaca nyaring dan membaca dalam hati. Penjelasan ini didasarkan pada perbedaan tujuan yang hendak dicapai. yaitu

a.     Membaca nyaring
Membaca nyaring adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang merupakan alat bagi guru, siswa, ataupun pembaca bersama-sama dengan orang lain atau pendengar untuk menangkap serta memahami informasi, pikiran, dan perasaan seorang pengarang.
b.    Membaca dalam hati
Membaca dalam yaitu kegiatan membaca yang hanya mengandalkan kemampuan visual, pemahaman, serta ingatan dalam menghadapi bacaan, tanpa mengeluarkan suara atau menggerakkan bibir (Yeti Mulyati)  Selain dianggap mengganggu orang lain, membaca dalam hati juga jauh lebih cepat dibandingkan dengan membaca bersuara. Menurut Tarigan, secara garis besar membaca dalam hati terbagi atas membaca intensif dan membaca ekstensif.
1)              Membaca Ekstensif
Membaca ekstensif berarti membaca secara luas. Tujuan membaca ekstensif adalah untuk memahami isi bacaan dengan cepat.
Membaca ekstensif ini meliputi pula :
a)                   Membaca survei
Sebelum membaca biasanya kita meneliti terlebih dahulu apa yang hendak kita telaah. Bahkan kita mensurvei bahan bacaan yang akan dipelajari.
b)                   Membaca sekilas
Membaca sekilas atau skinning adalah sejenis membaca yang membuat mata kita bergerak dengan cepat melihat, memperhatikan bahan tertulis untuk mendapatkan informasi.

c)                   Membaca dangkal
Membaca dangkal atau seperficial reading bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang dangkal dan tidak bersifat mendalami suatu bacaan.
2)              Membaca Intensif
Membaca intensif atau intensive reading  adalah membaca dengan penuh kesungguhan agar memperoleh pemahaman pada suatu bacaan. Menurut Tarigan pada hakikatnya memerlukan bahan bacaan yang singkat. Dalam membaca intensif dituntut adanya suatu pemahaman yang mendalam serta terperinci terhadap suatu bahan bacaan. Tingkat pemahaman ini berhubungan erat dengan kecepatan membaca. Kecepatan membaca akan menurun kalau kedalaman serta keterperincian pemahaman semakin bertambah atau meningkat.
Membaca intensif mempunyai beberapa kelompok
a)                   Membaca telaah isi
Membaca telaah isi merupakan kegiatan pemahaman yang dilakukan setelah mendapatkan bahan bacaan yang menarik.. membaca telaah isi juga menuntut ketelitian, pemahaman, kekritisan berpikir, serta ketrampilan menangkap suatu ide pada bahan bacaan tersebut.
b)                   Membaca telaah bahasa
Membaca telaah bahasa merupakan kegiatan membaca yang menuntut adanya suatu pemahaman yang sangat mendalam pada bahasa yang membangun bacaan yang terdiri dari isi dan bacaan.

C.      Buku Cerita Bergambar
1.             Pengertian  Cerita Bergambar
Cerita bergambar sebagai media grafis yang dipergunakan dalam  pembelajaran, memiliki pengertian praktis, yaitu dapat mengkomunikasikan fakta-fakta dan gagasan-gagasan secara jelas dan kuat melalui perpaduan antara pengungkapan kata-kata dan gambar. Mitchell dalam Faizah (2009: 252) mengatakan, “Picture storybooks are books in which the picture and text are tightly intertwined. Neither the pictures nor the words are selfsufficient; they need each other to tell the story”. Pernyataan tersebut memiliki makna bahwa buku cerita bergambar adalah buku yang di dalamnya terdapat gambar dan kata-kata, di mana gambar dan kata-kata tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling bergantung agar menjadi sebuah kesatuan cerita.
Rothlein dan Meinbach dalam Faizah (2009:252)  mengemukakan bahwa “a picture storybooks conveys its message through illustrations and written text; both elements are equally important to the story”. Ungkapan ini mengandung pengertian bahwa buku cerita bergambar adalah buku yang memuat pesan melalaui ilustrasi yang berupa gambar dan tulisan. Gambar dan tulisan tersebut merupakan kesatuan.  Beberapa karakteristik buku cerita bergambar menurut Sutherland dalam Faizah (2009:252) antara lain adalah:
1)         buku cerita bergambar bersifat ringkas dan langsung;
2)         buku cerita bergambar berisi konsep-konsep yang berseri;
3)         konsep yang ditulis dapat difahami oleh anak-anak;
4)         gaya penulisannya sederhana;
5)         terdapat ilustrasi yang melengkapi teks.
Berdasarkan beberapa definisi di atas jelas bahwa cerita bergambar adalah sebuah cerita ditulis dengan gaya bahasa ringan, cenderung dengan gaya obrolan, dilengkapi dengan gambar yang merupakan kesatuan dari cerita untuk menyampaikan fakta atau gagasan tertentu. Cerita dalam cerita bergambar juga seringkali berkenaan dengan pribadi/pengalaman pribadi sehingga pembaca mudah mengidentifikasikan dirinya melalui perasaan serta tindakan dirinya melalui perwatakan tokoh-tokoh utamanya. Buku cerita bergambar memuat pesan melalui ilustrasi dan teks tertulis. Kedua  elemen ini merupakan elemen penting pada cerita. Buku-buku ini memuat berbagai tema yang sering didasarkan pada pengalaman kehidupan sehari-hari anak.  Karakter dalam buku ini dapat berupa manusia dan binatang.
2.             Urgensi Cerita Pada Anak
Pengkajian anak secara saintifik dengan distorsi minimal terhadap interpretasi penghayatannya memerlukan pendekatan yang subjektif dalam arti: memahami anak sedemikian, sehingga dapat menerobos ke dalam penghayatan pengalamannya. Satu-satunya jalan adalah “memasuki dunia anak itu melalui cerita sesuai dengan dunia anak”, sehingga terjadi pertemuan dan keterlibatan emosi, pemahaman dan keterlibatan mental antara yang bercerita dengan anak. Dengan demikian, terwujudlah pengalaman dua sisi  (two- sided experience) antara yang bercerita dengan si anak.
Cerita merupakan wahana yang ampuh untuk mewujudkan pertemuan (encounters) seperti itu. Keasyikan dalam meyelami substansi cerita, apalagi si pencerita dapat demikian dalam menyelami materinya sehingga memasuki dunia minat (center of interest) anak tersebut, dan menghasilkan penghayatan pengalaman yang paling mendalam (peakexperience). Terjadinya pertemuan tersebut merupakan peluang untuk menginporasikan segi- segi paedagogis dalam ceritera tersebut. Sehingga tanpa disadari cerita tersebut mempengaruhi perkembangan pribadinya,  membentuk sikap- sikap moral dan keteladanan.

Menurut Abdul Aziz Abdul Majid (2002 : 4-5) menyatakan bahwa:
Dalam cerita terdapat ide, tujuan, imajinasi, bahasa, dan gaya bahasa.  Unsur unsur tersebut berpengaruh dalam pembentukan pribadi anak.  Dari sinilah tumbuh kepentingan untuk mengambil manfaat dari cerita di sekolah, pentingnya  cerita, dan bagaimana cara menyampaikannya pada anak. Oleh karena itu, penetapan pelajaran bercerita pada masa awal sekolah dasar adalah bagian terpenting dari pendidikan.
Sedangkan menurut Kieran (2009:3) menyatakan bahwa:
Cerita merupakan salah satu alat kognisi paling ampuh yang dimiliki oleh para siswa, yang tersedia untuk keterlibatan imajinatif dengan ilmu pengetahuan. Cerita membentuk pemahaman emosional kita terhadap isi. Cerita dapat membentuk isi dunia nyata dan juga materi fiksional.  Pembentukan cerita dunia nyata inilah yang menjanjikan nilai paling besar dari pengajaran. 
Urgensi cerita pada anak, terutama cerita yang bernilai tauhid dan akhlak anak mendekatkan anak pada nilai-nilai fitrahNya. Sebaliknya, cerita asing dapat  positif dan negatif. Pengaruh positif terkait dengan perluasan wawasan pengetahuan, sedangkan pengaruh negatif terjadi apabila mengandung unsur kekerasan serta anti sosial yang akan meracuni kehidupan kejiwaan anak.
3.             Kelebihan dan Kekurangan Media Gambar
Buku cerita bergambar mempunyai beberapa kelebihan diantaranya adalah
a.  Peran pokok dari buku cerita bergambar dalam intruksional adalah kemampuan dalam menciptakan minat peserta didik.
b.      Membimbing minat membaca yang menarik pada peserta didik.
c.  Melalui bimbingan guru buku cerita bergambar dapat berfungsi sebagai jembatan untuk menambah minat baca.
d.      Mempermudahkan anak didik menangkap hal-hal atau rumusan yang abstrak.
e.       Dapat mengembangkan minat baca anak.

Sedangkan kelemahan menggunakan buku cerita bergambar adalah
a.         Guru harus menggunakan motivasi pontensional dari buku cerita bergambar apabila minat baca telah dibangkitkan dan buku cerita bergambar harus di lengkapi.
b.         Banyak aksi-aksi yang menonjol kekerasan atau tingkah laku yang kurang baik
Dari uraiaan di atas jelas bahwa alasan kenapa buku cerita bergambar digunakan dalam meningkatkan keterampilan membaca karena dalam proses keterampilan membaca buku cerita bergambar dapat meningkatkan dan memotivasi siswa dalam belajar membaca dengan gembira, bebas, aktif dan produktif, dalam meningkatkan keterampilan membaca melalui buku cerita bergambar ini sehingga siswa tertarik minat membacanya dalam melihat gambar-gambar bercerita yang ditampilkan didalam buku cerita bergambar.

This Is The Oldest Page

1 komentar so far


EmoticonEmoticon